61 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini mengadopsi pendekatan mixed-methods, yang secara strategis mengintegrasikan metode kuantitatif dan kualitatif untuk meraih pemahaman yang komprehensif dan mendalam. Pendekatan ini dipilih karena fenomena Gentrifikasi dan dampaknya terhadap perubahan lahan pertanian merupakan isu yang kompleks, melibatkan berbagai faktor dan aktor, serta memerlukan analisis dari berbagai sudut pandang. Penelitian ini menggunakan Jatinangor sebagai studi kasus, dengan temuan yang spesifik untuk konteks lokal tetapi berpotensi relevan untuk kawasan serupa (Yin, 2018). Desain penelitian yang diterapkan adalah sequential explanatory. Dalam desain ini, tahapan penelitian dilakukan secara berurutan: dimulai dengan pengumpulan dan analisis data kuantitatif, diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif. Kerangka kerja penelitian dirancang untuk memastikan integrasi data secara sistematis (Bell & Waters, 2018). Kerangka analisis umum dapat dilihat dalam visualisasi berikut: Gambar III.1. Kerangka Analisis Umum Sumber : Olahan Penulis, 2024 62 Analisis spasial menjadi salah satu pilar utama yang banyak digunakan untuk memetakan dan menganalisis distribusi serta perubahan penggunaan lahan secara mendetail. Analisis spasial memungkinkan pemetaan pola perubahan lahan dengan akurasi tinggi menggunakan teknologi GIS (Goodchild, 2010). Kerangka analisis spasial yang diterapkan melibatkan integrasi data citra satelit, teknologi GIS, literatur pendukung, dan observasi lapangan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan bermakna. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk memahami hubungan spasial antara berbagai variabel, seperti korekasi geometrik dan atmosferik, klasifikasi tutupan lahan, hingga deteksi perubahan lahan, yang selanjutnya divisualisasikan untuk mendukung pengambilan keputusan. Berikut visualisasinya: Gambar III.2. Kerangka Analisis Spasial Sumber: Olahan Penulis, 2024 63 Tahap kuantitatif termasuk analisis spasial didalamnya, bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola umum, tren perubahan penggunaan lahan, dan hubungan statistik antar variabel. Analisis kuantitatif memberikan gambaran makro mengenai fenomena yang diteliti. Hasil dari analisis kuantitatif ini kemudian menjadi dasar untuk tahap kualitatif. Pada tahap kualitatif, data non-numerik (observasi lapangan, dan analisis dokumen) dikumpulkan dan dianalisis. Tujuan utama dari tahap kualitatif ini adalah untuk menjelaskan, memperdalam, memberikan konteks yang lebih kaya, serta untuk mengkonfirmasi terhadap temuan-temuan kuantitatif. Dengan kata lain, data kualitatif membantu menjawab pertanyaan "mengapa" dan "bagaimana" di balik pola-pola yang teridentifikasi dalam data kuantitatif. Proses ini mengikuti pendekatan triangulasi untuk memastikan validitas temuan (Creswell & Plano Clark, 2018). Penelitian ini tidak hanya menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif secara tradisional, tetapi juga mengintegrasikan pendekatan data science. Pemanfaatan data science menjadi semakin penting dalam penelitian ilmu sosial, terutama dalam menghadapi era big data. Pendekatan ini memungkinkan analisis data berskala besar yang mengubah cara penelitian sosial dilakukan (Kitchin, 2014). Era big data, yang ditandai dengan volume data yang besar, kecepatan pembaruan yang tinggi, dan variasi format yang beragam, telah mengubah lanskap penelitian ilmu sosial secara fundamental (Werner & Chiang, 2021). Untuk melihat alur kerja yang digunakan, pembaca dapat merujuk pada visualisasi berikut: Gambar III.3. Perbandingan Alur Metode Data Science dan Hiphotesis Tradisional Sumber : Basu, 2019 64 Dalam konteks penelitian ini, metode data science dimanfaatkan untuk mengeksplorasi dan menganalisis data dalam jumlah besar (big data) yang diperoleh dari berbagai sumber (Kar & Dwivedi, 2020), terutama data penginderaan jauh (citra satelit) dan web scraping. Pendekatan data-driven ini memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi pola-pola perubahan lahan yang kompleks dan dinamis, yang mungkin sulit terdeteksi jika hanya menggunakan metode survei konvensional yang cakupan datanya terbatas (Mazzocchi, 2015). Di sisi lain, metode hipotesis tradisional tetap digunakan sebagai kerangka kerja konseptual dan analitis. Metode ini membantu dalam merumuskan pertanyaan penelitian yang terarah, mengidentifikasi variabel-variabel kunci yang relevan, dan menguji hubungan kausal antara variabel-variabel tersebut (Martinez dkk., 2021; Smith & Felix, 2019). Misalnya, metode hipotesis tradisional digunakan untuk menguji apakah ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor pendorong (seperti pertumbuhan jumlah mahasiswa, investasi sektor properti, kebijakan tata ruang) dan perubahan luas lahan pertanian. Dengan demikian, penelitian ini menggabungkan kekuatan dari pendekatan data-driven dan metode hipotesis tradisional untuk menghasilkan pemahaman yang lebih holistik dan mendalam mengenai fenomena Gentrifikasi dan dampaknya. III.2 Definisi Konseptual dan Operasional Definisi operasional dan konseptual menjadi landasan penting untuk menguraikan variabel-variabel yang digunakan. Definisi konseptual memberikan kerangka teoritis yang mendasari pemahaman masing-masing variabel, sementara definisi operasional menjelaskan cara pengukuran dan indikator yang diterapkan secara praktis dalam konteks penelitian ini. Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengukur fenomena kompleks, seperti perubahan penggunaan lahan dan dinamika spasial, dengan metode yang terstruktur dan terukur. Variabel-variabel utama, termasuk perubahan lahan pertanian, ekspansi area terbangun, stabilitas tutupan lahan, distribusi spasial konversi lahan, dan transisi tutupan lahan, didefinisikan secara rinci untuk mendukung analisis yang akurat dan relevan. Berikut adalah tabel 65 yang berisi definisi konseptual, definisi operasional, indikator, serta sumber data untuk setiap variable: Tabel III.1. Definisi Konseptual dan Operasional Penelitian Variabel Definisi Konseptual Definisi Operasional Indikator Sumber Data Perubahan Lahan Pertanian Proses transformasi lahan pertanian menjadi fungsi non- pertanian akibat tekanan urbanisasi dan Studentifikasi. Penurunan luas lahan pertanian (kategori Crops) dalam satuan hektar di Kecamatan Jatinangor selama 1985- 2020, diukur menggunakan dataset Global Land Cover (GLC) berbasis citra Landsat. Luas lahan pertanian (ha) • Citra Landsat GLC30 (1985- 2020) Laju konversi tahunan (ha/tahun) • Esri 10 • Data Podes Persentase penurunan (%) • Kecamatan Dalam Angka Luas konversi ke Built Area (ha) Ekspansi Area Terbangun Peningkatan luas lahan untuk permukiman, fasilitas komersial, gedung pendidikan, dan infrastruktur akibat urbanisasi dan Studentifikasi Pertambahan luas lahan terbangun (kategori Built Area) dalam satuan hektar di Kecamatan Jatinangor selama 1985-2023, diukur menggunakan dataset GLC dan Esri. Luas area terbangun (ha) • Citra Landsat GLC30 (1985- 2020) • Esri 10 Laju ekspansi tahunan (ha/tahun) • Data Open Buildings Persentase pertambahan (%) • Kecamatan Dalam Angka Luas konversi dari Crops (ha) Stabilitas Tutupan Lahan Tingkat ketahanan kategori tutupan lahan terhadap perubahan atau konversi ke kategori lain, mencerminkan dinamika penggunaan lahan. Persentase lahan yang tetap dalam kategori asal (Trees, Crops, Built Area, Sparse, Water) atau berpindah selama 1985-2023, diukur melalui analisis matriks transisi berbasis citra. Persentase stabilitas per kategori (%) • Citra Landsat GLC30 (1985- 2020) Luas transisi antar kategori (ha) Alur transisi dominan (misalnya, Crops ke Built Area) Distribusi Spasial Konversi Lahan Pola spasial konversi lahan pertanian ke lahan terbangun, menunjukkan pengelompokan, penyebaran acak, atau distribusi seragam. Pola spasial konversi lahan pertanian ke Built Area di Kecamatan Jatinangor, diukur menggunakan analisis Nearest Neighbor pada grid 30 m x 30 m. Nearest Neighbor Ratio (NNR) • Citra Landsat GLC30 (1985- 2020) Observed Mean Distance (OMD, m) • Analisis Nearest Neighbor Expected Mean Distance (EMD, m) Z-Score Pola spasial (mengelompok, acak, tersebar) Transisi Tutupan Lahan Perpindahan lahan dari satu kategori tutupan lahan ke kategori lain, mencerminkan dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan yang berpindah antar kategori (misalnya, Crops ke Built Area) dalam satuan hektar selama 1985-2020, diukur melalui matriks transisi berbasis citra Landsat. Luas transisi per kategori (ha) • Citra Landsat GLC30 (1985- 2020) Persentase transisi (%) Alur transisi dominan (misalnya, Crops ke Built Area) Sumber : Sintesa berbagai sumber, 2024 66 III.3 Alat Analisis Untuk melakukan pengolahan dan analisis data, baik data spasial maupun non- spasial, serta untuk mengintegrasikan berbagai jenis data, beberapa tools (perangkat lunak dan library pemrograman) digunakan: 1. Google Earth Engine (GEE): GEE adalah platform komputasi awan (cloud computing) berbasis web yang dikembangkan oleh Google. GEE menyediakan akses ke berbagai data penginderaan jauh (citra satelit, data DEM, data iklim, tutupan Lahan, dll.) dari berbagai sumber, serta berbagai algoritma dan tools untuk pengolahan dan analisis data tersebut. Google Earth Engine (GEE) menawarkan sejumlah keunggulan signifikan sebagai platform analisis data penginderaan jauh. Keunggulan utama GEE terletak pada aksesibilitasnya terhadap data skala besar, di mana pengguna dapat memanfaatkan petabyte data penginderaan jauh yang tersimpan di dalam cloud, menghilangkan kebutuhan untuk mengunduh data secara lokal dan menghemat sumber daya penyimpanan. Selain itu, GEE didukung oleh kemampuan komputasi tinggi yang memanfaatkan infrastruktur Google, memungkinkan pemrosesan data dalam skala besar dengan kecepatan yang efisien.