







Bentuk kota dan pilihan moda memiliki hubungan yang kompleks. Studi-studi
yang pernah dilakukan menunjukkan hasil yang tidak konsisten, demikian pula
studi-studi terkait hubungan bentuk kota dengan pilihan berjalan kaki yang pada
umumnya dilakukan pada skala lingkungan/neighborhood. Ketidakkonsistenan
hubungan bentuk kota dan pilihan berjalan kaki terjadi karena keterbatasan
variabel yang menggambarkan bentuk kota; metode yang mengabaikan perilaku
pelaku perjalanan; dan terbatasnya skala ruang yang mengambarkan pola
perjalanan pelaku perjalanan. Dalam studi hubungan pilihan berjalan kaki dan
bentuk kota, sangat penting menempatkan berjalan kaki dalam satu kesatuan
sistem transportasi dalam skala ruang meso (lingkungan) hingga makro (kota),
dan mempertimbangkan perilaku perjalanan harian skala disaggregat pelaku
perjalanan dalam memilih berjalan kaki.
Dengan menempatkan berjalan kaki sebagai kesatuan sistem transportasi,
penelitian ini mengekplorasi dan menjelaskan keterkaitan antara bentuk kota
dan pengaruhnya terhadap pilihan berjalan kaki pelaku perjalanan. Penelitian ini
berupaya merumuskan variabel bentuk kota pada skala ruang meso (lingkungan)
dan makro (kota) dan mengukurnya, serta mengekplorasi pengaruh bentuk kota
tersebut terhadap pilihan untuk berjalan kaki untuk jenis perjalanan tertentu
berdasarkan aktivitas pelaku perjalanan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kombinasi (kuantitatif dan
kualitatif) dan perilaku perjalanan berbasis kegiatan. Studi kasus yang dipilih
adalah kota metropolitan (Kota Bandung) dan kota menengah-besar (Kota
Yogyakarta). Analisis berbasis kegiatan (activity-based analysis) sebagai sumber
data disaggregate digunakan untuk menganalisis perilaku perjalanan harian
responden dalam menggunakan moda perjalanan kaki. Responden dipilih secara
stratified random sampling berdasarkan pertimbangan kekompakan lingkungan
dan jarak ke pusat kota (lokasi tempat tinggal). Analisis kombinasi (kuantitatif dan kualitatif) digunakan untuk menganalisis hubungan bentuk kota dan pilihan
berjalan kaki oleh pelaku perjalanan serta untuk melakukan generalisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kota memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap perjalanan dengan berjalan kaki terutama terkait perjalanan
transit dan pengaruh pusat kota pada pilihan berjalan kaki. Beberapa faktor
spesifik seperti gender dan kepemilikan kendaraan mempunyai pengaruh
perjalanan dengan berjalan kaki yang berbeda jika dibandingkan dengan
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan. Disamping itu, penelitian ini juga
menemukan bahwa pada skala meso yaitu lingkungan tempat tinggal yang
kondusif mendukung terjadinya perjalanan dengan berjalan kaki.
Temuan-temuan utama dalam penelitian ini memperkuat argumen bahwa
perjalanan dengan berjalan kaki akan dipengaruhi oleh faktor-faktor bentuk kota.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pola perjalanan dengan berjalan kaki
merupakan keputusan individual pelaku perjalanan. Namun, keputusan untuk
melakukan perjalanan dengan berjalan kaki tidak hanya dipengaruhi oleh faktorfaktor
sosioekonomi saja. Penelitian ini membuktikan bahwa lingkungan eksternal
juga mempengaruhi keputusan melakukan perjalanan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa kondisi lingkungan, dari skala meso (lingkungan sekitar tempat tinggal)
dan makro (bentuk kota), juga memiliki pengaruh dalam menentukan karakter
pola perjalanan dengan berjalan kaki.
Hasil penelitian berkontribusi pada pengkayaan diskursus tentang perjalanan
dengan berjalan kaki, baik dalam konteks teori perencanaan kota maupun teoriteori
pada disiplin ilmu yang berkaitan dengan isu-isu perjalanan dengan berjalan
kaki. Untuk teori perencanaan studi ini memberikan tambahan konfirmasi tentang
pentingnya merencanakan kota yang kompak. Dalam konteks transportasi, studi
ini mendukung penggunaan moda bercampur dengan moda utama transportasi
publik, untuk mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi