Berikut adalah ringkasan teks tersebut dalam maksimal 50 kalimat:
Bab II membahas tinjauan pustaka terkait pemerintahan daerah dan konsep Smart City. Pemerintah daerah di Indonesia diatur oleh berbagai UU yang berlandaskan UUD 1945 pasal 18, bertujuan meningkatkan layanan publik dan edukasi politik lokal. Pemerintah, dalam arti luas, mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, namun dalam konteks terbatas hanya eksekutif. UU No. 32 Tahun 2004 mengatur otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Smart City adalah konsep pembangunan kota yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup, efisiensi, dan keberlanjutan. Tidak ada definisi universal, implementasinya bergantung pada kondisi spesifik kota. Awalnya dikenal sebagai "Information City," Smart City mengintegrasikan infrastruktur fisik, teknologi, sosial, dan bisnis. Indikator penting Smart City meliputi Smart People, Economy, Environment, Governance, Living, dan Mobility.
Terdapat berbagai definisi Smart City, menekankan pengelolaan ekonomi, SDM, pemerintahan, dan lingkungan yang modern (Giffinger dkk., 2007), investasi dalam kapital manusia dan infrastruktur (Caragliu dkk., 2009), pemanfaatan TIK (IBM, 2014), peningkatan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan lingkungan berkelanjutan (Branchi dkk., 2014), serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien (Supangkat, 2018). Smart City lebih dari sekadar teknologi, mencakup berbagai sektor untuk mencapai kemakmuran bersama.
Dimensi Smart City meliputi Smart Economy, People, Governance, Mobility, Environment, dan Living (Giffinger, 2007). Smart Governance menekankan pemerintahan yang efisien, transparan, dan partisipatif melalui teknologi. Aspek penting Smart Governance adalah partisipasi warga, pelayanan publik efektif, transparansi administrasi, dan infrastruktur terkait.
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) bertujuan mewujudkan tata kelola yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel. Diatur dalam Perpres No. 95 Tahun 2018 dan No. 132 Tahun 2022. Tata kelola pemerintahan daerah melibatkan perencanaan strategis, pengambilan keputusan, dan pengelolaan sumber daya dengan melibatkan berbagai pihak. Tujuannya adalah interaksi baik dengan masyarakat dan lingkungan yang mendukung pembangunan.
Era digital mengubah tata kelola, dengan penggunaan teknologi untuk meningkatkan pelayanan publik dan transparansi. Tata kelola yang baik penting untuk manajemen krisis dan korupsi. Model implementasi kebijakan George Edwards III menekankan komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi, dan struktur birokrasi sebagai faktor kunci keberhasilan.
Garuda Smart City Model (GSCM) adalah kerangka konseptual untuk mengevaluasi kemajuan Smart City, meliputi faktor ekonomi, sosial, dan lingkungan. Terdapat 12 faktor penentu dan 111 indikator untuk mengevaluasi kota berdasarkan lima tingkat kematangan.
Penelitian terdahulu yang relevan meliputi studi tentang implementasi SPBE, tingkat kematangan Smart Governance, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Smart City. Penelitian ini menjadi acuan untuk memperluas pemahaman tentang tata kelola pemerintahan daerah berbasis elektronik dan Smart Governance.
Kerangka teoritik penelitian ini berfokus pada tata kelola pemerintahan daerah dalam mewujudkan Smart Governance. Model Garuda Smart City digunakan untuk mengukur tingkat kematangan dimensi Smart Governance dan model implementasi kebijakan George Edwards III untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya.