Cirebon merupakan sebuah wilayah di Nusantara yang disinggahi berbagai macam
budaya dan mengalami akulturasi secara turun-temurun hingga saat ini. Akulturasi,
redefinisi bahkan distorsi pemaknaan budaya yang dialami Cirebon semakin
memperkaya dan membentuk sebuah karakter khas yang membedakan wilayah tersebut
dengan wilayah lainnya di Nusantara. Karakter ini sangat kental terlihat dari tradisi
wayang kulit Cirebon yang pada saat ini sedang mengalami kemunduran karena
terputusnya proses pewarisan dan berkurangnya jumlah artefak karena dimakan usia.
Revitalisasi dinilai sebagai tindakan yang perlu segera dilakukan agar warisan tersebut
masih tetap bisa bermakna di generasi selanjutnya. Memahami dunia wayang kulit
Cirebon tidak akan terlepas dari tokoh Panakawan Sembilan yang dianggap sebagai
pintu awal untuk memasuki khasanah kearifan lokal dalam pewayangan Cirebon karena
tokoh-tokoh tersebut berperan sebagai media yang mengkomunikasikan kearifan dalam
bahasa yang sederhana dan mudah untuk dimengerti masyarakat luas. Karakternya
yang fleksibel memungkinkan untuk dilakukan pengembangan dengan lebih bebas
mengikuti perkembangan zaman saat ini. Penelitian kualitatif ini membedah unsur
ekstrinsik dan intrinsik dari artefak wayang kulit Panakawan Sembilan Cirebon. Unsur
ekstrinsik dilakukan dengan pembedahan unsur visual menggunakan kritik seni,
sementara unsur intrinsik dilakukan dengan pengkajian cerita, sejarah serta filosofi
yang terkandung dalam tokoh-tokoh tersebut. Teori Hermeneutika digunakan sebagai
alat untuk mendefinisi ulang kearifan yang menggunakan bahasa lampau ke bahasa
masa kini. Hasil dari pemaparan data tersebut menjadi acuan awal untuk membuat
Panakawan Sembilan Cirebon versi baru yang menggunakan langgam superflat dan
teknis pembuatan karya yang memanfaatkan teknologi saat ini. Revitalisasi ini
merupakan sebuah langkah awal untuk memahami khasanah wayang kulit Cirebon
secara keseluruhan dengan sudut pandang masa kini agar mampu dipahami oleh
generasi sekarang dan dapat diwariskan ke generasi selanjutnya tanpa harus mereduksi
makna adiluhung yang terkandung di dalamnya.