2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-COVER.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 1.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 2A.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 2B.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 2C.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 3.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 3A.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 3B.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 4.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 4A.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 4B.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 4C.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-BAB 5.pdf
PUBLIC Ena Sukmana 2013 TA PP OSWALDZ SAMUEL NABABAN 1-PUSTAKA.pdf
PUBLIC Ena Sukmana
Sub-DAS Ciliwung bagian hulu tesebar dari wilayah Gunung Pangrango sampai pada Bendung Katulampa berfungsi sebagai pelindung dan penyangga DAS utama yang berpengaruh terhadap potensi banjir Jakarta. Faktor meteorologi yang berkaitan dengan debit air sungai yaitu tinggi air dan intensitas curah hujan. Debit air sungai yang berlebih merupakan salah satu faktor utama yang menentukan terjadinya banjir dan berguna sebagai proses awal untuk melakukan proses mitigasi. Untuk melakukan mitigasi dan pengolahan data debit, diperlukan data pertambahan tinggi air yang diperoleh pada waktu yang aktual. Pengukuran debit secara manual oleh operator sangat rentan terjadi kesalahan dalam pembacaan data sehingga menghasilkan kesalahan yang sangat fatal dimana data yang dicatat bukan merupakan data sebenarnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu alat
pengukur tinggi muka air yang dapat mengambil data secara praktis dan bisa mengirimkan data kapan saja.
Pengukuran dilakukan di daerah bendung Katulampa. Data masukan tinggi air dikonversi menjadi debit dengan menggunakan metoda manning. Data curah hujan di konversi menjadi debit dengan menggunakan model HEC HMS akan dibandingkan dengan keseluruhan data sehingga diperoleh korelasi dan RMSE antar data. Peluapan air dihitung dengan metode Muskingum.
Berdasarkan hasil debit model HEC-HMS dengan masukan data curah hujan, tata guna lahan dan jenis tanah yang dibandingkan dengan hasil perhitungan debit dengan metoda manning dengan menggunakan alat instrumentasi dan juga data debit pos bendung, penggunaan lahan dan jenis tanah yang di dominasi oleh latosol mempengaruhi jumlah air masuk pada sungai yang disebabkan hujan. Semua data debit dari alat yang diolah dengan metoda manning dibandingkan hasilnya dengan data debit pada pos bendung dan menghasilkan korelasi yang baik. Pada penelitian ini korelasi antara data tinggi air alat dengan tinggi air bendung sebesar 0,89 menyatakan bahwa alat sensor layak digunakan dalam pengukuran tinggi air secara otomatis dengan tetap melakukan kalibrasi lapangan, karena mempunyai kesamaan pola pergerakan data, sedangkan Nilai RMSE tinggi
air sebesar 25,9cm menyatakan bahwa AWLR yang dibuat masih perlu kalibrasi agar akurasi data semakin baik sehingga layak digunakan sebagai penghitung ketinggian air dilapangan dengan melakukan perhitungan lapangan yang sesuai dengan kebutuhan.