digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

DeboraPatricia27016011.pdf
PUBLIC Noor Pujiati.,S.Sos

Seni adalah hasil imajinasi, dan kekuatan imajinasi berakar pada kekuatan kreatif akal. Kekuatan kreatif akal bersatu dengan emosi akan melahirkan ekspresi. Seni yang dihasilkan dari ekspresi. Ekspresi itu kemudian direpresentasikan dalam bentuk simbolik dekoratif ornamental. Terinspirasi dari seni tradisi yang penuh paradoks, kearifan lokal, pikiran-pikiran primordial yang bertolak dari sistem religinya, dan filosofi lokal yang merupakan akar tunjang kearah mana pucuk pohon budaya akan tumbuh. Sebuah seni yang memandang dunia secara heterogen, selalu mengandung nilai transenden, transenden-imanen, dan imanen. Seni yang meletakkan dan menggunakan bentuk simbol-simbol dengan makna yang terkandung di dalamnya. Penulis memiliki ketertarikan terhadap kebudayaan Sunda secara khusus, sebagai seorang yang terlahir di tatar Sunda tapi tidak berasal dari suku (etnis) Sunda, penulis mempunyai sebuah ‘rasa tanggung jawab’ sebagai putra daerah untuk membawa kearifan lokal yang berakar pada budaya etnis Sunda secara khusus dan budaya etnis di Nusantara secara umum ke dalam karyanya. Karyanya merupakan sebuah hasil leburan dari pengamatannya mengenai kebudayaan sunda yang bertaburan filosofi dan makna, sebuah proses ‘ingin tahu’ bagaimana bentukan sebuah karya yang terinspirasi dari tradisi akankah mendapatkan posisi dalam dunia seni Kontemporer. Dapatkah karya yang mengolah dekoratif ornamental ini masuk ke dalam ‘frame’ atau bingkai seni masa kini. Penulis mengamati dan merespon terhadap sebuah ‘kesadaran’ buatan (artificial awareness) yang sedang ‘bangkit’ dan menjadi sebuah euforia cinta budaya. Memakai simbol-simbol budaya, dan seni tradisi tanpa mau lebih mempelajari mengenai makna dan arti filosofis yang terkandung di dalamnya. Sebuah kesadaran kepentinganlah yang sedang diusung saat ini. Sebuah kesadaran yang mengandung conflict of interest. Budaya menjadi sebuah benda dagang (trade commerce) semata dan sebatas benda pariwisata. Budaya Sunda adalah harta karun yang dibanggakan orang Sunda tapi masih berkisar pada tataran emosional dikarenakan pemahaman mengenai budaya belum menyeluruh dan sudut pandang komparatif-globalnya masih sempit, sangat disayangkan dan hal inilah yang terus mencambuk penulis untuk bagaimana menemukan cara dalam menghadirkan seni yang adiluhung itu dalam bingkai seni kontemporer tanpa kehilangan makna filosofisnya. 3 Penulis ingin ‘memprovokasi’ penglihatan dan pemikiran bahwa harus ditumbuhkan kesadaran murni, bukan hanya sekedar kesadaran buatan (artificial awareness) semata yang ditunjukkan dalam rangkaian karyanya yang merupakan gabungan-gabungan kertas yang sudah digambari oleh ornamen dekoratif ornamental. Hidup dalam dunia yang serba buatan (artificial) dan serba teknologi, serba modern, dan siap pakai (ready made) membuat manusia ingin mempermudah segala sesuatu dengan melakukan bypass (memotong) seperti yang tertuang dalam karya. Penulis memotong dan mengikuti bentukan dekoratif , menghilangkan batasan yang normatif ada pada lukisan. Posisi lukisan dan gabungan dekoratif ornamental dapat berubah seperti kehidpan di dunia saat ini yang selalu ready made (siap pakai), respon terhadap keinstanan yang ada di dunia modern saat ini. Bagaimana sebuah karya harus bisa ‘cair’ dalam bentuk representasi, karena menurut penulis representation matter.