digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Maya Arlini Puspasari
PUBLIC Dewi Supryati

Kelelahan merupakan salah satu penyebab utama yang meningkatkan risiko kecelakaan di sektor transportasi darat. Adapun faktor yang sangat dominan memengaruhi terjadinya kelelahan adalah faktor terkait tidur (yang terdiri atas time of day dan homeostatis) serta faktor terkait pekerjaan. Indikator okular merupakan alat pengukuran fisiologi berbasis karakteristik perubahan mata manusia yang potensial untuk mengukur kelelahan. Secara umum, indikator okular terdiri dari indikator kedipan mata, indikator gerak cepat mata (saccadic), dan indikator pupil mata. Pada penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan karakteristik indikator okular sebagai fungsi dari faktor penyebab kelelahan. Selain itu, penelitian yang ada masih belum sepakat mengenai parameter apa pada indikator okular yang terbaik dalam mendeteksi kelelahan. Disamping itu, masih sulit untuk mengetahui kapan kondisi lelah terjadi (fatigue onset) dan kapan kelelahan menjadi sangat berat hingga membahayakan pengemudi, sehingga diperlukan pengembangan model deteksi kelelahan berbasis indikator okular. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik perubahan indikator okular dalam evaluasi kelelahan mengemudi. Karakteristik tersebut dipengaruhi oleh faktor penyebab kelelahan, yang terdiri dari time of day, durasi tidur, dan karakteristik pekerjaan. Hasil penelitian ini berupa parameter pada indikator okular yang memiliki tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas tertinggi dalam evaluasi kelelahan dan model deteksi kelelahan yang memuat nilai pisah batas kondisi terjaga, kelelahan ringan, dan kelelahan berat. Studi ini dilakukan dengan eksperimen menggunakan simulator mengemudi dengan memanipulasi faktor time of day, durasi tidur, dan kepadatan lalu lintas sebagai karakteristik pekerjaan. Eksperimen dilakukan dengan metode mixed design dimana terdapat 8 kombinasi perlakuan yang akan diacak (counterbalanced). Pada faktor time of day, partisipan yang terlibat dibedakan (between subjects) pada kegiatan mengemudi di pagi hari dan malam hari, sementara pada faktor durasi tidur (kondisi cukup tidur dan kurang tidur) serta faktor kepadatan lalu lintas (tinggi dan rendah) partisipan yang terlibat disamakan (within subjects). Eksperimen dilakukan dengan melibatkan 24 partisipan (berusia rata-rata 31,5 ± 7,2 tahun dan memiliki pengalaman mengemudi rata-rata 5,2 ± 2,7 tahun) yang dibagi menjadi 2 grup, yaitu grup mengemudi di pagi hari dan grup mengemudi di malam hari. Sesi mengemudi berdurasi selama 3 jam. Evaluasi kelelahan pada penelitian ini berbasis indikator okular, yang terdiri dari parameter durasi kedipan, frekuensi kedipan, Percentage of Eyelid Closure (PERCLOS), microsleep, saccadic (amplitudo, kecepatan, dan durasi), Slow Eye Movement (SEM), durasi fiksasi, dan diameter pupil. Selain itu, indikator validasi kelelahan digunakan oleh studi ini yang terdiri dari indikator subjektif (Karolinska Sleepiness Scale dan Swedish Occupational Fatigue Inventory), indikator kinerja (line crossing dan Psychomotor Vigilance Task), serta indikator sinyal EEG (rasio ?+?/? yang telah divalidasi oleh penelitian sebelumnya). Terdapat tiga temuan utama pada penelitian ini, yaitu: (1) Parameter yang mengalami perubahan yang signifikan terhadap faktor penyebab kelelahan hanya 8 parameter dari total 11 parameter, yaitu durasi kedipan, frekuensi kedipan, PERCLOS, microsleep, saccadic (amplitudo dan kecepatan), serta diameter pupil; (2) Durasi tidur merupakan faktor yang paling memengaruhi perubahan indikator okular, diikuti oleh time of day; dan (3) Faktor kepadatan lalu lintas tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan indikator okular. Kelelahan pada aktivitas mengemudi ditandai dengan peningkatan nilai durasi kedipan, PERCLOS, dan microsleep serta dibarengi dengan penurunan nilai amplitudo dan kecepatan saccade. Pola perubahan indikator okular terjadi secara non-linear yang dimodelkan terhadap durasi mengemudi dan indikator subjektif. Selanjutnya, klasifikasi indikator okular dilakukan untuk merancang model deteksi kelelahan. Parameter durasi kedipan, PERCLOS, microsleep, dan saccadic digunakan sebagai prediktor, serta indikator subjektif, kinerja, dan sinyal EEG digunakan sebagai titik validasi kelelahan. Hasil dari klasifikasi tersebut adalah parameter durasi kedipan, PERCLOS, dan microsleep menjadi parameter terbaik dalam deteksi kelelahan. Nilai cutoff yang didapatkan sebesar 189,97 ms untuk kelelahan ringan dan nilai cutoff durasi kedipan di atas 360,21 ms, PERCLOS di atas 18,8% dan kejadian microsleep di atas 2,87/menit untuk kelelahan berat. Model deteksi kelelahan tersebut memiliki tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas di atas 80% untuk mendeteksi kelelahan berat. Hal tersebut mengindikasikan deteksi kondisi kelelahan berat lebih akurat daripada deteksi kelelahan ringan. Adapun karakteristik indikator okular dijabarkan berdasarkan pola perubahannya. Pada kondisi kurang tidur, durasi mengemudi memengaruhi perubahan sebagian besar parameter pada indikator okular secara eksponensial, yang menandakan pengaruh dari kurangnya waktu tidur terhadap peningkatan kelelahan secara lebih besar pada akhir mengemudi. Disisi lain, pada kondisi cukup tidur, sebagian besar parameter pada indikator okular berubah secara kuadratik ataupun tidak signifikan terhadap durasi mengemudi, yang menandakan peningkatan kelelahan tidak terlihat dari awal hingga akhir mengemudi ataupun mengalami kenaikan dan setelah itu penurunan. Hal tersebut menjadikan faktor durasi tidur sebagai faktor yang dominan memengaruhi perubahan indikator okular, diikuti dengan faktor time of day, dimana kondisi kurang tidur dan mengemudi di malam hari menyebabkan peningkatan kelelahan. Disisi lain, faktor kepadatan lalu lintas sangat minim pengaruhnya terhadap indikator okular, namun tingkat kepadatan lalu lintas tinggi menyebabkan peningkatan kelelahan pada kondisi tidur cukup. Implikasi penelitian ini dalam konteks manajemen kelelahan terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Memberikan masukan berupa batasan durasi kerja pada pengemudi. Penelitian ini menegaskan bahwa durasi tidur dari pengemudi merupakan faktor yang sangat penting yang memengaruhi timbulnya kelelahan. Jika durasi tidur pengemudi kurang, maka penelitian ini tidak merekomendasikan pengemudi untuk bekerja terutama pada malam hari, dan hanya selama maksimum 1 jam pada pagi hari. Jika durasi tidur pengemudi cukup, maka batas maksimum bekerja adalah 2 jam, terutama pada kondisi mengemudi di malam hari. Batas maksimum jumlah jam kerja ditentukan sebelum munculnya kelelahan berat saat mengemudi; (2) Mengembangkan sistem deteksi kelelahan berbasis parameter durasi kedipan, PERCLOS, dan microsleep secara real-time saat mengemudi untuk mengetahui kapan pengemudi merasa lelah, sehingga tindakan preventif untuk mengurangi risiko kecelakaan di jalan raya dapat dilakukan. Sistem deteksi yang disarankan adalah menggunakan parameter durasi kedipan, PERCLOS, dan microsleep yang akan diimplementasikan pada suatu alat sejenis eye tracker berbentuk video kamera yang diletakkan di dashboard kendaraan. Kata kunci: indikator okular, model deteksi kelelahan, time of day, durasi