201 Bab VI Kesimpulan VI.1 Temuan Studi ini mengungkap transformasi tutupan lahan yang signifikan di Jatinangor dari lanskap agraris menjadi kawasan urban pendidikan tinggi selama periode 1985 hingga 2023. Tren utama adalah penurunan drastis lahan produktif dan tutupan pohon, dengan kelas Crops berkurang 635,34 hektar (-47%) dan Trees turun 244,62 hektar (-41%) antara 1985-2020 (Tabel 5.1). Sebaliknya, ekspansi lahan terbangun sangat dominan, dengan Built Area meningkat 645,07 hektar (+155%) pada 1985- 2020 dan terus bertambah 127,4 hektar (+9%) pada periode 2017-2023. Periode 1995-2000 menjadi puncak transformasi, ditandai dengan laju konversi tertinggi, di mana Crops mengalami penurunan masif (-493,4 hektar) yang diiringi lonjakan signifikan pada Built Area (+332,65 hektar) dan Sparse (+236,45 hektar). Puncak ini berkorelasi kuat dengan lonjakan jumlah mahasiswa dari 2.445 pada 1985 menjadi 40.366 pada tahun 2000 (Tabel 5.4). Visualisasi seperti Diagram Sankey (Gambar V.5) memperkuat temuan ini, menunjukkan alur konversi besar dari Crops menuju Built Area dan Sparse. Pada periode yang lebih baru (2017-2023), perluasan Built Area cenderung bergeser ke desa-desa pinggiran seperti Cilayung dan Cileles, kemungkinan didorong oleh faktor aksesibilitas baru seperti Tol Cisumdawu, dengan Crops masih terus menurun (-29,1 hektar, -5%) dan Trees juga berkurang signifikan (-66,7 hektar, -19%). Analisis lebih rinci pada periode 1990-2000 menunjukkan ladang (bagian dari Crops) lebih rentan dikonversi dibandingkan sawah, dengan penurunan absolut ladang (-200 ha) lebih besar dari sawah (-157,6 ha), terutama di desa dekat kampus seperti Ciseumpur (-97,2 hektar) dan Cinta Mulya (-51,8 hektar). Secara sosial- ekonomi, transformasi ini menciptakan ketimpangan, dengan nilai lahan meroket, meningkatkan risiko limpasan permukaan/banjir dan potensi efek urban heat island, sementara hilangnya Trees meningkatkan risiko erosi, khususnya di pinggiran. Ancaman serius terhadap ketahanan pangan lokal juga nyata, seiring hilangnya lahan pertanian. Untuk menjawab sasaran dan melihat lebih lengkap temuan dari analisis disajikan dalam tabel berikut: 202 Tabel VI.1. Temuan berdasarkan Sasaran Penelitian Sasaran Penelitian Pertanyaan Penelitian Analisis Temuan Sasaran 1: Mengidentifikasi dan menganalisis pola spasial- temporal perubahan penggunaan lahan pertanian di Kecamatan Jatinangor pada periode 1985–2023 melalui analisis multi-temporal citra satelit Landsat dan Sentinel-2. Bagaimana pola perubahan tutupan lahan di Kecamatan Jatinangor dari tahun 1985 hingga 2023, dan apa faktor utama yang mendorong konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Analisis Spasial-Temporal: Pemetaan perubahan tutupan lahan menggunakan citra Landsat (1985–2020, Tabel 5.1) dan Sentinel-2 (2017–2023, Tabel 5.7) dengan klasifikasi kelas lahan. Analisis Faktor Pendorong: Evaluasi kualitatif Studentifikasi, kebijakan, dan ekonomi berdasarkan data sekunder dan wawancara (Gambar V.9, 5.3). Lahan pertanian (Crops) menurun 635,34 hektar (1985–2020), dari ~53% menjadi ~28% wilayah, sementara Built Area meningkat 645,07 hektar (~61% pada 2023, Tabel V.1, Gambar V.9). Trees turun 244,62 hektar (1985–2020) dan 66,7 hektar (2017– 2023, Gambar V.11). Faktor utama: Studentifikasi (relokasi UNPAD, ~40.366 mahasiswa pada 2000, Tabel 5.4), urbanisasi, Tol Cisumdawu, dan harga lahan (Rp5–10 juta/m², 2023, Cipacing). Bagaimana distribusi spasial konversi lahan pertanian ke lahan terbangun di Jatinangor, dan apakah pola ini menunjukkan pengelompokan atau penyebaran acak. Analisis Distribusi Spasial dan Analisis Nearest Neighbor : Pemetaan konversi menggunakan SIG dan data Open Buildings 2.5D untuk identifikasi konsentrasi bangunan (Gambar V.6, V.18, 5.16). Konversi lahan pertanian ke lahan terbangun menunjukkan pola mengelompok dengan signifikansi sangat tinggi dilihat dari z-score, mencerminkan konversi yang disebabkan oleh Studentifikasi Kapan periode puncak transformasi lahan terjadi di Jatinangor, dan bagaimana tren perubahan tutupan lahan berkembang dari waktu ke waktu. Analisis Tren Temporal: Perhitungan luasan perubahan per interval menggunakan citra Landsat/Sentinel-2 (Tabel 5.2, Gambar V.2, 5.3). Puncak transformasi pada 1995–2000 (ekspansi UNPAD). Konversi cepat hingga 2000, melambat 2000–2015, dengan peningkatan Crops (+113,67 hektar, 2015–2020, Tabel 5.2) akibat pandemi, lalu meningkat lagi 2017–2023. Bagaimana pandemi COVID- 19 memengaruhi laju konversi lahan di Jatinangor, dan apakah ada indikasi pemulihan lahan pertanian. Analisis Tren Temporal: Perbandingan kuantitatif luasan lahan sebelum dan selama pandemi menggunakan citra satelit (Tabel 5.2, Gambar V.2, V.12). Pandemi memperlambat konversi (2015–2020) akibat pembelajaran jarak jauh, dengan peningkatan Crops (+113,67 hektar, Tabel V.2). Tren urbanisasi kembali dominan pada 2023, tetapi Cilayung menunjukkan potensi pelestarian (~100–157 hektar, Gambar V.12). Sasaran 2: Mengkuantifikasi perubahan luasan lahan pertanian yang terkonversi dan ekspansi area terbangun di wilayah studi melalui analisis Berapa luasan lahan pertanian yang terkonversi ke Built Area per desa di Jatinangor, dan bagaimana distribusi kuantitatifnya selama 1985– 2023. Analisis Kuantifikasi Konversi: Perhitungan luasan konversi per desa dengan SIG, menggunakan matriks transisi dan data Open Buildings 2.5D (Tabel V.4, Gambar V.6, V.12). Konversi terbesar di Hegarmanah (~125 hektar), Cipacing (~99 hektar), dan Sayang (total ~501 hektar, Tabel V.4). Cilayung mempertahankan ~100–157 hektar lahan pertanian, Cileles konversi tersebar (Gambar V.12, V.17). 203 SIG dan perhitungan metrik lanskap. Bagaimana stabilitas dan transisi antar kelas tutupan lahan di Jatinangor selama 1985–2023, dan kelas mana yang paling rentan terhadap konversi. Analisis Matriks Transisi: Kuantifikasi transisi antar kelas lahan (Crops, Built Area, Trees, Sparse) menggunakan SIG dan citra satelit (Tabel V.4, Gambar 5.3, V.4). Crops paling rentan, dengan transisi ke Built Area (~501 hektar, Tabel V.4). Built Area stabil, Trees dan Sparse juga terkonversi di desa pusat (Hegarmanah, Cipacing). Alur utama: Crops ke Built Area (Gambar 5.3). Sasaran 3: Menganalisis faktor- faktor dominan yang memengaruhi konversi lahan pertanian di Jatinangor, termasuk faktor fisik, sosial, ekonomi, dan kebijakan. Apa dampak fenomena Studentifikasi terhadap transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan di kawasan pendidikan tinggi Jatinangor. Integrasi seluruh analisis dan observasi: gabungan dari analisis yang dilakukan sebelumnya Sosial: Marginalisasi petani, tapi interaksi sosial meningkat di pusat pendidikan. Ekonomi: Kenaikan nilai lahan (Rp5–10 juta/m², 2023) mendukung sektor jasa, namun terdapat ancaman ketahanan pangan. Lingkungan: Risiko banjir, erosi, UHI. Bagaimana hubungan antara pertumbuhan jumlah mahasiswa dan konversi lahan di Jatinangor selama periode 1985–2023. Analisis Korelasi Mahasiswa-Konversi: Kuantifikasi pertumbuhan mahasiswa (Tabel 5.4) dan kualitatif Studentifikasi dengan data tutupan lahan (Gambar V.18, 5.11–5.12). Pertumbuhan mahasiswa (~40.366 pada 2000, Tabel 5.4) memicu konversi lahan untuk kos-kosan (Gambar V.18) dan fasilitas (Jatos, Pinewood, Gambar V.11– V.12), terutama 1995–2000. Apa saja faktor-faktor dominan yang memengaruhi konversi lahan pertanian di kawasan pendidikan tinggi Jatinangor, dan bagaimana mekanisme pengaruhnya. Faktor dominan: Studentifikasi (permintaan kos-kosan), kebijakan (UNPAD, Tol Cisumdawu), ekonomi (kenaikan harga lahan ), urbanisasi. Mekanisme: mahasiswa tingkatkan permintaan lahan, kebijakan tingkatkan akses, investasi properti gantikan lahan pertanian Analisis Faktor Pendorong: Identifikasi faktor dari temua kuantitatif diperkuat dengan mekanisme kualitatif Sumber: Hasil Analisis, 20225 204 VI.2 Kesimpulan Studi ini secara komprehensif mengidentifikasi dan menganalisis pola spasial- temporal perubahan tutupan lahan di Kecamatan Jatinangor dari tahun 1985 hingga 2023, mengkuantifikasi luasan lahan yang terkonversi, dan menganalisis faktor- faktor dominan yang mendorong transformasi ini, sehingga menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Temuan kunci menunjukkan bahwa Jatinangor telah mengalami transisi fundamental dari lanskap yang didominasi lahan pertanian dan hutan menjadi kawasan urban pendidikan tinggi.