1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang paling aktif secara seismik di dunia dan populasinya yang besar dan rentan mendasari pentingnya penilaian bahaya seismik. Gempa sendiri merupakan fenomena alam yang tidak dapat kita hindari maupun dicegah dan hampir semua variabel terkait gempa bersifat acak (random variable). Pembaharuan peta gempa terbaru 2017 menyatakan untuk daerah Sumatera yang sebelumnya terdiri dari 19 sumber, sekarang dapat didefinisikan menjadi 55 sumber. Untuk Pulau Jawa yang sebelumnya diketahui 10 sumber, sekarang telah didapatkan 37 sumber sesar aktif. Di Pulau Sulawesi yang sebelumnya teridentifikasi memiliki 12 sumber gempa, sekarang telah dikenal 48 sumber. Kelompok wilayah tambahan yang belum ada di dalam peta sebelumnya adalah Nusa Tenggara-Banda yang terdiri atas 75 sumber gempa. Secara keseluruhan sumber gempa sebanyak 295 sumber gempa. Angka ini terdiri atas 242 sumber gempa yang berhasil diketahui hingga tahun 2017 dan 53 sumber gempa berdasarkan Peta Gempa Nasional 2010. Dari data Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) pada Gambar I.1 juga terlihat data gempa yang pernah terjadi di Indonesia. Hal menarik adalah banyaknya gempa dengan intensitas kurang dari V MMI telah menimbulkan kerusakan struktur. Hal ini menggambarkan bahwa struktur di Indonesia masih belum memenuhi kaidah struktur tahan gempa. Gambar I.1 Peta episenter gempa di Indonesia (Pusgen, 2017) 2 Pelajaran dari kejadian gempa sebelumnya (Aceh disusul tsunami pada 2004 (Mw = 9.2), Nias pada 2005 (Mw = 8.7), Jogya pada 2006 (Mw = 6.3 ), Padang pada 2009 (Mw = 7.6), Palu disusul tsunami pada 2018 (Mw = 7.4), Lombok pada 2018 (Mw = 6.4)) mendorong dilakukannya penyempurnaan peraturan kegempaan sebagaimana terlihat pada Gambar I.2 untuk mengakomodir peningkatan hazard yang terjadi. Untuk DKI Jakarta, meskipun hazard pada peta gempa 2010 dan 2017 tidak jauh berbeda, namun terdapat peningkatan hazard yaitu besarnya nilai PGA yang ditetapkan dalam desain jembatan dari 0,15 g pada peta gempa 2002 dengan resiko terjadinya gempa di atas gempa rencana (probability of exceedance) 10% (T= 500 tahun) menjadi 0,25-0,30 g pada peta gempa 2010 dan peta gempa 2017 dengan probabilitas gaya gempa terlampaui sebesar 7% (T=1000 tahun)(Tabel I.1). Gambar I.2 Perkembangan peraturan perencanaan jembatan di Indonesia BMS 1992 Bridge Design Code Vol 1 dan 2 BMS 92 Bridge Manual Design Vol 1 dan 2 SNI 2833:1992 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa SNI 2833:2008 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan SNI 03-1725-1989 Pembebanan jembatan jalan raya SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan SE Menteri PUPR No 07-SE-M-2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan RSNI T-12-2004 Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan (Kepmen PU No 260/KPTS/M/2004) RSNI T-03-2005 Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan (Kepmen PU No.498/KPTS/M/2005) Umur rencana : 50 tahun Umur rencana : 50 tahun Periode ulang 500 tahun Umur rencana : 75 tahun Periode ulang: 1000 tahun Peta Gempa 2010 Peta Gempa 2017 RSNI T02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan. Peta Gempa 2002 Pd T-04-2004B Pedoman Perencanaan Beban Gempa untuk Jembatan 3 Tabel I.I Perbandingan demand gempa pada peta gempa Indonesia Peta Gempa PGA,Ss,S1 untuk DKI Jakarta 2002 PGA = 0,15 g Probabilitas terlampaui 10% dalam 50 th (T=500 th) 2010 PGA= 0,2-0,25 g PGA= 0,25 -0,3 g Ss = 0,5-0,6 g S1 = 0,25-0,3 g Probabilitas terlampaui 10% dalam 50 th (T=500 th) Probabilitas terlampaui 7% dalam 75 th (T=1000 th) 2017 PGA = 0,2-0,25g PGA = 0,25 -0,3g Ss = 0,5-0,6 g S1 = 0,2-0,25 g Probabilitas terlampaui 10% dalam 50 th (T=500th) Probabilitas terlampaui 7% dalam 75 th (T=1000 th) Pemahaman tentang resiko bencana gempa bumi tidak cukup hanya tentang hazard gempa namun juga diperlukan pemahaman terkait kerentanan seismik dari struktur tersebut. Pendekatan berbasis risiko dalam prosedur desain struktur terhadap resiko 4 kegempaan dapat dilakukan melalui fragility function dengan mengembangkan kurva fragilitas yang menunjukkan besarnya nilai probabilitas suatu tingkat kerusakan yang terjadi pada jembatan akibat berbagai level intensitas gempa. Beberapa metodologi untuk menghasilkan kurva fragilitas jembatan telah dikembangkan beberapa tahun terakhir. Applied Technology Council (ATC) mengembangkan kurva fragilitas berdasarkan opini para ahli (expert opinion) (ATC 1985). Metode empiris juga telah dilakukan untuk jembatan di California (Bazos&Kiremidjian, 1999) dan di Jepang (Shinozuka,dkk 2001; Yamazaki, dkk 1999). Namun, pengembangan kurva fragilitas yang paling banyak dilakukan adalah berdasarkan metode analitik karena lebih mudah diterapkan pada berbagai tipe jembatan dan wilayah geografis dimana catatan observasi kerusakan jembatan tidak cukup. Metode fragilitas analitik juga dianggap memiliki kebenaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode berbasiskan opini para ahli karena dapat dipertanggungjawabkan melalui hasil perhitungan. Sejumlah penilaian fragilitas jembatan dengan kurva fragilitas analitik telah dilakukan sejauh ini di beberapa negara untuk berbagai kelas jembatan . Peneliti- peneliti dari berbagai negara (Choi, et al. (2004), Nielson & DesRoches (2007a, b), Ramanathan, et al. (2012), Billah & Alam (2015) di Amerika, Mitchell et al. (2010) di Canada, Simon & Vigh (2016) di Hungaria, Moschonas et al. (2009) di Yunani, Karim & Yamazaki (2007) di Jepang, Waseem M (2017) di Pakistan dan Shekhar, et al (2019) di India) telah mengembangkan kurva fragilitas analitik untuk jembatan pada berbagai wilayah tertentu (Tabel II.5). Mengingat hazard, praktik konstruksi, peraturan desain dan kondisi tanah berbeda untuk setiap wilayah, maka studi fragilitas berfokus pada pengembangan kurva fragilitas per wilayah, sebagaimana dinyatakan dalam studi Simon & Vigh (2017). Sementara itu, sejauh ini belum ada studi fragilitas analitik jembatan eksisting di zona tertentu di Indonesia secara lebih holistik dan sebagai dasar pembuatan peta risiko jembatan (risk map) di Indonesia. Dalam studi ini, analisis fragilitas jembatan eksisting di Indonesia dikembangkan secara lebih holistik sesuai dengan data material aktual di Indonesia untuk mengetahui ketidakpastian kapasitas struktural, βc dalam pembentukan kurva fragilitas. Struktur jembatan yang dianalisis berada 5 di wilayah DKI Jakarta sebagai zona gempa kuat di Indonesia. Fokus penelitian adalah jembatan beton girder multi-span yang merupakan jembatan dengan populasi terbesar dan memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap stok jembatan nasional berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (2021). Jembatan tipe ini dapat ditemukan di setiap era jembatan. Perlu ditekankan bahwa studi ini berfokus pada ketentuan- ketentuan yang ada pada code, tidak termasuk kerusakan lainnya yang disebabkan oleh inkonsistensi desain dan konstruksi (improper construction). I.2 Masalah Penelitian Diperlukan analisis fragilitas seismik struktur jembatan eksisting di Indonesia berdasarkan era desain terhadap kondisi kegempaan sesuai peta bahaya gempa ter- update melalui pengembangan kurva fragilitas yang menunjukkan besarnya nilai probabilitas suatu tingkat kerusakan yang terjadi pada jembatan akibat berbagai level intensitas gempa. Evaluasi diperlukan untuk melihat potensi kerusakan struktur yang dapat terjadi jika terjadi skenario gempa tertentu. I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan studi ini adalah tersedianya kurva fragilitas analitik (analytical fragility curve) dari jembatan-jembatan eksisting yang dibangun pada era/desain konstruksi yang berbeda (sejak sebelum 1990-sekarang) sebagai dasar pembuatan peta risiko jembatan di Indonesia. Pada studi ini dikaji parameter berikut untuk melihat pengaruh dari variabilitas ini pada kurva fragilitas: - periode konstruksi yang berimplikasi pada variasi detailing (confinement) - variabilitas material untuk penentuan ketidakpastian kapasitas struktur βc) berdasarkan data aktual material di Indonesia. - variasi parameter geometri jembatan Selanjutnya dilakukan pengembangan analisis fragilitas generik dengan menormalisasi governing parameter pada jembatan yaitu L span dan hpier. Metode pada studi ini menjadi rekomendasi kerangka kerja (framework) yang komprehensif untuk analisis fragilitas seismik jembatan di Indonesia. 6 I.4 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup pembahasan pada studi ini adalah sebagai berikut: a) Jembatan yang dianalisis pada penelitian ini adalah tipe jembatan standar multi-span girder beton sebagai jembatan dengan populasi terbesar di Indonesia. b) Struktur yang dianalisis adalah jembatan eksisting yang berada pada zona gempa kuat yaitu DKI Jakarta. c) Kurva fragilitas pada studi ini dikembangkan dari model jembatan yang mewakili jembatan pada setiap era desain/konstruksi yang tentunya memiliki persyaratan desain terhadap gempa yang berbeda pula. Persyaratan desain seismik diaplikasikan ke setiap model sesuai peraturan desain yang digunakan saat tahun jembatan tersebut didesain (lihat Tabel II.1) d) Untuk analisis fragilitas, setiap model dikaji terhadap peraturan pembebanan jembatan termutakhir yaitu: o Peta Gempa 2017 o SNI 2833:2016 Perencanaan Jembatan Terhadap Beban Gempa o SNI 1725:2016 Pembebanan untuk Jembatan e) Efek deteriorasi akibat aging dianggap tidak dominan. Jembatan diasumsikan mengalami perawatan dengan baik secara periodik.