digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 1 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 2 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 3 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 4 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 5 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 6 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

BAB 7 Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

2020 DS PP DIAN AFRIYANIE_BAB 8.pdf)u
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

DAFTAR Dian Afriyanie
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

2020 DS PP DIAN AFRIYANIE_LAMPIRAN.pdf)u
Terbatas Yoninur Almira
» ITB

Perkembangan paradigma yang tidak seimbang antara teori substansi dan prosedur perencanaan, telah berpengaruh terhadap praktik perencanaan tata ruang. Dalam setengah abad terakhir, teori substansi perencanaan masih dikonstruksi secara dominan oleh paradigma positivist, sementara teori prosedur perencanaan menunjukkan pergeseran bertahap menuju paradigma post-structuralist. Dalam konteks ekologi, perhatian teori perencanaan terhadap pertimbangan ekologis telah diakomodir melalui ekologi politik dan etika lingkungan. Pengaruh paradigma positivist yang kuat pada teori substansi perencanaan, menyebabkan kontribusi kedua teori ekologi tersebut dalam bidang perencanaan belum dapat menjawab tantangan perencanaan, akibat ketidakpastian dan kompleksitas dari perubahan sistem ekologi di masa depan. Dibawah konstruksi positivist yang mengacu pada pola pikir linier, cara untuk mengelola karakteristik alam dan lingkungan yang kompleks, tidak dapat diprediksi, dan berbeda secara historis dan geografis, telah digantikan dengan perencanaan teknik-manajerial, manajemen pakar dan administrasi, alih-alih mempromosikan hubungan alam dan manusia. Dalam konteks perencanaan ruang hijau perkotaan di Indonesia, ini tercermin dalam praktik penyediaan ruang terbuka hijau melalui pendekatan standar berbasis jumlah populasi yang dilayani. Pendekatan standar ditetapkan di seluruh lokasi di Indonesia, tanpa memperhatikan keunikan ekosistem perkotaan di setiap wilayah geografis, dan dampak aktivitas manusia terhadap keberlanjutannya di masa depan. Pergeseran paradigma ekologi perkotaan kontemporer menjadi “ecology of and for cities” telah menyediakan peluang bagi teori substansi perencanaan untuk mengadopsi teori ekologi terkini yang mampu mempromosikan hubungan manusiaalam dalam praktik perencanaan, yaitu Socio-ecological resilience (SER). Kontribusi SER yang paling signifikan dalam perencanaan adalah perannya sebagai kerangka kerja yang berguna untuk problem-setting dan problem-solving. SER didasarkan pada asumsi dinamika non-linier dari sistem ekologi-sosial (SES) yang menggugat asumsi tentang keseimbangan, stabilitas dan prediktabilitas dari gagasan tradisional tentang pengelolaan sumber daya alam; dan memberikan prioritas terhadap tata kelola yang lebih adaptif serta perhatian terhadap interaksi lintas skala dari SES. Beberapa penelitian terbaru telah menggunakan SER sebagaiii metoda analisis untuk menggantikan pendekatan standar dalam mengindentifikasi lokasi prioritas ruang hijau perkotaan berdasarkan ragam manfaat jasa ekosistem. Penelitian tersebut menganalisis sinergi dan trade-offs dari ragam kebutuhan (demand) jasa ekosistem dalam menentukan lokasi prioritas ruang hijau perkotaan. Hasilnya menunjukkan bahwa ruang hijau perkotaan yang ada saat ini belum ditempatkan sesuai kebutuhan masyarakat, namun tidak satu pun penelitian tersebut membahas penyebabnya. Di sisi lain, penelitian tersebut belum membahas disparitas supply-demand jasa ekosistem dalam analisis penentuan lokasi prioritas ruang hijau perkotaan, khususnya untuk mempertimbangkan keadilan distribusi manfaat dan keberlanjutan jasa ekosistem. Selain itu, belum ada penelitian yang mengkaitkan lokasi prioritas ruang hijau perkotaan dalam bingkai resiliensi perkotaan untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Disertasi ini mengisi celah penelitian tersebut dengan memanfaatkan tiga proposisi SER secara utuh dalam bingkai metodologi critical realism. Dalam konteks kesatuan hubungan antara manusia dan alam, penelitian ini memanfaatkan Kerangka Kerja Jasa Ekosistem secara utuh untuk menganalisis disparitas supplydemand jasa ekosistem dalam menentukan lokasi prioritas ruang hijau perkotaan yang berbasis keadilan distribusi manfaat dan keberlanjutan jasa ekosistem, namun hanya dibatasi pada satu jenis jasa ekosistem yaitu pengendali banjir. Dalam konteks dinamika perubahan, penelitian ini memanfaatkan Kerangka Kerja DPSIR dalam bingkai resiliensi banjir perkotaan sehingga lokasi prioritas ruang hijau perkotaan yang telah dianalisis dapat dikaitkan dengan upaya mitigasi dan adaptasi banjir. Hal tersebut ditujukan untuk mengevaluasi sejauhmana kebijakan dan program terkait penanggulangan banjir saat ini dapat mewujudkan resiliensi banjir perkotaan di masa depan. Dalam konteks tata kelola yang adaptif, penelitian ini memanfaatkan Kerangka Kerja Karakteristik Perencanaan Resiliensi, Kerangka Critical Institutional Analysis and Development serta meta-inferensial untuk menganalisis tata kelola dan tantangan praktik perencanaan tata ruang yang berpengaruh terhadap resiliensi banjir perkotaan serta distribusi spasial ruang hijau perkotaan. Fokus wilayah penelitian adalah Kota Bandung dan Hulu DAS Citarum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ruang hijau perkotaan saat ini dan masa depan di Kota Bandung belum ditempatkan secara strategis untuk keadilan distribusi manfaat dan keberlanjutan jasa ekosistem. Hal tersebut disebabkan karena muatan rencana tata ruang (RTR) dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) saat ini belum dapat mewujudkan resiliensi banjir perkotaan di masa depan. Kondisi tersebut dipicu oleh adanya praktik tata kelola yang tidak adaptif dalam penyusunan RTR dan KLHS selama ini di wilayah studi. Praktik tata kelola tersebut dipengaruhi oleh tantangan normatif dan analitis dalam perencanaan tata ruang. Kedua tantangan tersebut telah menyebabkan dominasi kepentingan ekonomi dalam muatan RTR, belum teratasinya keterlanjuran pelanggaran tata ruang, terbatasnya partisipasi publik, serta luputnya analisis mengenai manfaat dan nilai ekonomi serta kajian risiko iklim dalam penyusunan RTR dan KLHS di wilayah studi. Temuan penelitian ini berkontribusi dalam menyediakan model perencanaan ruang hijau perkotaan yang berbasis landscape ekologi untuk menjawab tantangan perencanaan ruang hijau perkotaan dalam menyeimbangkan kebutuhan daniii keberlanjutan jasa ekosistem perkotaan. Penelitian ini juga menyediakan rumusan mengenai tantangan analitis dalam praktik perencanaan tata ruang serta melengkapi rumusan mengenai tantangan normatif yang telah dihasilkan dari penelitian sebelumnya. Kedua tantangan tersebut dibingkai dalam kerangka science-based policy sehingga menghasilkan sebuah rumusan baru mengenai tantangan praktik perencanaan tata ruang dalam mewujudkan ruang yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.