digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Implementasi transportasi multimoda di negara-negara maju relatif berkembang pesat, seperti yang ditunjukkan oleh meningkatnya penggunaan kontainer yang dapat mengurangi waktu pada titik transhipment, transportasi yang relatif cepat, mengurangi formalitas manajemen dokumen, serta penghematan biaya sehingga dapat mengurangi harga barang dan meningkatkan daya saing. Hingga saat ini implementasi sistem transportasi multimoda di Indonesia masih relatif lambat. Transportasi multimoda logistik merupakan manajemen jaringan multi-aktor, dimana pelaku memiliki kekuatan pasar yang berbeda dalam sistem transportasi logistik. Terdapat berbagai faktor keberhasilan dari sistem transportasi multimoda namun juga ada kendala dari sistem transportasi multimoda adalah masalah kelembagaan yaitu lemahnya koordinasi antara aktor yang terlibat dalam transportasi multimoda. Penelitian ini bertujuan mengkaji kordinasi kelembagaan dalam sistem layanan transportasi multimoda yang dapat mendukung perwujudan sistem logistik di Pelabuhan Tanjung Priok dari perpektif TCT (Transaction Cost Theory) dan PAT (Principal Agent Theory). Lingkup penelitian meliputi penerapan konsep kelembagaan transportasi multimoda untuk mendukung sistem logistik di Pelabuhan Tanjung Priok dengan berpijak pada konsep keterkaitan proses pergerakan barang. Penelitian ini membahas aspek-aspek kelembagaan dari sisi Transaction Cost Theory dan Principal Agent Theory untuk transportasi multimoda logistik. Transportasi multimoda tidak bisa sepenuhnya dipahami tanpa analisis yang lebih besar dari isuisu kunci yang timbul dari analisis mendalam dua teori tersebut dari karakteristik kelembagaan transportasi multimoda dan logistik itu sendiri. Penelitian ini menggunakan Q-Metodologi dan Analisis Stakeholder sebagai alat analisis untuk menunjang dua teori diatas. Q-Metodologi membantu merumuskan struktur persepsi aktor yang lebih sederhana yang disebut pola persepsi aktor (PP). Sistem persepsi mewakili tema persepsi utama beberapa aktor, yang akan membantu analisis untuk fokus hanya pada tema-tema persepsi yang paling signifikan yang akan digunakan sebagai kerangka kerja untuk langkah analisisii selanjutnya untuk mengeksplorasi unsur-unsur substansial dari biaya transaksi berdasarkan hasil wawancara mendalam. Analisis Stakeholder akan lebih menjelaskan hasil analisis dari Q-Metodologi dalam pemetaan aktor, pengaruh, urgensi dan kepentingannya. Konsep koordinasi digunakan sebagai basis untuk melihat hubungan yang selama ini sudah terbentuk dalam koordinasi kelembagaan, untuk melihat siapa aktor yang akan terlibat dalam pengembangan kelembagaan untuk melihat aktivitas koordinasi diantara faktor-faktor hambatan untuk implementasi transportasi multimoda untuk logistik. Berangkat dari konsep koordinasi tersebut, penelitian ini menelusuri seperti apa dinamika dan rentang peran antaraktor, kemudian strategi maupun kebijakan yang telah dan harus dilakukan dan faktor-faktor apa saja yang dapat menopang keberhasilan dan keberlanjutan terwujudnya koordinasi kelembagaan transportasi multimoda untuk logistik di Pelabuhan Tanjung Priok Berdasarkan Perspektif teori biaya transaksi (TCT), struktur masalah kelembagaan transportasi multimoda di Pelabuhan Tanjung Priok diantaranya adalah urgensi kelembagaan transportasi antar pemangku kepentingan tidak berjalan dan Implementasi transportasi logistik multimoda masih lemah karena terkait erat dengan banyaknya hambatan koordinatif yang dialami regulator, operator, pelaku logistik, dan pengguna multimoda di Pelabuhan Tanjung Priok. Penelitian ini juga menemukan bahwa persepsi aktor terhadap biaya transaksi (Teori TCT-PAT) telah menyingkap permasalahan koordinasi pergerakan barang dari pelabuhan ke hinterland sebagai hasil ekstraksi dari keempat pola persepsi diantaranya adalah implementasi regulasi yang lemah, absennya kelembagaan khusus yang mengatur transportasi multimoda, kurangnya kepercayaan antar aktor, tidak hadirnya kesamaan tujuan bersama dalam mewujudkan kelembagaan transportasi multimoda logistik, keberadaan asimetri informasi, serta ketakutan atas hilangnya kendali pengelolaan sumberdaya dan bisnis eksisting. Oleh karena itu, strategi untuk mengatasi semua jenis elemen harus dilakukan secara bersamaan. Untuk memastikan hal ini, strategi jangka pendek dan menengah harus ditetapkan dalam konteks yang jelas dengan persepsi pengurangan biaya transaksi jangka panjang.