digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

2019 TS PP PUJA ANINDITA 1.pdf?
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Sanento Yuliman adalah seorang pemikir dan pendidik seni rupa yang dikenal sebagai kritikus seni rupa. Akan tetapi, kajian yang membahas pemikiran Sanento Yuliman tentang seni rupa belum banyak sementara dalam pemikirannya tentang seni rupa hadir sejumlah hal yang dapat dijadikan acuan dalam memahami seni rupa Indonesia. Penelitian ini hendak meninjau praktik kritik dan perkembangan sejarah seni rupa di Indonesia melalui wacana yang dapat ditemukan pada tulisan-tulisan Sanento Yuliman. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pemikiran Sanento Yuliman mengenai praktik seni rupa Indonesia? serta bagaimana praktik kritik seni rupa yang dilakukan oleh Sanento Yuliman? Sampel penelitian meliputi tulisan-tulisan yang pertama kali memuat gagasan Sanento tentang kritik seni rupa, perkembangan seni rupa Indonesia, wacana dua seni rupa, dan wacana boom seni rupa, yaitu: Beberapa Masalah dalam Kritik Seni Lukis di Indonesia, buku seni lukis Indonesia Baru: Sebuah Pengantar; Apresiasi Seni Lukis: Jika Cakrawala Diperluas; Seni Rupa Atas-Seni Rupa Bawah; Perspektif Baru, Seni Rupa Pembebasan Seni Rupa; dan Seni Rupa dan Ilmu Seni. Sebagai sampel tentang praktik kritik seni rupa Sanento Yuliman diambil 18 tulisan yang ditulis dalam rentang waktu 1968-1992 yang tidak hanya memuat ulasan tentang pameran seni rupa murni saja, melainkan termasuk pembahasan tentang seni rupa dan lingkungan, seni rupa populer, bergesernya nilai seni rupa tradisional sebagai komoditas pariwisata, fenomena yang menampakkan gejala boom seni lukis, topik yang berkaitan dengan keberadaan pendidikan tinggi seni rupa, proses kreasi baru, penghargaan seni, maupun topik yang berkaitan dengan medan seni rupa internasional. Tulisan-tulisan itu meliputi: Seni Patung Baru di Indonesia (1973), Perspektif Baru (1975), Seni Lukis Indonesia Baru: Sebuah Pengantar (1976), ASEAN Kembali Ke Akar (1981), Ketika Gambar Menyerbu Lingkungan Kota (1982), Jangkauan Rusli (1983), Lain Lubuk Lain-Lain Seninya (1984), Tubuh Tampikan (1985), Empat Pendekar Serat (1986), Seni Rupa dalam Pancaroba: Kemana Semangat Muda? (1987), Antara Sri dan Saraswati (1987), Para Anugerahwan dan Para Pendamping (1988), Pemiskinan Seni Lukis (1989), Kampung Seni (1989), ARX’89: Tetirah Kerja (1989), Pameran Imajiner (1990), Greget Grafis Nusantara (1991), dan Keluar dari Status Quo (1992). Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif untuk menganalisis data penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah seni rupa dan teori kritik seni Feldman untuk memahami karakteristik kritik seni rupa Sanento dalam mendekati karya seni rupa maupun permasalahan seni rupa. Pendekatan ini diperlukan untuk melihat apa yang menjadi pemikiran penting Sanento Yuliman di bidang seni rupa. Melalui analisis terhadap tulisan-tulisan yang dijadikan sampel penelitian, ditemukan bahwa tulisan-tulisan Sanento di tahun 1968-1976 cenderung lebih banyak menggunakan metode kritik seni dan sejarah sebagai cara pendekatan masalah. Pada tulisan-tulisan yang dikerjakan pada tahun 1981-1991, Sanento cenderung memiliki tiga cara pendekatan lain yaitu sosiologi, kritik terhadap visi pendidikan seni, dan linguistik. Lima cara pendekatan yang dilakukan Sanento untuk mendekati persoalan seni rupa memunculkan sejumlah istilah khusus, seperti: lirisisme, anti-lirisisme, anti-elitisme, kagunan, imba, wanda, pendusunan, pemingitan, dll. Melalui analisis sampel tentang praktik kritik seni rupa Sanento Yuliman periode 1968-1992 ditemukan bahwa pada periode 1970-1976 Sanento menerapkan metode kritik seni dalam tulisan pengantar pameran dan buku. Di masa setelah Sanento pulang dari melaksanakan studi di Prancis, yaitu pada periode 1981-1992, Sanento lebih banyak menerapkan metode kritik seni melalui tulisan-tulisan di media massa. Ketentuan penulisan artikel di media massa yang membatasi panjang halaman dan jumlah kata mengakibatkan kelengkapan tahapan kritik seni rupa Feldman yang Sanento coba terapkan dalam tulisan-tulisan kritiknya mengalami pemadatan. Pemadatan ini terlihat melalui tahapan deskripsi yang langsung diikuti oleh analisis formal dan interpretasi, atau hipotesis yang menggantikan deskripsi untuk terlebih dahulu mengarahkan pembaca terhadap topik yang lebih luas sebelum masuk ke dalam ulasan yang lebih spesifik mengenai suatu pameran atau suatu karya seni. Pemadatan ini mengakibatkan penerapan tahapan kritik seni Feldman yang lengkap justru terjadi bukan di dalam tubuh tulisan melainkan dilakukan dalam proses penyusunan tulisan. Penilaian yang dilakukan oleh Sanento merupakan cara untuk menetapkan kebaruan estetik yang tengah dicapai seorang seniman atau sebagai koreksi terhadap praktik seni rupa Indonesia agar berkembang dengan kaidah-kaidah yang memadai. Berdasarkan analisis tulisan kritiknya, jika dibaca saat ini, akan menjadi perjalanan historis dari kesenirupaan Indonesia, sebab dalam setiap tulisan sampel Sanento menemukan visualisasi baru dalam karya seniman Indonesia saat itu. Sanento juga dengan tegas mampu menunjukkan kecenderungan baru seni rupa Indonesia.