Teks ini membahas tentang identifikasi hubungan pengelolaan pada tata kelola Kawasan Rebana, sebuah proyek percepatan pembangunan perkotaan baru di Jawa Barat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Percepatan ini melibatkan penyediaan infrastruktur terintegrasi dan berkelanjutan, dengan 5 rencana induk proyek dan 81 program yang didanai dari berbagai sumber, terutama APBN dan investasi BUMD/BUMN/swasta. Dukungan kebijakan seperti Perpres 87/2021 dan Pergub Jabar 84/2020 memberikan kepastian bagi sektor swasta untuk berinvestasi.
Keterlibatan sektor swasta diatur dalam UU No. 23/2014 dan PP No. 59/2022, serta skema KPBU melalui Perpres No. 38/2015. Beberapa proyek kerjasama pemerintah-swasta termasuk jalan tol, pengolahan sampah, sistem air bersih, dan rumah susun pekerja. Selain itu, ada kerjasama dengan lembaga dan sektor swasta luar negeri seperti JICA, GIZ, CEIA, EnCity, dan World Bank Group.
Keberhasilan Kawasan Rebana bergantung pada keterlibatan dan kolaborasi antar pemangku kepentingan. Badan Pengelola (BP) Kawasan Rebana dibentuk untuk mengkoordinasikan dan memfasilitasi kerjasama antara pemerintah daerah, pusat, dan sektor swasta, serta menjembatani kepentingan sektor swasta dengan lembaga pemerintah. Transformasi kelembagaan BP Kawasan Rebana direncanakan bertahap, dari lembaga non-struktural menjadi BLUD dan konsorsium BUMD.
Peran para pemangku kepentingan dalam pengelolaan Kawasan Rebana meliputi: Badan Pengelola, RD Centre, sektor privat, pemerintah pusat, pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Hubungan pengelolaan antara BP Rebana dengan pemerintah pusat meliputi koordinasi rencana pengembangan, evaluasi pelaksanaan, dan fasilitasi investor. Keterlibatan kementerian dalam pengembangan Kawasan Rebana mencakup infrastruktur transportasi, perhubungan, dasar, sumber daya air, dan pengembangan lainnya.
Hubungan pengelolaan antara BP Rebana dengan pemerintah provinsi meliputi perumusan kebijakan, pembangunan, monitoring, dukungan pendanaan, dan penyiapan persyaratan. Pemerintah kabupaten/kota mendukung program-program dalam Perpres 87/2021 dan menyiapkan potensi peningkatan investasi. Pengelola kawasan memberikan dukungan sumber daya, layanan kawasan, dan mempromosikan Kawasan Rebana. BP Rebana menjembatani kepentingan pengelola kawasan, menyaring aspirasi, memfasilitasi insentif, dan mengawal proses perizinan.
Kebijakan pengembangan Kawasan Rebana yang mendorong kawasan industri terintegrasi dengan eco-industri dan konsep polycentric smart region telah memenuhi kepentingan sektor swasta. Pemerintah proaktif menginisiasi percepatan pembangunan Kawasan Rebana dengan membentuk BP Rebana dan mencari investor melalui sistem door to door serta agenda West Java Investment Summit (WJIS). Pemerintah kabupaten Subang juga melakukan promosi melalui Subang Investment Summit (SIS).
Logika pengelolaan Kawasan Rebana merupakan inisiasi Gubernur Jawa Barat yang ditindaklanjuti dengan kesepakatan bersama bupati/walikota dan dukungan pemerintah pusat melalui Perpres No. 87/2021. Sistem perencanaan pembangunan menekankan keterlibatan masyarakat secara luas dan terintegrasi di setiap level pemerintahan. Aktor kunci dalam pengelolaan percepatan pembangunan Kawasan Rebana adalah pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pengelola kawasan, dan pengusaha.
Tujuan politik percepatan pembangunan Kawasan Rebana adalah pembentukan kawasan perkotaan baru yang memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan Jawa Barat, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia 2045. Kawasan Rebana diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 7,16% dan menyerap tenaga kerja 4,39 juta jiwa pada tahun 2030. Momentum bonus demografi dan tata kelola perkotaan entrepreneurialism perlu dimanfaatkan untuk menciptakan wirausaha baru. Strategi yang dilakukan meliputi: bersaing dalam the international division of labour, meningkatkan posisi kompetitif dengan mengutamakan the spatial division of consumption, peningkatan posisi kota untuk fungsi kekuasaan dan kontrol dalam the spatial division dan menarik keunggulan kompetitif sehubungan dengan redistribusi surplus investasi yang dikelola oleh pemerintahan yang lebih tinggi.