Arjuna adalah kesatria ketiga Pandawa dalam cerita pewayangan Mahabharata
yang disebut sebagai Lelananging Jagad (lelaki paling maskulin di seluruh
semesta) dan prototipe manusia Kejawen. Penyebutan Arjuna sebagai Lelananging
Jagad menunjukkan bahwa keberadaannya penting sebagai ideal maskulin Jawa
meskipun perawakannya kecil, penampilan halus, dan tingkah lakunya lembut
seperti perempuan. Seiring dengan perkembangan zaman, seni pewayangan juga
turut berkembang, begitu pula dengan bentuk-bentuk ekspresi maskulinitas Arjuna
yang tampak pada wanda-wanda-nya. Penciptaan berbagai macam wanda Arjuna
merupakan hasil interpretasi seniman wayang terhadap tokoh Arjuna, termasuk
interpretasi mereka terhadap kemaskulinan Arjuna yang khas. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat diferensiasi bentuk dan makna wanda-wanda Arjuna
dalam kaitannya dengan konsep maskulinitas Jawa melalui fisiognomi.
Objek dalam penelitian ini adalah wanda-wanda Arjuna gaya Surakarta patron
Bambang Suwarno, antara lain wanda Kedhu, Kinanthi, dan Muntap. Penelitian ini
merupakan penelitian struktural menggunakan metodologi etnosemiotika.
Penelitian diawali dengan metode semiotika, kemudian divalidasi dengan
menggunakan metode etnografi. Pada tahap semiotika, penelitian dilakukan dengan
pengukuran dan penghitungan kuantitatif untuk mencari nilai diferensiasi pada
wanda-wanda Arjuna dengan detail. Nilai ini kemudian digunakan untuk membuka
makna diferensiasi wanda-wanda Arjuna. Hasil pemaknaan diferensiasi ini
divalidasi dengan menggunakan metode etnografi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk elemen-elemen fisiognomi wayang
kulit menunjukkan diferensiasi kontinum terbatas. Diferensiasi ini memiliki sistem
yang terbangun atas beberapa prinsip, antara lain: Pertama, kode budaya Jawa yang
digunakan dalam wayang kulit. Kedua, prinsip taksonomi yang mengatur
pengelompokan tokoh dalam wayang kulit. Ketiga, prinsip hierarki dari tokohtokoh wayang kulit berdasarkan taksonominya. Keempat, adanya diferensiasi
dalam rentang kontinum yang terbatas pada wanda-wanda Arjuna. Kelima,
diferensiasi kontinum terbatas pada wanda-wanda Arjuna tersebut memunculkan
diferensiasi makna terkait maskulinitas Arjuna. Arjuna wanda Kedhu yang sangat
luruh sebagai titik awal kontinum, wanda Muntap sebagai titik akhir kontinum yang
kurang luruh, dan wanda Kinanthi berada di antaranya. Pergeseran bentuk ini
menimbulkan diferensiasi makna yang kontinum pada ketiga wanda. Bentuk sangat
luruh Arjuna wanda Kedhu menunjukkan maskulinitas Jawa yang ideal, di mana
konsep ini kontradiktif dengan maskulinitas modern. Bentuk kurang luruh pada
Arjuna wanda Muntap justru bermakna kurang maskulin, sementara bentuk luruh
Arjuna wanda Kinanthi berada di antara keduanya. Hal ini menunjukkan adanya
pergeseran nilai maskulinitas tradisional Jawa ke arah maskulinitas modern pada
wanda-wanda Arjuna.