ABSTRAK Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 1 Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 2 Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 3 Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 4 Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
BAB 5 Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
PUSTAKA Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
LAMPIRAN Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
JURNAL Grace
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» ITB
Perspektif internasional dalam dua dekade terakhir menunjukan bahwa pola
collaborative governance semakin mengemuka, termasuk dalam konteks pariwisata.
Dalam konteks Indonesia, salah satu contohnya dapat dilihat pada pemanfaatan DMO
(Destination Management Organization). Pendekatan ini giat diperkenalkan dan
diinisiasi pelaksanaannya sejak tahun 2011 oleh Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) di 16 kawasan destinasi. Salah satu ciri khas
pelaksanaan DMO adalah pemanfaatan pola jejaring yang terdiri dari para pelaku
kunci pariwisata dalam membangun komunikasi pembangunan pariwisata di daerah.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kebijakan, program, serta peran tiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam
pengelolaan pariwisata salah satu dari 10 Destinasi Pariwisata Prioritas yang berada
pada Ibukota Provinsi, yakni Kepulauan Seribu. Walaupun sudah termasuk dalam 10
Destinasi Pariwisata Prioritas, sampai saat ini, pengembangan destinasi wisata di
Kepulauan Seribu masih menghasilkan beberapa permasalahan terkait kondisi alam,
infrastruktur, sumber daya manusia, perekonomian, dan masalah-masalah lain yang
berkaitan.
Dalam penelitian ini, dilakukan identifikasi terhadap segala kebijakan,
program, atau kegiatan apapun yang dilakukan oleh tiap pemangku kepentingan yang
terlibat dalam pengelolaan pariwisata Kepulauan Seribu. Kemudian, penelitian akan
dilanjutkan dengan menganalisis konten dari temuan-temuan data sekunder dan
primer yang didapat dari tiap pemangku kepentingan, untuk dikelompokkan per
masing-masing enam elemen pembentuk pariwisata berdasarkan UNWTO, yakni
atraksi, amenitas aksesibilitas, citra, harga, dan sumber daya manusia. Setelah
temuan dari tiap pemangku kepentingan sudah dikelompokkan, akan dilakukan
stakeholder mapping dengan menggunakan kriteria yang telah ditentukan. Hasil dari
stakeholder mapping ini dijadikan dasar dalam pembentukan rekomendasi model tata
kelola destinasi berbasis DMO yang bisa diaplikasikan pada pengelolaan pariwisata
Kepulauan Seribu.
Penelitian ini diharapkan menghasilkan 3 hal. Pertama adalah daftar aktoraktor yang terlibat dalam kelembagaan pengelolaan destinasi wisata Kepulauan
Seribu. Kedua adalah program dan kebijakan dari tiap aktor yang terlibat dalam
pengelolaan pariwisata Kepulauan Seribu. Ketiga, ada pemetaan stakeholder untuk
melihat tingkatan tiap pemangku kepentingan dalam pengelolaan pariwisata
Kepulauan Seribu dan terakhir rekomendasi model tata kelola destinasi yang sesuai
untuk Kepulauan Seribu.