Hasil Ringkasan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki tingkat bencana alam yang tinggi, seolah alam Indonesia yang subur harus dibayar dengan bencana alam. Data menunjukkan di tahun 2007 terdapat 342 kali kejadian bencana alam dengan korban meninggal sebanyak 888 orang dan korban menderita sebanyak 2.122.476 jiwa (Departemen Sosial RI, 2008). Sekarang ini frekuensi terjadinya bencana bertambah besar lagi karena selain diakibatkan oleh alam, beberapa di antaranya merupakan hasil ulah manusia, misalnya banjir lumpur LAPINDO. Sayangnya, walaupun sering terjadi tetap saja masyarakat dan pemerintah belum memiliki manajemen penanggulangan yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan kerugian yang berkepanjangan. Di antara korban bencana alam tersebut, anak-anaklah yang menjadi korban paling rentan. Hal ini disebabkan karena terkadang anak-anak pun kehilangan orang tuanya sehingga tidak ada lagi yang dapat mengurus mereka, ataupun jika masih tersisa biasanya orang tua tidak dapat berbuat banyak bagi anak-anaknya. Data penelitian Departemen Sosial RI dan UNICEF menyatakan bahwa tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 telah menewaskan nyawa orang tua dari 5000 anak. Dari jumlah tersebut hanya 2400 anak yang diketahui diurus oleh panti-panti asuhan yang banyak dibangun untuk menampung dan melindungi mereka dari bahaya yang mengancam tumbuh kembang mereka (www.kapanlagi.com, 2006). Banyak dari mereka yang tinggal di panti asuhan yang dapat meneruskan kembali sekolah dan berhasil menangulangi trauma terhadap bencana tersebut, seperti yang dilakukan di Panti Asuhan Islam Media Kasih, Banda Aceh. Yayasan Islam Media Kasih membangun panti asuhan ini di Banda Aceh segera setelah bencana tsunami melanda. Menurut Niar, Kepala Panti Asuhan, sampai saat ini ada 38 orang yang tinggal di sana, laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 8- 18 tahun (diambil dari survei awal Penulis pada tanggal 23-25 Februari 2009). Status mereka berbeda-beda, namun mayoritas adalah yatim/piatu. Seperti banyak tempat penampungan anak, Panti Asuhan Islam Media Kasih beberapa kali mendapat kunjungan dari LSM-LSM nasional dan internasional. Mereka mendapatkan dari Koleksi digital milik UPT Perpustakaan ITB : Hanya dipergunakan di area kampus ITB untuk keperluan pendidikan dan penelitian 2 mulai penyuluhan hingga program penanggulangan dampak buruk bencana alam. Walaupun demikian, setelah empat tahun bencana terjadi mereka belum pernah secara khusus diberikan waktu untuk berduka atas kehilangan orang tua, teman dan terutama masa kecil mereka. Padahal masa berduka adalah masa penting untuk dilalui semua orang termasuk anak-anak karena masa berduka dapat menanggulangi potensi trauma pada seseorang seperti yang diungkapkan oleh L.Terr dan dikutip oleh Malchiodi, seorang art therapist yang mendalami masalah trauma pada anak, “Trauma does not ordinarily get better by itself. It burrows down further and further under the child’s defence and coping strategies.” (Malchiodi, 2008: 3) Orang-orang yang tidak diberikan kesempatan untuk berduka tidak akan mengenal sebenar-benarnya perasaan takut, marah, cemas dan sedih. Perasaan ini malah akan menumpuk dan menjadikan pemicu stres selanjutnya. Para praktisi kesehatan jiwa menciptakan terminologi PTSS atau PTSD (Post Traumatic Syndrome Stress atau Disorder) untuk menjelaskan kondisi kelainan pasca trauma jika trauma tidak tertangani dengan baik. Secara garis besar, Malchiodi menyebutkan dalam literatur yang sama, anak-anak trauma memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.Hyperarousal, dimana kondisi traumatik selalu muncul dalam kehidupannya dan menyebabkan penderita susah konsentrasi, susah tidur atau sering marah tiba-tiba.