Bab ini mengulas studi terdahulu tentang banjir dan tinjauan pustaka terkait siklus hidrologi, analisis frekuensi curah hujan, dan metode perhitungan banjir.
**Studi Terdahulu:**
Beberapa penelitian sebelumnya meneliti pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai dan banjir. Adi dkk. (2017) menemukan bahwa perubahan penggunaan lahan meningkatkan risiko banjir. Kubro (Tugas Akhir) memodifikasi metode Geomorphology Flood Index (GFI) dengan parameter hujan dan mendapatkan hasil luas genangan yang tidak jauh berbeda dengan GFI konvensional. Dharma dkk. menggunakan metode SCS Curve Number dengan HEC-HMS untuk menganalisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai Cikeas. Raco (Tesis ITB) membandingkan beberapa metode pemodelan banjir dan menemukan bahwa metode SCS-CN dengan HEC-HMS memberikan hasil terbaik. Panahi dkk. menemukan peningkatan intensitas puncak banjir akibat perubahan penggunaan lahan di Madarsu Basin, Iran. Wibowo menganalisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai Cikapundung dengan metode regresi linier. Kundu dan Olang menemukan peningkatan debit puncak dan volume banjir akibat perubahan penggunaan lahan di Nyando River, Kenya. Samela dkk. mengembangkan GIS tool (GFA tools) untuk identifikasi area rawan banjir yang hemat biaya. Manfreda dan Samela mengembangkan metode berbasis DEM untuk estimasi cepat kedalaman genangan banjir.
**Siklus Hidrologi:**
Siklus hidrologi adalah proses berkelanjutan pergerakan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi, meliputi evaporasi, kondensasi, presipitasi, intersepsi, infiltrasi, surface runoff, perkolasi dan aliran air tanah. Presipitasi (hujan) adalah faktor penting dalam hidrologi. Perhitungan hujan wilayah dapat dilakukan dengan metode aritmatik, poligon Thiessen, atau isohiet, tergantung kerapatan pos hujan. Air larian (surface runoff) terjadi ketika curah hujan melebihi laju infiltrasi. Infiltrasi adalah proses masuknya air ke dalam tanah, diikuti perkolasi ke lapisan lebih dalam.
**Daerah Aliran Sungai (DAS):**
DAS adalah wilayah daratan yang mengalirkan air hujan ke sungai, danau, atau laut. Laju dan volume aliran permukaan meningkat dengan luas DAS, tetapi laju dan volume per satuan luas berkurang. Pola aliran sungai bervariasi tergantung medan dan geologi (dendritik, radial, rektangular, terllis). Bentuk alur sungai (lurus, meandering, braided) dipengaruhi oleh debit dan sedimen.
**Uji Data Hujan:**
Data hujan harian maksimum tahunan perlu diuji stabilitas varian, stabilitas rata-rata, dan outlier (menggunakan uji Grubbs-Beck) sebelum digunakan dalam perhitungan hujan rencana.
**Analisis Distribusi Frekuensi:**
Analisis frekuensi digunakan untuk menghitung curah hujan harian maksimum rencana dengan kala ulang tertentu. Beberapa distribusi probabilitas yang umum digunakan adalah General Extreme Value (GEV), Log Normal 2 Parameter, Log Normal 3 Parameter, Gumbel, Pearson III dan Log Pearson III.
**Area Reduction Factor (ARF):**
ARF adalah nilai pengurangan terhadap curah hujan rencana berdasarkan luas DAS.
**Banjir:**
Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai atau genangan air di daerah rendah. Penyebab banjir dianalisis dengan model DPSIR (Driving Force, Pressure, State, Impact, Response). Di Jawa, pemicu (driving forces) banjir adalah jumlah penduduk yang tinggi yang menyebabkan tekanan (pressures) berupa perubahan fungsi lahan dan deforestasi.
**Perhitungan Banjir:**
Perhitungan banjir dapat dilakukan dengan perangkat lunak HEC-HMS, yang merupakan model hidrologi semi-distributed. Parameter yang digunakan meliputi parameter transform (lag time, waktu konsentrasi), parameter kehilangan (loss rates), dan parameter aliran dasar (baseflow). Metode perhitungan HSS SCS (Soil Conservation Service) digunakan untuk transformasi hujan efektif menjadi hidrograf. Perhitungan aliran dasar dilakukan dengan metode aliran dasar recession. Genangan banjir dapat dihitung dengan perangkat HEC-RAS 2D menggunakan persamaan massa dan momentum dengan boundary condition tertentu. Metode GFI (Geomorphic Flood Index) digunakan untuk pemetaan banjir berdasarkan geomorfologi wilayah. GFI konvensional hanya menggunakan data DEM, sedangkan GFI modifikasi menambahkan parameter hujan periode ulang dan penggunaan lahan. GFI memiliki kelemahan dalam memprediksi luasan genangan yang lebih besar.