digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pengambilan keputusan dalam pemulihan tempat yang telah mengalami perubahan fisik yang cukup besar, selama ini lebih didominasi pertimbangan aspek keselamatan dan teknis fisik pembangunan yang lebih dominan. Perubahan tempat yang terjadi akibat bencana ataupun peristiwa lain yang tidak diharapkan, dapat mempengaruhi psikologi penghuninya, terlebih penghuni yang sudah lama menetap. Penghuni tidak saja mengalami perubahan tempat karena peristiwa yang tak terduga, namun keputusan penciptaan tempat dalam perencanaan pemulihan sendiri juga sering memaksakan perubahan yang lebih besar yang harus dialami penghuni, sehingga kerap menimbulkan masalah. Dalam hal pemindahan lokasi (relokasi) dan disain tempat, meski perencanaan telah dirancang dengan sebaik mungkin mengikuti kaidah-kaidah perencanaan yang tepat, namun sering terjadi penolakan. Ini menunjukan bahwa perencanaan tidak cukup hanya mempertimbangkan persoalan fisik yang kasat mata (tangible) namun juga harus mempertimbangkan persoalan yang tidak terlihat (intangible), yaitu hubungan emosional individu atau kelompok terhadap tempat yang disebut sense of place, yang sangat mempengaruhi ekspektasi dan kepuasan akan tempat bagi individu maupun kelompok. Namun persoalannya bagaimana dengan sense of place sendiri apakah setelah mengalami bencana akan tetap bertahan atau mengalami perubahan? Dari hasil penelitian sebelum, masih belum memberikan kepastian, sebagian penelitian terdahulu menyatakan sense of place mengalami perubahan akibat bencana, dari hubungan emosional yang positif terhadap tempat (topophilia) berubah menjadi negatif seperti rasa takut atau trauma terhadap tempat (topophobia). Namun sebagian peneliti menyatakan peristiwa bencana tidak mempengaruhi adanya perubahan sense of place. Sehingga perlunya penelitian pengaruh perubahan dan penciptaan tempat terhadap sense of place, untuk dapat mengungkapkan kemana sebenarnya arah keinginan individu atau kelompok dalam keputusan penciptaan tempat. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan pengaruh perubahan dan penciptaan tempat terhadap sense of place. Penelitian ini juga mengungkapkan bagaimana eksistensi sense of place setelah mengalami bencana, apakah mengalami perubahan atau tidak baik akibat perubahan fisik tempat yang tidak diinginkan maupun yang diinginkan (placemaking). Penelitian dilakukan pada kawasan wisata yang terdampak bencana besar, aspek pariwisata sebagai faktor eksternal yang diangkat dalam menggali adakah pengaruhnya pada perubahan sense of place bagi masyarakat penghuni. Studi kasus yang dipilih adalah kawasan Lava Tour Merapi, Kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Metodologi penelitian yang dipakai adalah perpaduan kualitatif-kuantitatif (mixed method eksplanatori sequensial) yang dikombinasikan dengan prosedur transformasi dengan tahapan Quan-Qual. Penelitian lebih bersifat induktif dengan faktor terbentuk secara simultan timbal balik. Analisis data-data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus, berupa catatan wawancara dan diskusi, dilakukan seleksi dan disarikan ke dalam variabel-variabel yang telah ditentukan, sehingga diperoleh inti informasi yang dikuatkan dengan hasil diskusi kelompok masyarakat dan pembuatan peta oleh masyarakat sendiri. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa adanya perubahan dimensi sense of place pada beberapa objek tempat yang dipengaruhi oleh adanya perubahan dan penciptaan tempat. Aspek pariwisata memperkuat kedudukan sense of place dalam bentuk yang berbeda dari sebelum bencana. Ada sebagian penataan dan disain tempat yang tetap dipertahankan seperti sebelum maupun sesudah mengalami bencana, namun ada juga terjadinya penciptaan tempat (placemaking). Sebagian objek bertahan pada dimensi positif, sense of place dan sebagian mengarah pada dimensi negatif yaitu placelessness. Namun secara signifikan tidak ada perubahan dimensi topophilia ke arah topophobia. Penelitian ini memberikan kontribusi substantif dalam teori sense of place dan penciptaan tempat yaitu bahwa meski bencana atau peristiwa yang tidak diinginkan menyebabkan perubahan tempat, tapi tidak selalu berarti mempengaruhi terjadinya perubahan sense of place. Penelitian ini merupakan pengembangan dari teori-teori sense of place sebelumnya, menjelaskan pengaruh perubahan tempat yaitu perubahan pergerakan, perubahan fungsi dan perubahan nilai budaya terhadap sense of place, akibat adanya peristiwa yang tidak diharapkan maupun yang diharapkan pada proses penciptaan tempat (placemaking). Kontribusi ini diharapkan dapat menjadi landasan praktis perencanaan pemulihan tempat khususnya pada kawasan wisata yang berorientasi pada aspek humanitas dan karakteristik lokal. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan dalam keputusan penetapan tempat tinggal baru dan perubahan desain tempat dalam perencanaan pemulihan setelah bencana.