Setelah melakukan FGD dengan desainer grafis profesional, wiraswastawan, akademisi, dan peserta magang, ditemukan bahwa pemahaman tentang desain grafis di Indonesia sedikit berbeda dengan definisi literatur, terutama dengan munculnya istilah Desain Komunikasi Visual (DKV). Meskipun SKKNI menyatakan keduanya substansial sama, DKV lebih umum di ranah akademis karena perkembangan media, sementara desainer grafis lebih sering digunakan oleh praktisi. Perkembangan desain grafis meluas ke media cetak, spatial, digital, hingga virtual/augmented reality. Desain kini tak hanya perencanaan, tetapi juga pemecahan masalah kompleks yang membutuhkan desainer profesional dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan stakeholder. Hasil FGD juga menunjukkan bahwa permasalahan etika profesi, terutama dalam komunikasi, kerap terjadi di berbagai tingkatan, dari peserta magang hingga senior, meskipun kemampuan teknis semakin meningkat. Di Bandung, meski atmosfer kolaborasi tinggi, pemahaman etika profesi seringkali hanya berdasarkan asumsi pengalaman, yang menjadi kendala. Oleh karena itu, penanaman sikap profesionalisme, pemahaman etika profesi (termasuk mengacu pada Icod dan SKKNI), serta pemberian studi kasus yang tepat menjadi penting, terutama bagi peserta magang yang membutuhkan panduan praktis selain pemahaman tekstual. Media pembelajaran interaktif, seperti film simulasi studi kasus, dianggap efektif untuk menyampaikan informasi etika profesi.