Teks ini membahas tentang perlunya pendekatan baru dalam penanggulangan bencana, khususnya di wilayah yang rawan bencana seperti Indonesia. Upaya adaptasi dan mitigasi yang ada seringkali tidak efektif dalam menghadapi bencana besar, sehingga diperlukan sistem yang lebih kokoh dan memiliki daya lenting (resiliensi). Teori resiliensi dianggap tepat untuk diimplementasikan, karena mampu mengembangkan kapasitas sistem untuk menghadapi goncangan dan tekanan. Perencanaan wilayah yang bersifat representatif dan resiliensi diperlukan, dengan mempertimbangkan pemodelan dan skenario masa depan terkait penggunaan lahan. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasikan indeks risiko bencana dengan menyempurnakan perhitungan yang ada dan mengganti komponen kapasitas dengan komponen resiliensi, serta menguji asosiasi antara resiliensi dan risiko bencana dengan studi kasus di Kota Palu, yang mengalami gempa bumi besar pada tahun 2018. Diharapkan, formulasi ini dapat menjadi dasar perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana besar, serta memberikan masukan dalam tata ruang berbasis mitigasi bencana.