digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari separuh obat di seluruh dunia digunakan secara tidak rasional. Salah satu obat yang berisiko tinggi dan berbahaya jika digunakan secara tidak rasional adalah obat golongan anti infeksi. Penggunaan yang tidak tepat dapat dapat menyebabkan resistensi organisme penyebab infeksi menjadi lebih sulit untuk diobati. Di Puskemas Margahayu Raya Kota Bandung anti infeksi merupakan golongan obat yang sering digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian ketepatan penggunaan anti infeksi di Puskemas Margahayu Raya Bandung sebagai salah satu kegiatan jaminan mutu yang berorientasi pada efektivitas terapi dan keamanan pasien. Penelitian ini merupakan studi observasional yang dilakukan secara retrospektif pada resep yang mengandung obat anti infeksi pada bulan Januari hingga Maret 2015. Pengkajian resep dilakukan dengan membandingkan data anti infeksi yang aktual dengan Kategori Penggunaan Obat (KPO) yang telah disusun sebelumnya berdasarkan pustaka standar mutakhir. Penggolongan ketidaktepatan penggunaan anti infeksi dilakukan berdasarkan metode Gyssens. Dari pengkajian terhadap 3034 resep, ditemukan 2002 kasus potensial masalah terkait obat (drug related problems/DRPs). Sebanyak 1949 kasus dapat dikelompokan berdasarkan metode Gyssens, terdiri dari 17 kasus tidak tepat waktu pemberian obat (kategori I), 12 kasus tidak tepat dosis (kategori IIA), 9 kasus tidak tepat interval pemberian (kategori IIB), 285 kasus pemberian obat terlalu singkat (kategori IIIB), 168 kasus terdapat obat lebih efektif (kategori IVA), 21 kasus terdapat obat spektrum lebih sempit (kategori IVD), 305 kasus obat tanpa indikasi (kategori V) dan 1132 kasus tidak dapat dievaluasi karena kekurangan informasi / data yang mendukung (kategori VI); sedangkan 53 kasus lainnya berupa kasus potensi interaksi obat. Selain itu juga ditemukan ketidak tepatan lain berupa resep yang ditulis oleh personel selain dokter sebanyak 955 resep. Potensi kejadian masalah terkait obat sebanyak dua kasus untuk setiap tiga resep yang dikaji.