Pengembangan lahan perumahan di Jabodetabek yang sangat masif serta harga
properti yang tidak wajar mengindikasikan pasar yang tidak kompetitif. Preseden
membuktikan adanya kondisi pasar properti yang oligopolistik serta penguasaan
lahan oleh sebagian kecil pengembang. Fakta diperkuat oleh adanya jaringan yang
terbentuk dari para pengembang. Hal tersebut tentu sangat merugikan publik. Melalui
pendekatan kajian pengembangan lahan secara institusional, struktur pasar serta
teori persaingan usaha akan dijelaskan mengenai analisis jaringan sosial yang
terbentuk di antara para pengembang perumahan skala besar. Penelitian dilakukan
secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan metode analisis konten, spasial dan
jaringan sosial. Sebagian besar data penelitian adalah sekunder, terdapat pula
wawancara terhadap beberapa aktor pengembang. Hasilnya ditemukan 123 proyek
perumahan tapak dan 45 apartemen skala besar yang dikembangkan oleh 86 dan 38
pengembang berbeda. Studi ini menunjukkan bahwa penguasaan lahan perumahan
telah menuju ke arah yang lebih kompetitif dengan tipe pasar persaingan
monopolistik. Melalui identifikasi hubungan rangkap jabatan, kepemilikan sahan,
konsorsium dan kekerabatan, terdapat jaringan pengembang perumahan skala besar
yang terbentuk baik secara langsung maupun tidak langsung. Jaringan yang terbentuk
tersebut menciptakan struktur penguasaan lahan yang bersifat semi-oligopolistis. PT
Intiland Development dan PT Jababeka menjadi aktor sentral pada jaringan
pengembang perumahan tapak sedangkan pada apartemen adalah PT Ciputra
Property. Terjadinya fenomena jaringan ini diindikasikan oleh regulasi yang belum
kuat serta peran KPPU yang lemah, disisi lain kebijakan mengenai tata ruang dan
persaingan usaha belum terintegrasi.