




Retinopati diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi diabetes melitus
yang mengakibatkan rusaknya jaringan retina pada mata. Penyakit ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya kebutaan di dunia. Proliferative diabetic retinopathy
(PDR) adalah tingkat paling berbahaya pada retinopati diabetik. PDR ini memiliki
gejala yang khas berupa terbentuknya neovaskularisasi. Apabila ditemukan gejala
PDR haruslah dirujuk ke oftalmologis dalam jangka waktu satu minggu. Apabila
gejala tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan kehilangan penglihatan
akibat pembuluh darah baru yang rapuh tersebut mengalami kebocoran. Sejauh ini
metode klasifikasi yang dilakukan oleh pihak kesehatan adalah dengan memeriksa
ke oftalmologis secara langsung. Padahal jumlah dari dokter spesialis mata
dibanding jumlah penduduk di Indonesia yaitu 1:170.000 dan jauh dari standar
WHO yang 1:20.000. Dalam perkembangannya, terdapat banyak riset yang mampu
mengklasifikasikan PDR secara otomatis. Secara umum, cara deteksi PDR
memiliki dua pendekatan yang berbeda yaitu pendekatan struktur pembuluh darah
retina dan dengan pendekatan karakterisasi tekstur jaringan retina.
Pada penelitian ini, digunakan pendekatan karakterisasi pembuluh darah
untuk mendeteksi adanya neovaskularisasi pada citra. Pendekatan ini diterapkan
dengan menggunakan analisis fraktal. Pada penelitian ini digunakan metode
segmentasi transformasi wavelet dengan wavelet 2D-Gabor, untuk memberikan
nilai fitur fraktal yang optimal mengklasifikasi PDR. Pada penelitian ini juga
digunakan fitur probabilitas maksimum lesi merah untuk mendeteksi gejala PDR
selain neovaskularisasi. Kombinasi kedua fitur ini, dengan fitur fraktal diwakilkan
oleh H(r), atau nilai-nilai perhitungan shanon entropy di berbagai skala,
memberikan nilai AUC sebesar 0.9335±0.03, sensitivitas 93.38%, dan spesifisitas
81.17%. Metode ini juga memberikan hasil uji berupa klasifikasi PDR yang stabil
seiring turunnya resolusi gambar dan klasifikasi PDR yang memburuk seiring
buruknya kualitas gambar.