digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Diah Meilany
PUBLIC Irwan Sofiyan


Xilanase merupakan salah satu enzim industri yang banyak digunakan dalam industri pulp dan kertas di Indonesia. Selain itu xilanase juga banyak dimanfaatkan di industri roti, minuman jus buah dan anggur, dan pakan ternak. Kebutuhan yang cukup tinggi masih dipenuhi dari impor sehingga peluang untuk memproduksi sendiri lebih terbuka luas. Seperti halnya enzim lainnya, xilanase diproduksi fermentasi kultur rendam, akan tetapi fermentasi fasa padat berpotensi untuk memberikan perolehan enzim yang lebih besar lebih sehingga lebih menguntungkan. Penelitian disertasi ini difokuskan pada pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang merupakan limbah dari industri minyak kelapa sawit dan ketersediaannya melimpah, untuk produksi xilanase. Pemilihan TKKS sebagai media produksi xilanase dapat memberi nilai tambah bagi TKKS dan merupakan kebaruan dari penelitian disertasi. Untuk memproduksi xilanase digunakan Aspergillus fumigatus yang meskipun lebih dikenal sebagai jamur penghasil selulase dapat induksi oleh xilan maupun xilosa untuk menghasilkan enzim xilanase. Hemiselulosa TKKS mengandung xilan yang dapat dimanfaatkan menjadi induser bagi A. fumigatus untuk memproduksi xilanase yang dapat dimanfaatkan untuk menghidrolisis TKKS. Kendalanya adalah xilan terikat secara kimiawi dengan selulosa dan lignin. Dalam rangka memisahkan xilan TKKS dari ikatannya dengan selulosa maupun lignin maka dibutuhkan kondisi proses serta metode perlakuan awal yang tepat. Hal ini merupakan kebaruan lain dari penelitian disertasi ini. Metode Fermentasi Fasa Padat umumnya memiliki masalah dalam pembuangan panas dan homogenitas unggun. Salah satu metode penghilangan akumulasi panas adalah dengan memasukkan udara lembab dan mengaduk unggun. Lingkungan dalam unggun juga memerlukan perhatian yang cukup besar karena mempengaruhi kinerja A. fumigatus yang digunakan. Kadar air unggun dan kandungan nutrisi dalam media produksi merupakan beberapa variabel di antara banyak variabel penting lainnya. Penelitian diawali dengan mengevaluasi kinerja proses perlakuan awal hidrotermal dan organosolv dalam memperoleh xilosa. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penelitian dilanjutkan untuk memverifikasi kondisi proses perlakuan awal hidrotermal TKKS, yaitu temperatur dan waktu, untuk mendapatkan aktivitas xilanolitik yang tinggi dari ekstrak xilanase kasar yang dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah memproduksi xilanase dalam fermentor nampan dengan menggunakan TKKS 250 g. Variabel yang diteliti adalah pengudaraan menggunakan udara jenuh, kelembaban fermentor, pencampuran secara manual, ketersediaan xilan dari proses perlakuan awal, homogenisasi spora, pengayaan media dengan penambahan xilosa, dan perpanjangan waktu fermentasi. Kondisi proses terbaik kemudian diterapkan dalam peningkatan kapasitas produksi xilanase menjadi 1 kg TKKS. Tujuh variabel dievaluasi dalam tiga bagian dan aktivitas xilanolitik dari ekstrak xilanase kasar diukur pada akhir setiap bagian penelitian. Tahap terakhir adalah pengembangan dan simulasi model untuk mengevaluasi distribusi udara dan panas dalam fermentor nampan yang digunakan dalam produksi enzim xilanase. Untuk itu dilakukan pengembangan dan simulasi model fermentasi fasa padat dengan variasi susunan fermentor secara seri menggunakan dua dan empat ruang serta paralel menggunakan empat ruang. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa temperatur lebih signifikan daripada waktu dan SL pada proses perlakuan awal hidrotermal. Baik proses perlakuan awal hidrotermal maupun organosolv menyebabkan lebih banyak xilan yang dilepaskan berada dalam padatan produk perlakuan awal namun, proses perlakuan awal hidrotermal menghasilkan perolehan xilosa yang jauh lebih tinggi daripada proses perlakuan awal organosolv. Kondisi proses perlakuan awal hidrotermal yang optimal untuk mendapatkan xilosa yang maksimal adalah pada suhu 165°C selama 7 menit dengan SL 7%. Pada kondisi ini 35% xilan TKKS dapat diubah secara enzimatis menjadi xilosa. Hasil verifikasi kondisi proses perlakuan awal hidrotermal yang sesuai untuk produksi xilanase adalah pada suhu 130?C selama 60 menit. Kondisi ini dapat meningkatkan aktivitas xilanolitik dari ekstrak xilanase kasar yang dihasilkan, dengan aktivitas selulolitik terendah. Selanjutnya produksi xilanase dengan 250 g TKKS di dalam fermentor nampan sangat dipengaruhi oleh kelembaban fermentor, diikuti oleh pengudaraan, sehingga peningkatan kapasitas produksi memerlukan perbaikan distribusi udara pada fermentor nampan. Hasil evaluasi simulasi model menunjukkan bahwa fermentor dalam susunan seri menghasilkan sistem yang tidak homogen dan fenomena ini ditunjukkan oleh hasil eksperimen. Sedangkan susunan fermentor paralel memberikan kondisi fermentor yang homogen sehingga produktivitasnya lebih baik dibandingkan susunan fermentor seri. Hasil yang diperoleh dari pemodelan memerlukan validasi lebih lanjut. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa TKKS memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku pembuatan xilanase. Mempertimbangkan TKKS merupakan limbah industri, penggunaan TKKS memperbesar peluang untuk memproduksi xilanase dengan biaya yang lebih rendah. Fermentor nampan berpotensi untuk ditingkatkan kapasitas produksinya walaupun terdapat beberapa aspek dan parameter proses yang memerlukan perhatian dan penelitian lebih lanjut. Potensi tersebut membuat produksi xilanase dari TKKS cukup menjanjikan.