20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-COVER_.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_1_1.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_2_.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_3.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_4_.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_5.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-BAB_6.pdf
PUBLIC Alice Diniarti 20018_TS_PP_AJI_RIO_SUTRISNO_1-PUSTAKA_.pdf
PUBLIC Alice Diniarti
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) adalah suatu keadaan di mana hutan dan
lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan degradasi lingkungan, gangguan
kesehatan, kerugian perdagangan dan pariwisata serta biaya restorasi ekosistem.
Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang hampir setiap
tahun mengalami karhutla, wilayah dengan potensi titik api tinggi menjadi
ancaman bencana kabut asap serius di Kota Pontianak. Karhutla sering
dihubungkan dengan proses pembukaan lahan dan luasnya lahan gambut, selain
itu strong el nino merupakan faktor alam yang memperparah kejadian karhutla
seperti yang terjadi di tahun 1982, 1997 dan 2015.
Studi ini bertujuan untuk mengkaji kapasitas masyarakat Kota Pontianak dalam
menghadapi kabut asap akibat karhutla khususnya di Kelurahan Bansir Darat.
Sasaran penelitian ini adalah mengidentifikasi persepsi masyarakat terhadap kabut
asap, mengidentifikasi kapasitas masyarakat dalam menghadapi kabut asap, dan
mengidentifikasi hubungan karakteristik dan persepsi masyarakat dengan
kapasitas masyarakat dalam menghadapi kabut asap. Metode analisis dilakukan
secara kuantitatif, pengumpulan data primer dilakukan melalui angket, wawancara
dan observasi sedangkan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka, data
instansi dan media daring. Kapasitas masyarakat dihitung berdasarkan 4 aspek
yaitu : ekonomi, pengetahuan dan keterampilan, teknologi dan informasi dan
infrastruktur.
Menurut persepsi masyarakat Bansir Darat, bencana kabut asap dirasakan hampir
setiap tahun dan dampak terburuk adalah gangguan kesehatan. Dalam menghadapi
kabut asap, 21,82% siap, 28,18% tidak siap, dan 50% cukup siap namun rentan
ketika bencana kabut asap terjadi. Uji statistik menemukan hubungan yang
signifikan antara kelompok pekerjaan dan jenis permukiman dengan kapasitas
masyarakat. Upaya pengurangan risiko kabut asap dapat dilakukan dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat berdasarkan aspek pembentuk kapasitas
masyarakat, dan memperhatikan karakteristik masyarakat yang memiliki
hubungan signifikan dengan kapasitas masyarakat.