Teks ini menganalisis curah hujan dan ketersediaan air untuk Daerah Irigasi (D.I.) Kalibawang di Kulon Progo, yang berada di antara DAS Progo dan Serang dan dipengaruhi 11 stasiun hujan. Data curah hujan 10 tahun (2008-2017) dari BBWS Serayu Opak diuji konsistensinya menggunakan kurva massa ganda. Analisis curah hujan rerata daerah dilakukan dengan metode Poligon Thiessen. Data debit dianalisis untuk debit andalan (Q80 dan Q95). Ketersediaan air juga mempertimbangkan Waduk Sermo dengan volume efektif 18,6 juta m3.
Analisis kebutuhan air irigasi mencakup curah hujan efektif, penggunaan konsumtif tanaman (dengan koefisien tanaman Kc dan evapotranspirasi potensial ETo menggunakan metode Penman modifikasi), perkolasi (2 mm/hari), dan kebutuhan penyiapan lahan (metode Van de Goor dan Zijlstra). Penggantian lapisan air (WLR) 50 mm dilakukan sebulan setelah transplantasi.
Analisis kebutuhan air irigasi dikaitkan dengan rencana tanam eksisting (Peraturan Bupati Kulon Progo No. 27/2017) dan dihitung untuk setiap daerah irigasi (D.I.): Kalibawang, Kayujaran, Sadang, Krengseng, Penjalin, Papah, Jelog, Tawang, Nabin, Clereng, Brangkal, Pengasih, dan Pekik Jamal. Hasilnya adalah nilai total kebutuhan dan ketersediaan air dengan pembagian sesuai Perbup yang berlaku.
Selanjutnya, dilakukan analisis usaha tani untuk padi, jagung, dan tebu, dengan mempertimbangkan biaya produksi dan pendapatan (berdasarkan data wawancara dan data sekunder). Analisis dilakukan untuk mengetahui keuntungan usaha tani dari rencana tanam saat ini dan optimasi alternatif.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan air, dilakukan simulasi menggunakan program dinamik (forward recursive) dengan elemen-elemen: tahap (D.I.), variabel keputusan (debit), variabel status (jadwal tanam), akibat tahap (luas tanam dan pendapatan), dan transformasi tahap (hubungan ketersediaan air dan kebutuhan). Simulasi mencoba empat alternatif jadwal tanam mulai dari Agustus ke ii hingga Oktober kei untuk setiap D.I.
Fungsi tujuan optimasi adalah memaksimalkan luas tanam, dengan kendala debit minimum (Q80), luas lahan, dan pola tanam. Diagram elemen pemrograman dinamik digambarkan dan persamaan matematika setiap tahap diuraikan.
Hasil optimasi menunjukkan bahwa alternatif E yang menerapkan jadwal MT1 pada bulan Oktober dan pola tanam yang telah diubah, pada komoditas tanaman padi mampu meningkatkan intensitas tanam dari 181% ke 199%. Alternatif tersebut menghasilkan pendapatan usaha tani tertinggi yaitu Rp 316.385.507.215,80 per tahun, lebih tinggi dari pendapatan eksisting Rp 307.940.810.160,00. Hasil ini menunjukkan potensi peningkatan produktivitas dan pendapatan dengan pengelolaan air yang lebih baik. Perubahan pola tanam yang lebih banyak pada padi menjadi alasan mengapa intensitas pertanian dan hasil panen mengalami kenaikan.