Teks ini membahas tentang jaringan neoendogen dalam mendukung pembangunan wilayah pulau terluar, dengan fokus pada interaksi antara jaringan eksternal (eksogen) dan internal (endogen) yang dijembatani oleh perspektif kekuasaan. Pembangunan pulau terluar seringkali didominasi oleh aktor pusat (visible power), membatasi keterlibatan kelompok tertentu (hidden power) dan menormalisasi prosedur tertentu (invisible power), namun reaksi kelompok subordinat juga penting. Hubungan kekuasaan dinamis dan multidimensi ini memengaruhi implementasi program pembangunan, seperti yang terlihat pada studi kasus pembangunan wilayah Natuna. Pendekatan neoendogen menekankan pentingnya mengoptimalkan sumber daya lokal, memperluas jaringan sosial, dan menyeimbangkan hubungan antara negara dan kontrol lokal. Aktor ekstralokal, seperti tauke, ketua nelayan, dan dinas perikanan kabupaten, berperan penting dalam menjembatani jaringan eksogen dan endogen, serta dalam proses perencanaan pembangunan yang efektif dan berkelanjutan. Interaksi antara struktur peluang dan agensi, baik eksogen maupun endogen, membentuk dinamika pembangunan pulau terluar, dengan penekanan pada pentingnya komunikasi dan kerjasama antara berbagai aktor untuk mencapai pemberdayaan masyarakat lokal.