Studi ini menyimpulkan dengan mengusulkan model integratif untuk mendefinisikan dan mengukur kota kreatif dengan menjembatani orientasi ekosentris dan kulturosentris. Model ini menggabungkan perspektif ganda, yaitu pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh inovasi dan vitalitas budaya yang berakar pada komunitas dan warisan. Bandung, Indonesia, menjadi studi kasus untuk mengaplikasikan model ini dalam konteks urbanisasi yang pesat. Model tersebut mengidentifikasi sepuluh elemen inti yang dikategorikan ke dalam orientasi kulturosentris (sektor seni, sumber daya budaya, komunitas kreatif, inklusi sosial, dan kapabilitas akar rumput) dan ekosentris (ekonomi kreatif, kelas kreatif, ruang kreatif, regenerasi perkotaan yang dipimpin oleh budaya, industri kreatif, dan pembuatan kebijakan kota). Model integratif ini, yang menggabungkan orientasi ganda Smith dan Warfield dengan kapitalisme kognitif-kultural Scott, memberikan lensa holistik untuk mengevaluasi kota kreatif dan menekankan saling ketergantungan modal ekonomi dan budaya. Studi ini juga menyoroti tantangan dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keadilan sosial dan menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, sektor swasta, komunitas, dan media. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menguji generalisasi model ini di berbagai pengaturan perkotaan dan untuk mengeksplorasi peran teknologi digital dalam membentuk kembali industri kreatif dan partisipasi budaya.