Bab ini menyajikan sintesis komprehensif hasil penelitian tentang karakteristik spasial dan teknis sistem pengelolaan sampah di Cibinong Raya, yang difokuskan pada pola distribusi fasilitas, persebaran titik timbulan sampah, dan efektivitas jangkauan layanan. Penelitian ini menyoroti tantangan utama dalam akses dan pengelolaan sampah, terutama di permukiman padat dan area dengan sampah liar tinggi, dan menyajikan temuan kunci yang menjadi dasar rekomendasi strategis dan model pengelolaan spasial adaptif.
**Temuan Penelitian:**
* Penelitian fokus pada enam kecamatan inti Cibinong Raya, menekankan pengelolaan sampah dari pengumpulan hingga pengangkutan ke TPA.
* **Sasaran 1:** Identifikasi komponen spasial dan teknis mengungkap ketimpangan distribusi TPS, dengan Cibinong dan Sukaraja lebih baik, sementara Babakan Madang dan Tajur Halang kekurangan fasilitas. Titik timbulan sampah liar terkonsentrasi di permukiman padat dan pinggiran, terutama di Babakan Madang, Tajur Halang, dan Citeureup. Fasilitas TPS dan sampah liar cenderung terpusat di koridor permukiman utama.
* **Sasaran 2:** Penyusunan kerangka sistem mengungkap belum terintegrasinya sistem pengelolaan sampah, dengan gap layanan dan konsentrasi armada di pusat kecamatan. Ketersediaan fasilitas dan jaringan layanan belum seimbang dengan kebutuhan, menyebabkan penumpukan sampah. Rute pengangkutan yang ada membebani logistik, terutama di pinggiran. Titik prioritas penambahan fasilitas teridentifikasi di wilayah backlog, dan zona rawan sampah liar berhasil dipetakan.
* **Sasaran 3:** Perumusan model konseptual *spatially-enabled SWM* mengintegrasikan sebaran fasilitas, zona risiko, pola pengangkutan, dan kebutuhan intervensi. Model ini diharapkan membantu kebijakan berbasis bukti spasial dan adaptif, serta dapat direplikasi di wilayah periurban lain.
**Evaluasi Model:**
Model *spatially-enabled SWM* lebih efisien, adaptif, dan presisi dibandingkan sistem konvensional, yang bergantung pada pendekatan administratif-statistik statis. Model ini mengintegrasikan analisis spasial (overlay, buffer, KDE, network analysis, MCDA) untuk pengambilan keputusan yang lebih objektif dan berbasis bukti. Efisiensi model ini mengoptimalkan sumber daya, mengurangi backlog pelayanan, dan meningkatkan keadilan layanan.
**Kesimpulan:**
Penelitian berhasil mengembangkan pendekatan *spatially-enabled SWM* yang adaptif, integratif, dan berbasis bukti. Komponen spasial dan teknis teridentifikasi, kerangka sistem pengelolaan sampah tersusun, dan model konseptual yang replikatif dirumuskan. Model ini berkontribusi pada pengembangan praktik pengelolaan sampah berbasis spasial di Indonesia dan memperkaya ilmu perencanaan wilayah dan kota.
**Rekomendasi:**
1. Pemerintah daerah mempercepat pemerataan pembangunan dan penambahan TPS baru, khususnya di Babakan Madang dan Tajur Halang, dengan merujuk hasil prioritas spasial (MCDA, buffer, KDE, CFM).
2. Optimalisasi sistem pengangkutan oleh UPT, terutama bagi kecamatan dengan hambatan akses ke TPA Galuga, dengan menggunakan network analysis. Peremajaan armada dan integrasi sistem pemantauan berbasis GIS juga diperlukan.
3. Penguatan intervensi berbasis risiko di zona rawan sampah liar melalui edukasi lingkungan, pelibatan masyarakat, dan penguatan peran bank sampah lokal.
4. Pengembangan sistem monitoring dan pelaporan berbasis GIS serta dashboard digital untuk transparansi dan responsivitas.
5. Model konseptual *spatially-enabled SWM* dijadikan rujukan utama dalam kebijakan dan strategi pengelolaan sampah periurban, dan didorong untuk direplikasi di wilayah lain.
6. Keberhasilan rekomendasi bergantung pada komitmen, sinergi, dan partisipasi aktif lintas pemangku kepentingan. Evaluasi berkala dan penyesuaian kebijakan diperlukan, serta investasi pada pengembangan SDM dan infrastruktur spasial.
**Keterbatasan Penelitian:**
1. Keterbatasan data spasial dan nonspasial (fasilitas TPS, titik timbulan sampah, jaringan jalan).
2. Tingkat resolusi data sosial-ekonomi yang agregat di level kecamatan.
3. Keterbatasan pada parameter dan asumsi metode analisis (buffer, jarak ideal, pembobotan MCDA dan CFM).
4. Validasi hasil analisis spasial dan model konseptual yang terbatas pada uji statik.
5. Cakupan wilayah studi yang spesifik pada enam kecamatan.
6. Faktor eksternal seperti dinamika kebijakan, kapasitas SDM, dan keterbatasan pendanaan.
**Saran Penelitian Lanjutan:**
1. Pengembangan sistem basis data spasial multi-sumber dan pembaruan data berkala.
2. Analisis spasial pada level mikro untuk pemetaan perilaku dan pola timbulan sampah.
3. Pengembangan dan pengujian model simulasi spasial serta *Decision Support System (DSS)* berbasis GIS.
4. Studi komparatif replikasi dan validasi model *spatially-enabled SWM* pada wilayah lain dengan karakteristik berbeda.
5. Pendalaman aspek partisipasi masyarakat dan kolaborasi multi-pihak dalam pengelolaan sampah berbasis spasial.
6. Penelitian longitudinal untuk monitoring dan evaluasi sistem pengelolaan sampah berbasis spasial secara berkelanjutan.