4 BAB II Tinjauan Pustaka II.1 Receptor Binding Domain SARS-CoV-2 Virus SARS-CoV-2 merupakan virus yang memiliki persamaan hampir 79% dengan virus SARS-CoV, keduanya termasuk ke dalam genus Sarbecovirus. Virus ini mengkodekan satu set protein struktural (membrane protein, M; nucleocapsid protein, N; envelope protein, E; spike protein, S), protein non-struktural (yang sebagian besar menyusun kompleks replikasi dan transkripsi virus) dan protein aksesoris (Gambar II.1) (Lamers dan Haagmans, 2022). Di antara keempat protein struktural tersebut, protein S merupakan protein yang memiliki peran yang paling penting dalam proses perlekatan, fusi dan masuknya virus pada inang serta memiliki fungsi sebagai target dalam pembuatan dan pengembangan antibodi, sebagai target inhibitor dan sebagai vaksin (Tai dkk., 2020). Gambar II. 1 Ilustrasi virus SARS-CoV-2 (Lamers dan Haagmans, 2022). SARS-CoV-2 menggunakan homotrimeric spike glycoprotein untuk masuk ke dalam sel inang. Setiap monomer spike dari protein tersebut memiliki dua subunit, yaitu subunit S1 dan subunit S2. Subunit S1 memiliki peran dalam mengawali ikatan dengan reseptor Angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) pada sel inang untuk selanjutnya menyebabkan metastable pre-fusion dari subunit S2 menjadi kompleks lebih stabil yang berperan penting dalam penggabungan membran virus dengan sel inang (Gambar II.2) ( Lan dkk., 2020). 5 Gambar II. 2 Protein S pada reseptor ACE2 (Lamers dan Haagmans, 2022). Target sel pertama yang dituju oleh SARS-CoV-2 selama infeksi alami yang terjadi pada manusia kemungkinan besar adalah sel-sel multiciliated di nasofaring atau trakea, atau sel sustentacular di mukosa penciuman hidung karena memiliki reseptor ACE2. Setelah menginfeksi manusia, sisi positif dari genom SARS-CoV- 2 langsung memulai produksi protein virus (Lamers dan Haagmans, 2022). Reflikasi aktif dan pelepasan virus di sel paru-paru menyebabkan gejala nonspesifik seperti demam, mialgia, sakit kepala, dan gejala pernapasan. Dalam model eksperimental pada hamster, virus menyebabkan kerusakan sementara pada sel-sel di epitel penciuman, menyebabkan disfungsi penciuman yang dapat menyebabkan kehilangan sementara rasa dan bau (Cevik dkk., 2020). Reseptor ACE2 di dalam tubuh manusia terdapat di beberapa tempat. Reseptor ACE2 diekspresikan secara berlebih pada sel epitel usus, endotel dan sel halus pembuluh darah, jantung (epikardia, adiposit, fibroblas, miosit, arteri koroner), paru-paru (epitel bronkial, trakea sel dan pneumosit tipe 2), otak, testis, dan pada epitel tubulus sel ginjal (Shirbhate dkk., 2021). Pola ekspresi pada reseptor ACE2 menentukan bagaimana rute infeksi serta penularan virus SARS-CoV-2 dan sangat penting memahami patogenesis untuk merancang strategi pengobatan (Li dan Qin, 2021). Keberadaan reseptor ACE2 dalam tubuh mempengaruhi gejala yang ditimbulkan dari COVID-19. Virus SARS-CoV-2 dapat masuk ke saluran pernapasan bagian atas, mempengaruhi epitel hidung dan faring. Infeksi kemudian 6 berlanjut ke saluran pernapasan bagian bawah dan menginfeksi epitel bronkial dan alveolar, menghasilkan gejala utama batuk dan demam (Shirbhate dkk., 2021). Gambar II. 3 Posisi RBD pada Spike glycoprotein dan ikatan RBD dengan reseptor ACE2 (Yang dkk., 2020). RBD adalah salah satu bagian dari monomer spike SARS-CoV-2 yang merupakan bagian protein subunit S1 dari spike SARS-CoV-2. RBD berperan penting dalam pembentukan ikatan dengan reseptor ACE2 pada sel inang (Gambar II.3) ( Lan dkk., 2020). RBD SARS-CoV-2 dengan asam amino protein S 319–541 memiliki peranan penting dalam protein S SARS-CoV-2 yang berinteraksi dengan reseptor ACE2 (Li dan Qin, 2021). Pengembangan RBD SARS-CoV-2 yang memiliki tingkat netralisasi yang baik terhadap SARS-CoV-2 adalah RBD219-N1C1 yang berasal dari residu asam mino 332–549 dengan satu mutasi bebas residu sistein (Cys538) menjadi alanin untuk mencegah pembentukan ikatan disulfida antar molekul (Lee dkk., 2021). Selain itu generasi dari RBD SARS-CoV-2 selanjutnya adalah RBD203-N1 dengan asam amino 332–533. Dengan penghapusan asam amino 534–549, termasuk residu sistein pada posisi 538. Struktur baru ini 7 meningkatkan hasil produksi tanpa mengubah karakteristik biofisik, biokimia, fungsi dan imunogenisitas (Chen dkk., 2022). RBD memiliki bobot molekul antara 60-64 kDa dan memiliki isoelektrik poin pada pH antara 8,55-8,91 (Krebs dkk., 2021; Tai dkk., 2020). II.2 Vaksin COVID-19 Vaksin didefinisikan sebagai agen biologis yang dapat membuat tubuh untuk menghasilkan respon imun spesifik terhadap suatu antigen (Czochor dan Turchick, 2014). Untuk menghasilkan respon imun tubuh, vaksin harus mengandung suatu antigen yang berasal dari patogen utuh atau subunit. Antigen tersebut dapat diproduksi secara alami atau sintetik untuk mewakili komponen dari antigen tersebut (Pollard dan Bijker, 2021). Tidak hanya bersumber dari protein, antigen pada vaksin dapat berupa karbohidrat ataupun molekul lain yang dapat menginduksi respon imun. Contoh vaksin yang menggunakan karbohidrat sebagai antigen adalah pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, sejak akhir 1980-an (Pollard dan Bijker, 2021). Vaksin umumnya diklasifikasikan dalam beberapa platform seperti vaksin aktif (Live-attenuated Vaccine) dan vaksin tidak aktif (inactivated Vaccine), selain kedua jenis vaksin tersebut, pembuatan vaksin mulai berkembang dengan berbagai macam teknologi seperti vaksin protein rekombinan, vaksin adenovirus (viral vector vaccine), vaksin berbasis asam nukleat (mRNA Vaccine) dan vaksin berbasis DNA (Gambar II.4) (Liang dkk., 2020; Pollard dan Bijker, 2021). Pada proses pembuatanya, beberapa komponen tambahan biasanya ditambahkan ke dalam vaksin seperti pengawet, stabilisator, eksipien dan adjuvan (Gambar II.5) (Ghattas dkk., 2021). Tujuan utama dari pemberian vaksin adalah untuk menghasilkan respon imun spesifik untuk melindungi tubuh kita dari patogen tertentu, ada beberapa konsep dari respon imun terhadap vaksin (Gambar II.6) (Ghattas et al. 2021). 8 Gambar II. 4 Ilustrasi perbedaan platform vaksin COVID-19 (Savina dkk., 2022). Gambar II. 5 Komponen tambahan dalam vaksin (Ghattas et al. 2021). 9 Gambar II.6 Respon imun pada penyuntikan intramuskuler (Ghattas dkk., 2021). II.3 Peran Adjuvan dalam Vaksin Subunit Adjuvan merupakan komponen penting dari vaksin subunit karena dapat menginduksi respon imun spesifik yang lebih kuat dan tahan lama. Keberadaan adjuvan menjadi bagian yang sangat penting dalam pengembangan vaksin subunit (Liang dkk., 2020). Kata adjuvan berasal dari bahasa latin adjuvare, yang memiliki arti membantu atau meningkatkan. Adjuvan adalah agen yang dimasukan dalam proses formulasi vaksin untuk memperkuat respon imun yang diarahkan pada antigen (Riese dkk., 2013). 10 Adjuvan tidak hanya bisa meningkatkan imunogenisitas vaksin subunit, tetapi secara efektif dapat mengurangi jumlah antigen yang digunakan dan juga secara signifikan meningkatkan respons kekebalan tubuh terhadap antigen target dengan menunda pelepasan antigen, meningkatkan perekrutan sel di tempat suntikan, meningkatkan penyerapan antigen presenting cells (APCs) dan mekanisme lainnya (Xue dkk., 2020).