digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penilaian kondisi jembatan rangka di Indonesia mengacu pada metoda yang diatur dalam BMS (Bridge Management System). Metode yang ada sangat dipengaruhi oleh subyektifitas inspektor sehingga hasil penilaian jembatan tidak standar dan kurang dapat memberikan kemudahan bagi pengambil keputusan dalam menyusun rangking nilai kondisi berbagai jembatan. Padahal rangking nilai kondisi ini sangat berguna untuk dijadikan acuan dalam penetapan prioritas program pemeliharaan jembatan. Penelitian ini disusun untuk membantu penilaian kondisi jembatan rangka baja dengan model agregasi nilai kondisi dan memasukan bagian-bagian elemen struktur jembatan dengan cara pembobotan terhadap masing-masing komponen, untuk memperoleh nilai bobot fungsional yang lebih objektif. Metode penilaian kondisi ini dikembangkan untuk memeriksa kondisi jembatan akibat kerusakan-kerusakan pada komponen-komponen jembatan (indikator fisik) melalui penilaian inspektor, pada bangunan atas jembatan. Sehingga dapat meminimasikan subjektivitas penilaian inspektor melalui perbandingan validasi. Penilaian kondisi komponen bangunan atas jembatan menggunakan analisis pendekatan Proses Hirarki Analisis (PHA) yang didasarkan atas pendapat para ahli, dengan menyebarkan kuisioner terhadap 30 responden yang terdiri dari kelompok responden dari Dinas Bina Marga, Puslitbang Jembatan, dan Konsultan Perencana Jembatan. Dari hasil analisis yang dilakukan terhadap lima jembatan rangka baja di ruas Pantura Jawa Barat yaitu jembatan Karang Sembung, Ciasem III, Cipangaritan, Cigadung B, dan Cimanuk II dengan menggunakan cara BMS dengan pendekatan PHA dan cara BMS Bina Marga menghasilkan prioritas penanganan terhadap komponen-komponen yang mengalami kerusakan sebagai dasar penentuan pemeliharaan yang berbeda. Dengan cara BMS Bina Marga bahwa kerusakan terjadi pada rangka baja (dengan nilai kondisi = 4), siar muai (NK=4), dan landasan jembatan (NK=4), sedangkan cara BMS dengan menggunakan pendekatan PHA dapat diketahui bahwa kerusakan terjadi pada siar muai (dengan nilai kondisi =3) dan landasan jembatan (NK=3). Hasil validasi cenderung sama dengan nilai kondisi BMS pendekatan PHA. Selain itu kedua nilai kondisi diatas cenderung berbeda dibandingkan nilai kondisi BMS.