digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Di Indonesia film indie mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada masa pascareformasi. Perkembangan ini seiring dengan berkurangnya jumlah bioskop, berkurangnya produksi, dan adanya keseragaman ide, gagasan, pesan, dan estetika dari kreator film layar lebar nasional. Pertumbuhan dan perkembangan ini didukung oleh tersedianya teknologi visual digital film yang mudah dan murah, memungkinkan lebih banyak orang dapat mengakses dan terlibat dalam produksi film. Gerakan film indie didukung oleh komunitas film indie. Komunitas ini menjadi subkultur yang identik dengan perlawanan atas kebiasaan, nilai-nilai, dan gaya hidup budaya dominan. Komunitas ini mengusung kreativitas dan kebebasan berekspresi melalui pendekatan dan gaya ungkap dalam media film. Komunitas film indie tumbuh dan berkembang di kota-kota besar di Indonesia termasuk komunitas film indie Bandung. Banyak gagasan dan bentuk karya dari komunitas ini sampaikan dengan menarik dan eksperimental. Untuk itu diperlukan upaya lebih jauh untuk dapat memahami, memaknai, dan mengapresiasi teks film indie. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih jauh mengetahui; bagaimana memahami konstruksi teks film indie karya komunitas film indie Bandung, bagaimana ekspresi gagasan dan pesan perlawanan pada konstruksi teks film, dan bagaimana interpretasi dan makna dalam teks film indie karya komunitas film indie Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan cultural studies melalui metode penelitian hermeneutika Paul Ricoeur dengan teknik deskriptif interpretatif. Tahapan penelitian ini dilakukan dengan mengkombinasikan analisis film konvensional dengan pemaknaan hermeneutik Paul Ricoeur dengan tahapan; (a) Mengamati dan mempelajari unsur naratif film berupa: cerita dan plot, pembabakan, struktur dramatik, elemen pokok, konteks ruang dan waktu serta informasi yang terkandung dalam cerita; (b) Mengamati dan mempelajari struktur teks film berupa shot, adegan, dan sekuen; (c) Membuat pemisahan dan pengelompokan sekuen beserta pola strukturnya dan membuat rincian sekuen berdasarkan urutan plot film. membuat ringkasan plot masing-masing segmen cerita; (d) Mengamati dan mengkaji unsur-unsur sinematik film berupa mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara; (e) Melakukan pembacaan gaya ungkap dalam menyampaikan pesan dikaitkan dengan ii representasi perubahan sosial masyarakat pada teks film; (f) Membuat simpulan hasil penelitian; (g) Menyajikan hasil simpulan. Dari 346 judul film yang diperoleh dari sumber data dilakukan empat tahap seleksi untuk menentukan film indie dengan judul “Lie ≠ Pray; Sign’s of The End’ dan “Para Lelaki Aneh” sebagai objek kajian penelitian. Film ini dipilih berdasarkan petimbangan; bentuk dan gaya ungkap, serta kompleksitas tema permasalahan yang dianggap dominan dalam teks film yang meliputi; identitas, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan gender. lebih lanjut dilakukan tahapan analisis objek kajian penelitian; (a) Membaca dan mendeskripsikan teks untuk memahami konstruksi teks; (b) Menganalisis teks untuk memahami makna eksplisit dan makna implisit untuk mengungkap inkonsistensi atau kontradiksi internal teks; (c) mentransformasikan makna teks untuk memunculkan konstruksi makna baru temporer untuk memperolah pemikiran, gagasan, dan bentuk perlawanan yang ada teks film obyek penelitian. Dari hasil analisis diperoleh hasil dan kesimpulan; (a) secara umum konstruksi teks film indie karya komunitas film indie Bandung masih menggunakan pola struktur naratif film mainstream dan unsur-unsur sinematik sebagai medium gaya ungkap; (b) Pesan perlawanan disampaikan melalui gaya ungkap yang beragam, baik melalui pilihan estetika bentuk maupun konten film. Konten perlawanan diekspresikan oleh kreator film indie mayoritas dilakukan dengan pendekatan genre realis, komedi, parodi, dan surealis. Humor satire sebagai salah satu pendekatan yang digunakan oleh kreator untuk menyampaikan pesan perlawanan yang tidak konvensional dan bersifat dekonstruktif. Pendekatan ini dianggap sesuai dengan karateristik orang Sunda. Kreator melakukan perlawanan dalam teks pada unsur sinematik: mise-en-scene, sinematografi, editing dan suara; (c) Perlawanan tidak dinyatakan dalam bentuk perlawanan konfrontasional. Perlawanan dalam teks film indie di Bandung disampaikan dengan prinsip sineger tengah yakni mengambil posisi tengah sebagai harmoni, bentuk tindakan yang terkontrol agar tetap wajar dan seimbang. Bentuk perlawanan dengan pendekatan penyadaran diri dan kelompok dengan pendekatan prinsip silih asih, silih asah, silih asuh, untuk dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi banyak pihak. Masih terbuka kemungkinan perbedaan pemaknaan perlawanan dalam prinsip harmoni ini bagi penonton dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.