25 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Konsep dan Bentuk Gentrifikasi Gentrifikasi adalah fenomena multifaset yang secara signifikan mengubah penggunaan lahan dan dinamika sosial di dalam wilayah perkotaan (Pratiyudha, 2019). Menurut Johnson-Schlee (2024), konsep Gentrifikasi pertama kali dicetuskan oleh Ruth Glass (1964) untuk menjelaskan dinamika perubahan kelas sosial dan lanskap fisik di beberapa distrik kelas pekerja di London. Glass (1964) mengamati bagaimana kelompok kelas menengah mulai berpindah ke wilayah- wilayah tersebut, merenovasi rumah-rumah yang sebelumnya kurang terawat, dan secara bertahap mengubah karakter sosial dan ekonomi lingkungan Hal ini ditandai dengan masuknya populasi berpenghasilan lebih tinggi ke lingkungan yang sebelumnya berpenghasilan lebih rendah, yang menyebabkan peningkatan nilai properti dan seringkali penggusuran penduduk dan bisnis yang telah lama ada. Salah satu penjelasan teoretis yang paling berpengaruh mengenai mekanisme ekonomi di balik Gentrifikasi adalah teori rent gap yang dikembangkan oleh Neil Smith (1979). Teori ini menyatakan bahwa Gentrifikasi terjadi ketika terdapat perbedaan signifikan (rent gap) antara nilai kapitalisasi lahan saat ini dan potensi nilai kapitalisasi lahan jika dikembangkan kembali ke penggunaan yang lebih tinggi. Rent gap inilah yang menarik investasi modal untuk reinvestasi di wilayah- wilayah perkotaan yang sebelumnya terdepresiasi. Salah satu pendorong utama Gentrifikasi adalah reinvestasi ekonomi di wilayah perkotaan yang secara historis kurang dihargai. Reinvestasi ini sering terjadi di daerah di mana terdapat rent gap, yang didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan sewa properti saat ini dan potensi pendapatan sewanya setelah pembangunan kembali (Paton & Cooper, 2016). Ketika modal diinvestasikan ke lingkungan ini, nilai properti meningkat, menarik penduduk dan bisnis baru yang mampu membayar peningkatan biaya. Proses ini terlihat dalam berbagai konteks global, termasuk Tiongkok, di mana Gentrifikasi yang dipimpin negara telah diamati sebagai bagian dari reformasi ekonomi yang lebih luas dan upaya modernisasi perkotaan (He dkk., 2012; Song & Wu, 2010). Dalam konteks ini, 26 Gentrifikasi bukan hanya fenomena lokal tetapi terkait erat dengan strategi ekonomi nasional yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing perkotaan dan mengekstrak nilai dari lahan (Almeida dkk., 2022). Proses Gentrifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait, termasuk kebijakan ekonomi yang mendorong investasi dan pembangunan kembali perkotaan, keputusan perencanaan perkotaan yang membentuk penggunaan lahan dan infrastruktur, serta dinamika sosial yang mencakup perubahan demografi dan preferensi gaya hidup (Davidson & Lees, 2005; Lees, 2008). Singkatnya, Gentrifikasi mewakili interaksi kompleks dari faktor ekonomi, sosial, dan kebijakan yang secara bersama-sama mendorong perubahan signifikan dalam lanskap perkotaan (Lees, 2008; Slater, 2009). Meskipun Gentrifikasi seringkali dikaitkan dengan revitalisasi lingkungan, peningkatan fasilitas perkotaan, dan pertumbuhan ekonomi lokal, proses ini juga menimbulkan risiko besar penggusuran bagi penduduk berpenghasilan rendah dan fragmentasi sosial akibat perubahan komposisi sosial dan hilangnya jaringan komunitas yang ada (Atkinson, 2000; Marcuse, 1985; Smith, 2002). Selain Gentrifikasi perkotaan, fenomena serupa juga terjadi di wilayah pedesaan, yang dikenal sebagai Gentrifikasi pedesaan (Rural Gentrification) dan Gentrifikasi pariwisata (Tourism Gentrification). Phillips (1993) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Gentrifikasi pedesaan ditandai dengan masuknya penduduk kelas menengah ke wilayah perdesaan, seringkali didorong oleh pencarian gaya hidup yang lebih tenang atau back-to-nature, yang kemudian juga mengubah struktur sosial, ekonomi, dan lanskap wilayah perdesaan tersebut. Konsep ini relevan dalam memahami dinamika perubahan di wilayah peri-urban seperti Jatinangor, di mana batas antara perkotaan dan pedesaan semakin kabur. Yang & Loopmans (2023) dalam studi kasus di Chengdu, China, menyoroti bagaimana Gentrifikasi pedesaan terkait erat dengan disposisi lahan dan penggusuran, serta semakin mengaburkan batas antara wilayah pedesaan dan perkotaan. Penelitian Averkieva (2023) di wilayah non-Chernozem Rusia juga mengkonfirmasi fenomena ini, menunjukkan bahwa migrasi penduduk kota ke desa, meskipun terkadang tidak terlihat secara statistik, membawa perubahan signifikan. Penduduk kota ini membawa modal sosial dan sumber daya yang mentransformasi pedesaan 27 sehingga memicu modernisasi pedesaan yang unik, di mana inovasi perkotaan berpadu dengan gaya hidup tradisional pedesaan. He dkk. (2012), dalam studi kasus di Xiaozhou Village, Guangzhou, menemukan bahwa Gentrifikasi pedesaan dapat dipicu oleh berbagai aktor, termasuk seniman avant-garde dan mahasiswa, dengan dampak spasial dan temporal yang berbeda. Proses ini tidak selalu menyebabkan penggusuran penduduk asli, namun dapat memicu perubahan budaya dan nilai estetika wilayah pedesaan (Zhao & Zhu, 2025). Seiring dengan Gentrifikasi pedesaan, Gentrifikasi pariwisata muncul sebagai fenomena terkait yang semakin diperhatikan. Widianto dkk. (2024) melalui analisis bibliometrik, mengidentifikasi bahwa Gentrifikasi pariwisata dipicu oleh peningkatan aktivitas pariwisata global dan memiliki dampak negatif, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, bahkan dianggap sebagai bencana berjenjang. Yoshida & Kato (2023) dalam studi kasus Kyoto, Jepang, menemukan adanya risiko keterjangkauan perumahan akibat Gentrifikasi pariwisata, terutama terkait dengan peningkatan jumlah hotel yang mendorong kenaikan harga rumah untuk dijual. Tanaka dkk. (2023) juga di Kyoto menunjukkan bahwa Gentrifikasi pariwisata dapat menyebabkan penurunan populasi akibat penggusuran di pusat kota bersejarah. Lo & McKercher (2023) di Hong Kong meneliti transformasi lingkungan akibat Gentrifikasi pariwisata dari wisatawan Tiongkok, menemukan adanya perubahan komersial, sosial, dan budaya, serta persepsi negatif dari penduduk lokal meskipun pada tingkat yang berbeda. Mixa & Loftsdóttir (2025) menyoroti ketidakpastian dan pasar sewa selama Gentrifikasi pariwisata, menekankan dampak pada ketersediaan perumahan yang layak. Sementara Gentrifikasi secara umum merujuk pada proses transformasi suatu wilayah perkotaan yang ditandai dengan masuknya penduduk dengan status sosial- ekonomi yang lebih tinggi, yang seringkali menyebabkan perubahan dalam struktur sosial, ekonomi, dan fisik wilayah tersebut (Lees, 2008), Studentifikasi, sebagai bentuk Gentrifikasi yang spesifik, memiliki karakteristik yang unik terkait dengan dinamika populasi mahasiswa, siklus tahunan akademik, dan kebutuhan hunian mahasiswa yang berbeda (Smith & Holt, 2007). Lebih lanjut, Smith (2005) 28 menekankan Studentifikasi sebagai sebuah proses yang tidak hanya mengubah demografi, tetapi juga menciptakan 'ruang mahasiswa' yang khas (student space). Ruang ini ditandai dengan konsentrasi perumahan mahasiswa, fasilitas dan layanan yang berorientasi pada mahasiswa, serta norma dan gaya hidup yang dominan dipengaruhi oleh budaya mahasiswa. Pembentukan 'ruang mahasiswa' ini memiliki konsekuensi spasial dan sosial yang signifikan bagi lingkungan sekitar kampus. Studentifikasi seringkali dipahami sebagai subtipe atau bentuk khusus dari Gentrifikasi, yang melibatkan serangkaian perubahan kompleks yang ditandai dengan meningkatnya jumlah mahasiswa di suatu wilayah perkotaan. Dalam konteks ini, Studentifikasi tidak hanya mengubah demografi suatu wilayah, tetapi juga memicu perubahan dalam lanskap ekonomi, sosial, dan fisik lingkungan tersebut. (Smith & Holt, 2007) mendefinisikan Studentifikasi sebagai proses di mana wilayah-wilayah tertentu didominasi oleh tempat tinggal mahasiswa, menciptakan transformasi sosio-spasial yang khas yang seringkali membedakannya dari lingkungan lain. Lees (2008) mendefinisikan Studentifikasi sebagai fenomena yang menciptakan peluang ekonomi baru bagi bisnis dan investor, tetapi juga mengancam keberlanjutan sosial dan kesejahteraan penduduk lokal yang mungkin tidak dapat bersaing dengan peningkatan biaya hidup dan perubahan gaya hidup. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan implikasi ganda dari Studentifikasi, baik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi maupun sebagai potensi sumber ketidaksetaraan sosial. Fenomena Studentifikasi juga menunjukkan adanya persamaan dengan bentuk Gentrifikasi lain (Dewi dkk., 2019; He dkk., 2012; Ndimande, 2022; Qian dkk., 2013), terutama dalam konteks perubahan penggunaan lahan dan dinamika sosial-ekonomi di sekitar kawasan pendidikan. Hubungan antara Studentifikasi dan Gentrifikasi telah menjadi subjek perdebatan yang signifikan di kalangan akademisi perkotaan. Salah satu pandangan yang menonjol adalah bahwa Studentifikasi merupakan fase awal atau bentuk khusus dari Gentrifikasi, di mana mahasiswa bertindak sebagai "gentrifier awal" yang membuka jalan bagi perubahan yang lebih luas dalam pasar perumahan dan lingkungan (Smith & Holt, 2007). Pandangan ini menekankan bagaimana masuknya mahasiswa dapat memicu perubahan dalam permintaan dan preferensi 29 perumahan, yang kemudian menarik investor dan pengembang yang tertarik untuk memanfaatkan potensi peningkatan nilai properti. Namun, pandangan lain berpendapat bahwa Studentifikasi merupakan proses yang berbeda dengan karakteristik uniknya sendiri, yang tidak selalu mengarah pada Gentrifikasi yang lebih komprehensif (Fabula dkk., 2017). Perdebatan ini berfokus pada pertanyaan mendasar tentang apakah perubahan yang disebabkan oleh mahasiswa bersifat sementara dan terbatas, atau apakah mereka membuka jalan bagi Gentrifikasi yang lebih komprehensif dan permanen, dengan implikasi yang signifikan bagi penduduk lama dan struktur sosial lingkungan. Fabula dkk. (2017) menemukan bahwa Studentifikasi di Jozsefvaros berjalan paralel dengan Gentrifikasi, bukan sebagai fase perintis, yang menunjukkan bahwa kedua proses ini dapat terjadi secara independen dan memiliki dinamika yang berbeda. Tabel berikut ini merangkum berbagai jenis Gentrifikasi yang dibahas dalam literatur akademik. Ringkasan ini mengidentifikasi penyebab utama, karakteristik khas, dan dampak signifikan dari setiap jenis Gentrifikasi tersebut.