Berikut ringkasan isi teks tersebut dalam maksimal 50 kalimat:
Penelitian ini menganalisis kelayakan dan strategi pengadaan layanan pengelolaan lumpur tinja (L2T) di Kota Tangerang Selatan dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Built-Operate-Transfer (BOT), menggunakan sistem pengembalian investasi *availability payment* dan prinsip *value for money* (VFM). Kota Tangerang Selatan akan menyediakan layanan L2T yang meliputi penyedotan, pengangkutan, dan pengolahan. Analisis VFM dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, digunakan metode *Public Sector Comparator* (PSC) untuk membandingkan biaya KPBU dengan pengadaan konvensional. Hasilnya menunjukkan VFM positif sebesar Rp 17.744.964,52 dengan rasio VFM 4, menandakan KPBU lebih efisien.
Secara kualitatif, kelayakan proyek dinilai berdasarkan kesiapan lembaga pengelola, minat sektor swasta, kesiapan instansi pemerintah pusat, dukungan masyarakat, kelayakan teknis, sosial ekonomi, komersial, dan kesesuaian dengan skema KPBU. Nilai rata-rata kelima kriteria adalah 2,55. Kesiapan lembaga pengelola daerah, minat swasta, dan kesesuaian proyek dengan KPBU mendapat skor rendah. Sementara kesiapan instansi pusat dan dukungan masyarakat mendapat skor cukup tinggi. Proyek dinilai layak secara finansial, namun perlu perbaikan pada kesiapan lembaga pengelola daerah, minat swasta, dan kesesuaian dengan KPBU.
Untuk mendukung KPBU L2T, diidentifikasi 12 faktor SWOT. Wawancara terstruktur dengan ahli sektor publik dilakukan untuk menganalisis faktor SWOT. Analisis SWOT kuantitatif dengan *Analytical Hierarchy Process* (AHP) diusulkan untuk menganalisis strategi pemerintah dalam mengembangkan L2T skema KPBU. Faktor pendukung terkuat adalah pemenuhan kebutuhan infrastruktur L2T dengan anggaran terbatas dan percepatan SDGs poin 6 serta RPJMN 2020-2024. Faktor penghambat terkuat adalah rendahnya permintaan penyedotan L2T dan waktu persiapan kontrak KPBU yang lama.
Rekomendasi meliputi pembuatan perda wajib sedot L2T 3-5 tahun sekali dengan strategi *smart compliance*, mempersiapkan lembaga pengelola L2T (operator dan regulator), memastikan ketersediaan infrastruktur L2T seiring regulasi, dan membangun infrastruktur L2T BOT secara terintegrasi dan berkelanjutan. Lembaga operator disarankan minimal berbentuk BLUD atau BUMD agar mudah melakukan KPBU. Integrasi pengelolaan lumpur tinja diperlukan agar IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) beroperasi berkelanjutan dengan pasokan lumpur tinja yang konsisten.