Studi ini mengembangkan model sistem manajemen kinerja (PMS) baru yang disesuaikan untuk pemerintah daerah Indonesia, menjawab empat pertanyaan penelitian utama. Model ini menggunakan desain penelitian multimethod, mengintegrasikan Systematic Literature Review (SLR), Soft Systems Methodology (SSM), dan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk memberikan kemajuan teoritis dan inovasi praktis.
Pertanyaan pertama mengidentifikasi kriteria kerangka kerja PMS yang efektif, menggunakan SLR dan SSM untuk merumuskan Kerangka Kerja Dampak (Impact Framework) yang terdiri dari enam dimensi: integratif, multipartisipatif, produktif, adaptif, kontekstual, dan transformatif. Kerangka ini mengatasi keterbatasan implementasi PMS sebelumnya seperti SAKIP dan LAKIP.
Pertanyaan kedua membahas struktur kerangka kerja PMS yang memenuhi kebutuhan khusus pemerintah daerah Indonesia. Studi ini mengusulkan model PMS baru yang mengintegrasikan Kerangka Kerja Dampak (Impact Framework) dengan kerangka kerja SMARTER KPI dan mekanisme untuk perencanaan partisipatif dan umpan balik iteratif. Konsep SMARTER KPI ditingkatkan dengan menambahkan elemen "Engaging" (Menarik) dan "Responsive" (Responsif).
Pertanyaan ketiga berfokus pada identifikasi dan prioritas indikator kinerja yang relevan menggunakan AHP, yang mengintegrasikan penilaian ahli untuk menciptakan hierarki indikator yang selaras dengan tujuan strategis. Proses ini memastikan indikator diberi bobot berdasarkan relevansi, kelayakan, dan dampak kebijakan, menghasilkan kerangka kerja KPI bertingkat.
Pertanyaan keempat mengeksplorasi bagaimana prototipe PMS dapat mendukung implementasi di tingkat operasional. Studi ini menerjemahkan kerangka kerja konseptual menjadi model operasional yang terdiri dari bagan alur proses bisnis, matriks RASCI, sistem KPI cascading, formulasi skor KPI terstruktur, dan mockup dasbor.
Model PMS yang diusulkan mengatasi keterbatasan SAKIP dan LAKIP, memastikan penyelarasan strategis yang lebih kuat, partisipasi pemangku kepentingan yang luas, umpan balik waktu nyata, kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lokal, alokasi sumber daya yang efisien, sistem pelaporan yang mudah digunakan, dan budaya inovasi berkelanjutan. Model ini menjembatani wawasan teoritis dengan realitas operasional, berpotensi menawarkan wawasan berharga kepada sistem pemerintahan terdesentralisasi lainnya secara global.
Studi ini menawarkan model baru dan integratif untuk PMS pemerintah daerah yang menggabungkan kekokohan konseptual dengan penerapan praktis. Integrasi SSM, Kerangka Kerja Dampak (Impact Framework), AHP, dan SMARTER KPI menunjukkan konvergensi inovatif dari metode dan kerangka kerja. Model ini memberdayakan pemerintah daerah untuk menyelaraskan perencanaan strategis dengan pelaksanaan anggaran, mendorong keterlibatan pemangku kepentingan yang berarti, dan beradaptasi secara dinamis terhadap tantangan yang muncul.
Implikasi praktis dari studi ini adalah model yang terstruktur, partisipatif, dan adaptif yang mengatasi tantangan yang dihadapi pemerintah daerah dalam hal fragmentasi kelembagaan, ketidaksesuaian regulasi, dan kendala kapasitas. Model ini memungkinkan penyelarasan yang lebih kuat antara perencanaan strategis, penganggaran, dan evaluasi kinerja. Ini memfasilitasi pengambilan keputusan yang lebih terinformasi dan transparan dalam pemilihan dan prioritas indikator kinerja. Ini juga memiliki implikasi yang signifikan bagi pengembangan kapasitas organisasi. Integrasi kerangka kerja SMARTER KPI meningkatkan peran manajemen kinerja sebagai proses kolaboratif. Model ini mendorong pemerintahan adaptif, memungkinkan pemerintah daerah menyesuaikan strategi, indikator, dan pendekatan implementasi berdasarkan umpan balik kinerja waktu nyata.
Studi ini mengakui keterbatasan dalam hal landasan empiris dalam satu kasus (pemerintah kabupaten Bantul) dan ruang lingkup pengumpulan data, yang terbatas pada perspektif para pejabat. Penelitian di masa depan dapat mencakup validasi empiris di pemerintah daerah lain, studi komparatif lintas negara, desain penelitian longitudinal, dan eksplorasi teknologi digital yang muncul. Penelitian di masa depan juga harus menggabungkan teknik kuantitatif canggih dan bergerak menuju pelembagaan penuh dalam sistem pemerintahan yang sebenarnya.
Rekomendasi untuk penelitian di masa depan meliputi penerapan dan pengujian model di berbagai pengaturan pemerintah daerah, desain penelitian longitudinal untuk menilai efektivitas jangka panjang, eksplorasi skalabilitas model ke tingkat administrasi lain, integrasi teknologi digital yang muncul, dan penggunaan teknik kuantitatif yang lebih canggih. Penelitian di masa depan harus bergerak dari pengembangan model dan pembuatan prototipe dasbor menuju pelembagaan penuh dalam sistem pemerintahan yang sebenarnya. Selain itu, direkomendasikan bahwa penelitian di masa depan menggabungkan pengembangan dan validasi indikator utama dan indikator tertinggal untuk KPI yang diusulkan, untuk memastikan pendekatan pengukuran yang seimbang.