23 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Timbangan analitik, pH meter, alat sentrifuga, inkubator, shaker, vortex, spektrofotometer UV-VIS, microplate reader, mikropipet, mortar, stamper, kertas saring, tabung Eppendorf, tabung sentrifuga, pinset, gunting bedah, sonde oral, kapas, dan alat-alat gelas standar laboratorium farmasi. III.2 Bahan Aqua mineral destilata, gula pasir, kismis, aquadest steril, salin normal, suktrosa, bibit kefir air lokal, ekstrak temulawak (Obat Herbal Terstandar TulakÒ yang berisi ekstrak temulawak), karbon tetraklorida, tikus, kit diagnostik untuk SGOT (Proline, IFCC mod.), SGPT (Proline, IFCC mod.), Elisa Kit TNF-α (BT Lab), Elisa Kit TGF-β (BT Lab), etanol, parafin, formalin buffer netral 10%, hematoxylin dan eosin. Bahan kimia lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas reagen analitis. III.3 Hewan Uji Hewan uji yang digunakan adalah tikus Wistar jantan dengan berat 180–200 g. Hewan-hewan ini dipelihara pada suhu kurang lebih 25◦C dengan siklus terang/ gelap 12 jam dan diberikan makan dan minum ad libitum. III.4 Preparasi dan Optimasi Formula Kefir Air Pada penelitian ini, dilakukan optimasi formula kefir air dengan memodifikasi formula dasar kefir air menjadi lebih konsentrat, yang bertujuan untuk mengurangi volume pemberian pada hewan uji. Proses pembuatan larutan kefir air dilakukan secara fermentasi. Formula dasar kefir air dibuat dengan komposisi 100 g bibit kefir air, 60 g gula pasir, 2 g kismis, dan 1 L aqua dm. Ke dalam gelas kimia, gula pasir dilarutkan dengan akuades, kemudian dimasukkan bibit kefir air dan kismis ke dalam larutan gula dan ditutup menggunakan kain tipis dan proses fermentasi dilakukan selama 48 jam pada suhu ruang. Filtrat digunakan untuk pengujian, 24 sedangkan bibit kefir digunakan kembali untuk produksi selanjutnya (Aligita, Tarigan and Susilawati, 2020). Sementara pada formula modifikasi, proses pembuatan dilakukan dengan cara yang persis sama seperti pada formula dasar, hanya saja jumlah air yang digunakan menjadi 250 mL. Untuk mengevaluasi aktivitas hepatoprotektif dari kedua formula ini, dilakukan pengujian terhadap hewan dengan kerusakan hati akut. Hewan dibagi menjadi 6 kelompok yaitu (1) kelompok kontrol negatif, (2) kelompok kontrol positif, (3) kelompok ekstrak temulawak, (4) kefir air 15 mL/kg kelompok BB, (5) kelompok water kefir 35 mL/kg BB, dan (6) kelompok water kefir 50 mL/kg BB. Perlakuan sesuai dengan kelompoknya dilakukan selama 2 minggu secara oral. Pada hari ke- 13, tikus diberikan CCl4 (25% dalam paraffin) dengan dosis 3 mL/kg bb secara ip (Sumathi, 2012). Dua puluh empat jam setelah pemberian CCl4, darah dikumpulkan dan serum dipisahkan untuk dianalisis kadar SGOT dan SGPT-nya. III.5 Standardisasi Kefir Air Kefir air di Indonesia belum memiliki standar secara nasional, sehingga standar water kefir mengacu pada Standar Nasional Indonesia mengenai fermentasi susu, serta acuan dari standar lainnya. Kadar asam laktat yang dihasilkan minimal sebesar 0,6 % dengan pH maksimum 4,6 (Codex, 2010). Kadar alkohol yang terdapat pada kefir air umumnya berada di rentang 0,5% – 1,5% (Lestari et al., 2018). III.5.1 Organoleptik Pengujian menggunakan panca indera, dimulai dari bau, warna, rasa, dan tekstur dari kefir air. III.5.2 pH Pengujian dilakukan dengan menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi dengan buffer pH 4, pH 7, dan pH 9. pH meter pada bagian elektrodanya dibersihkan terlebih dahulu dengan aquadest dan dikeringkan dengan tisu, kemudian elektroda dicelupkan ke dalam sampel klik start untuk memulai pembacaan skala pH. 25 III.5.3 Kadar Asam Laktat Kadar asam laktat dianalisis dengan menggunakan metode titrasi asam-basa. Sebanyak 10 mL water kefir dimasukkan ke dalam labu ukur yang berukuran 100 mL, ditambahkan aquadest sampai 100 mL dan dikocok hingga homogen. Sebanyak 25 mL filtrat diambil lalu tambahkan 2-3 tetes Phenolptalein 1% sebagai indikator warna. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna sebagai tanda akhir dari titrasi. Kadar total asam diperoleh dari rumus perhitungan di bawah ini: Total asam (%)= . #$%& ×# #$%& ( )* × !"" #$ . +$,-./× 0*** (III.1) Keterangan: V = volume N = normalitas III.5.4 Kadar Alkohol Pengujian dilakukan dengan metode gravimetri yang menggunakan piknometer. Sebanyak 100 mL sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi, ditambahkan 100 mL aquadest (1:1, v/v), kemudian larutan tersebut didestilasi pada suhu 80 °C, destilat ditampung di erlenmeyer hingga volume ±50 mL. Piknometer ditimbang terlebih dahulu berat piknometer kosong dan berat piknometer berisi aquadest. Sampel atau destilat dimasukkan ke dalam piknometer hingga penuh lalu ditimbang. Berat jenis alkohol dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Berat jenis= 1231* 1031* (III.2) Keterangan: W0 = Berat piknometer kosong W1 = Berat piknometer + aquadest W2 = Berat piknometer + sampel Hasil akhir dikonversikan ke dalam persentase dengan menggunakan tabel konversi berat jenis alkohol. 26 III.6 Identifikasi Mikroorganisme dari Kefir Air Perhitungan angka lempeng total bakteri dan ragi dilakukan dengan metode angka lempeng total dengan menggunakan 3M Petrifilm. Identifikasi mikroorganisme dilakukan oleh PT. Biodiversitas Bioteknologi Indonesia. III.6.1 Isolasi bakteri dan ragi kefir air Teknik dilusi digunakan untuk mengekstraksi bakteri dan ragi dari kefir air. Suspensi utama dibuat dengan mensuspensikan 10 mL filtrat kefir air dalam 90 mL air suling steril, diikuti dengan pengocokan selama 30 menit dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Pengenceran bertingkat dilakukan dengan menggunakan air suling steril, kemudian sebanyak 100 µL larutan disebarkan pada media agar garam mineral Dubos dan diinkubasi pada suhu 35 °C selama tujuh hari. Koloni bakteri setiap lempeng diisolasi dan dipindahkan ke lempeng Tryptosoy Agar (TSA). Kultur murni diperoleh dengan mentransfer berulang kali satu koloni dari setiap isolat pada TSA. III.6.2 Ekstraksi DNA dan amplifikasi PCR Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan boiling method. Dengan menggunakan ujung mikropipet 10 μL, koloni bakteri diekstraksi dari permukaan pelat TSA dan disuspensikan dalam tabung PCR dengan 25 μL air steril. Larutan ekstraksi DNA digunakan sebagai templat untuk amplifikasi PCR, yang dilakukan dengan bantuan thermal cycler (GeneAmp PCR System 2700; Applied Biosystems, Foster City, CA, USA) dipanaskan hingga 94 °C selama 5 menit. Gen 16S rRNA diamplifikasi menggunakan sepasang primer bakteri dan ragi universal; 16F27/Sequence: AGA GTT TGA TCM TGC CTC AG (primer maju) - 16R 1492/ Sequence: TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACT T (primer terbalik) dan NL-1 (F)/ Sequence: GCA TAT CAA TAA GCG GAG GAA AAG (primer maju) - NL-4/ Sequence: GGT CCG TGT TTC AAG ACG G (primer terbalik). Dalam volume 50 μL, 1,5 μL (10 mM) setiap primer, 1 μU KOD FX Neo polimerase (Toyobo, Osaka, Jepang), 10 μL campuran dNTP (masing-masing 2 mM), 25 μL 2 PCR Buffer untuk KOD FX Neo, dan sepuluh ng DNA genom digunakan untuk melakukan PCR. DNA target diamplifikasi dalam 30 siklus setelah langkah denaturasi awal pada 27 suhu 94 °C selama 2 menit. Setiap siklus terdiri dari 10 detik denaturasi pada 98 °C, 30 detik anil pada 51 °C, dan 90 detik ekstensi pada 68 °C. Perpanjangan akhir dilakukan selama 5 menit pada suhu 68 °C. Produk PCR diperiksa melalui proses elektroforesis pada gel agarosa.