digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

WildanHanifS3.pdf
PUBLIC Open In Flip Book Noor Pujiati.,S.Sos Ringkasan

Peradaban manusia meniscayakan lahirnya budaya elit dan budaya massa populer. Produk atau karya budaya elit yang dianggap high culture kerap menuntut intelektualitas dan kepekaan yang tinggi untuk meresponnya. Karya seperti ini biasanya diminati oleh segelintir orang yang dianggap mengerti dan memahami maknanya. Sebaliknya, ada banyak produk atau karya yang termasuk ke dalam budaya massa yang populer dengan jumlah peminat yang sangat banyak. Produk budaya populer ini disebut low culture dan sering diistilahkan oleh sebagian kalangan elit dunia seni dan desain sebagai ‘kitsch’ yang berarti ‘selera rendah’. Tujuan utama kitsch adalah menarik perhatian massa sesegera mungkin dengan memanfaatkan objek seni tinggi, objek sehari-hari, mitos modern, mitos tradisional ataupun mitos populer untuk menaikkan nilai ekonominya. Iklan televisi komersial termasuk varian produk kitsch yang direproduksi dengan mesin pencitraan audio visual. Teknik dan gaya ungkap Iklan tv produk komersial, terutama yang menggunakan unsur provokasi, keanehan/ keganjilan objek, repetisi, serta adegan yang melawan logika, selalu ada dan muncul setiap tahun di layar kaca di Indonesia. Khalayak sasaran iklan-iklan semacam ini terutama adalah masyarakat ekonomi bawah, dengan selera tertentu yang khas. Khalayak sasaran yang dipilih sebagai partisipan dalam penelitian ini adalah komunitas petugas kebersihan di salah satu perguruan tinggi seni di Bandung, dengan habitus berupa modal ekonomi kelas bawah, modal sosial budaya dengan kultur Sunda, dan modal intelektual pendidikan formal rata-rata SMP. Partisipan penelitian ini selanjutnya diistilahkan dengan khalayak sasaran ‘lokal’ guna memudahkan penyebutan. Permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: bagaimana implementasi ‘kitsch’ dalam iklan TV ?, bagaimana relasi iklan TV kitsch dengan khalayak sasaran ‘lokal’?, serta bagaimana karakteristik selera dari khalayak sasaran ‘lokal’ tersebut?. Metode penelitian yang digunakan merupakan metode campuran yang bersifat interdisiplin, yakni : Metode Analisis Isi Iklan TV dan Metode Studi Etnografi, dalam ruang lingkup cultural studies. Keberadaan teori yang tepat merupakan syarat mutlak dalam metode analisis isi (content analysis). Elemen dan cara kerja kitsch digunakan untuk menentukan 4 objek iklan yang dipilih berdasarkan asumsi kuatnya unsur kitsch pada ke-4 iklan tersebut. Pendekatan konsep habitus dari Pierre Bourdieu digunakan untuk memilih Partisipan penelitian. Metode etnografi dilakukan dengan cara observasi dan wawancara mendalam terhadap khalayak sasaran setelah mereka merespon tayangan iklan tv yang memiliki kecenderungan kitsch yang sangat kuat, dan mengungkapkan elemen yang paling disukai dalam iklan TV, yang menunjukkan selera mereka. Hasil Analisis Isi Iklan TV menunjukkan bahwa ke-empat Iklan TV yang dipilih terbukti memiliki kecenderungan kitsch yang sangat kuat, akan tetapi memiliki perbedaan dalam jenis elemen dan jenis cara kerja kitsch masing-masing. Hasil etnografi khalayak sasaran lokal memperlihatkan bahwa selera mereka sangat dipengaruhi oleh habitus kultur Sunda yang merupakan faktor internal yang sangat penting. Selera tersebut dipupuk sejak kecil oleh nilai-nilai yang dihayati oleh masyarakat Sunda, yang tercipta melalui proses sosialisasi yang berlangsung lama, yang mengendap menjadi cara berpikir dan berperilaku. Faktor internal berupa habitus ini akan membentuk selera seseorang, dan akan membuat perbedaan atau keunikan yang khas pada diri khalayak sasaran, yang akan membedakan sekaligus menyamakannya dengan selera temannya. Riset ini juga membuktikan bahwa elemen dan cara kerja kitsch dalam iklan tv ini direspon dengan baik oleh khalayak sasaran ‘lokal’. Mereka menyukai elemen dan cara kerja kitsch yang ditampilkan oleh iklan tersebut dengan berbagai ungkapan dalam bahasa Sunda yang berkonotasi positif seperti sae (bagus), kreatip (kreatif), bodor (lucu), meriah, resep (senang), enakeun (enak dinikmati). Selera Khalayak Sasaran Lokal juga memiliki ciri umum dan ciri khusus berdasarkan kesukaan mereka terhadap berbagai elemen dalam iklan kitsch. Ciri umum yang menjadi persamaan selera mereka terutama pada suasana yang ramai dan meriah, serta pada unsur sensualitas artis wanita cantik dalam iklan-iklan tersebut. Ciri khusus atau spesifik terdapat pada tiga hal, yakni: elemen dalam iklan berupa objek atau adegan yang mengandung kelucuan atau humor, elemen berupa objek ganjil dan ajaib, serta elemen berupa unsur tradisi/ unsur lokal kedaerahan yang diangkat dalam iklan. Lima karakter selera khalayak sasaran adalah: Sensualitas, Kemeriahan, Kelucuan, Keajaiban, dan Kelokalan. Lima karakter selera ini tidaklah murni tersekat-sekat atau terpisah satu dengan yang lainnya. Ada semacam irisan atau bauran di antara kelimanya. Sensualitas yang disukai Partisipan adalah sensualitas yang juga meriah, lucu, ajaib, dan juga bersifat kedaerahan. Demikian pula dengan Kemeriahan yang disukai Partisipan adalah kemeriahan yang mengandung unsur sensual, lucu, ajaib, dan bersifat kedaerahan. Demikian seterusnya. Karakter selera yang membaur dan saling melengkapi seperti ini sangat mungkin terjadi dalam diri khalayak sasaran ‘lokal’ yang memiliki habitus yang khas seperti mereka. Selera khalayak sasaran relatif dipengaruhi oleh seni pertunjukan berbasis budaya Sunda yang terdapat di lingkungan pekerjaan dan di lingkungan tempat tinggal mereka.