digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

COVER Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 1 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 2 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 3 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 4 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 5 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

BAB 6 Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

PUSTAKA Wicaksono
PUBLIC Irwan Sofiyan

Surfactant-stabilized CO2 foam memiliki beberapa kelemahan. Penggunaan nanoteknologi belakangan ini berkembang cukup pesat pada beberapa disiplin ilmu dan menyebabkan industri perminyakan pun bergerak untuk mencoba mengaplikasikan nanoteknologi ini pada teknik EOR-CO2 foam. Jenis emulsion/foam yang dibentuk tergantung kepada sifat kebasahan partikel silika yang digunakan. Sifat kebasahan nanosilika yang tepat sangat penting didalam memberikan alternatif terhadap penggunaan surfaktan sebagai foam stabilizer. Namun, permasalahan utama pada stabilitas CO2 foam nanopartikel ada pada salinitas dan temperatur tinggi. Salinitas yang tinggi menyebabkan partikel berkoagulasi dan temperatur tinggi menyebabkan mobilitas dari partikel menjadi tinggi sehingga CO2 foam itu bisa tidak stabil. Penelitian terkait hingga saat ini tidak memperhatikan kondisi temperatur tinggi seperti banyak dijumpai di reservoir di Indonesia. Umumnya, temperatur yang digunakan dalam penelitian tidak lebih dari 95 oC. Oleh karenanya, penelitian kali ini dimaksudkan untuk mendalami kinerja nanopartikel silika hidrofobik intermediate sebagai foam stabilizer pada berbagai nilai salinitas air dan temperatur 120 oC. Nanopartikel silika dengan sifat hidrofobik intermediate dipilih karena silika ini memiliki energi adsorpsi yang tinggi pada bidang antar muka fluida sehingga lebih tahan terhadap salinitas air dan temperatur tinggi. Uji kemampuan nanosilika ini dalam membentuk emulsi dilakukan terlebih dahulu dengan memakai iso-octane yang umumnya digunakan sebagai pengganti CO2 superkritik. Emulsi water-in-iso-octane dari tube test berhasil stabil setelah etanol dan ethylene glycol dengan rasio tertentu digunakan sebagai dispersan bagi nanopartikel tersebut. Untuk suatu konsentrasi nanosilika, volume emulsi yang terbentuk sedikit dipengaruhi oleh salinitas. Pada tahap ini, jenis dispersing agent telah ditemukan dalam penelitian ini agar nanosilika itu dapat digunakan selanjutnya dalam eksperimen utama. Pembentukan CO2 foam dilakukan dengan menggunakan media berpori batupasir Berea sebagai foam generator pada tekanan 1500 psig dan temperatur 120 oC. CO2 foam yang terbentuk langsung ditampung dalam tabung pengamat (sight glass). Kolom CO2 foam yang tertampung dalam sight glass ini direkam dengan video selama 24 jam. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa CO2 foam dapat dihasilkan dengan nanosilika hidrofobik intermediate pada temperatur 120 oC dan stabilitasnya tidak dipengaruhi oleh salinitas dalam rentang 10000 - 65000 ppm NaCl dan kadar nanosilika yang digunakan 5000 - 12500 ppm. Ini mengindikasikan bahwa energi adsorpsi yang tinggi dari silika ini dapat membentuk lapisan kuat (solid lamella) pada antar-muka antara CO2 dan air pada temperatur 120 oC dan salinitas air hingga 65000 ppm. Lapisan kuat dimaksud ini berfungsi menghalangi pecahnya emulsion/foam. Hasil ini juga menunjukkan potensi manfaat silika tersebut dan emulsion/foam yang dapat dibentuk dalam aplikasi CO2 flooding. Penggunaan CO2 untuk keperluan ini tentunya memicu kontribusi terhadap pentingnya program carbon capture dan sequestration.