8 BAB II. Tinjauan Pustaka II.1 Energi Surya Matahari memiliki diameter 1,39 juta km serta memiliki jarak dari pusat matahari terhadap pusat bumi yaitu 149,5 juta km ±1,7%, seperti pada Gambar II.1(a). Pada dasarnya matahari mempunyai unsur penyusun yaitu hidrogen dan helium. Sekitar 40% dari massa matahari terletak pada 0-0,23R (jari-jari) dari pusat matahari dan disinilah 90% energi terbentuk, seperti pada Gambar II.1(b). Reaksi fusi yang terjadi pada hidrogen membentuk inti helium sehingga menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan dari inti matahari ini mempunyai temperatur 8-40 juta K yang terpancar sampai ke permukaan matahari. Semakin jauh dari pusat matahari temperaturnya akan semakin turun. Pada jarak 0,7R temperatur akan turun sekitar 130 ribu K dan ketika mencapai lapisan terluar matahari atau fotosfer temperaturnya adalah 5.777 K. Pada lapisan fotosfer inilah merupakan sumber sebagian besar dari radiasi matahari (Duffie and Beckman, 2013). Gambar II.1 (a) Geometri matahari dan bumi, (b) Struktur matahari (Duffie and Beckman, 2013) Konstanta matahari (Gsc) adalah energi matahari per satuan waktu yang diterima pada satuan luas permukaan yang tegak lurus terhadap arah perambatan radiasi pada jarak rata-rata antara bumi dengan matahari di luar atmosfer. World Radiation Center (WRC) menggunakan nilai Gsc 1367 W/m 2 dengan ketidakpastian sebesar 1% (Duffie and Beckman, 2013; Miranda et al., 2021). Jarak matahari dengan bumi 9 yang bervariasi sepanjang tahun mempengaruhi nilai radiasi ekstraterestrial (Gon) atau radaisi diluar atmosfer bumi yang dapat dilihat pada Gambar II.2 Gambar II.2 Radiasi ekstraterestrial sepanjang tahun (Duffie and Beckman, 2013) Persamaan sederhana untuk mencari nilai radiasi ekstraterestrial pada hari ke-n dapat menggunakan Persamaan II.1 berikut: (II.1) Persamaan yang lebih akurat untuk mencari nilai radiasi ekstraterestrial dengan keakuratan ±0,01% dapat menggunakan Persamaan II.2 berikut: (II.2) dimana B didapat dari Persamaan II.3 adalah: (II.3) Beberapa parameter sudut yang mempengaruhi radiasi matahari adalah: Gambar II.3 Sudut yang mempengaruhi radiasi matahari (Duffie and Beckman, 2013) 10 Sudut lintang atau latitude (), merupakan sudut lintang utara atau selatan dari garis khatulistiwa, bernilai positif untuk lintang utara dan negatif untuk lintang Selatan (- ) atas posisi lokal suatu daerah terhadap garis khatulistiwa, bernilai positif ketika matahari di wilayah utara (- . Persamaan II.4 untuk mencari sudut deklinasi (II.4) Sudut kemiringan/slope bidang kolektor surya terhadap Sudut azimuth proyeksi normal suatu benda kepada bidang horizontal yang bernilai 0° selatan, positif untuk arah barat, dan negatif untuk arah timur (- 180°) Sudut jam atau hour angle dari arah timur atau barat akibat rotasi bumi dengan nilai 15° per jam, saat pagi bernilai negatif dan sore positif Sudut datang atau angle of incidence (), merupakan sudut antara radiasi matahari terhadap garis normal dari suatu permukaan Sudut zenith (z), merupakan sudut vertikal antara sinar datang terhadap garis normal dari permukaan horizontal Sudut solar altitude s), merupakan sudut yang terbentuk antara posisi matahari terhadap permukaan horizontal Sudut solar azimuth (s), merupakan sudut deviasi dari proyeksi radiasi matahari pada bidang horizontal terhadap garis selatan. Perpindahan ke arah timur dari selatan bernilai negatif dan ke arah barat dari selatan bernilai positif II.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) II.2.1 Sel Surya Konsep p-n junction pada dasarnya membentuk sel surya berbasis silikon. Silikon tipe-p diperoleh dengan menambah unsur boron yang memiliki tiga elektron 11 valensi, sehingga terdapat ikatan yang kekurangan elektron yang membentuk hole. Sebaliknya, silikon tipe-n dibuat dengan doping unsur fosfor yang memiliki lima elektron valensi, sehingga terdapat satu elektron yang tidak berikatan, sehingga silikon tipe-n disebut bermuatan negatif karena kelebihan elektron. Menggabungkan tipe-p dan tipe-n akan menyebabkan daerah deplesi yang tidak bermuatan karena elektron dan hole rekombinasi sehingga membuat daerah deplesi sangat penting untuk mencegah elektron pada tipe-n dan tipe-p berekombinasi secara berkala. Akibatnya, elektron akan tertahan di tipe-n dan hole di tipe-p, menyebabkan perbedaan potensial atau tegangan pada p-n junction. Silikon tipe-n memiliki elektron yang tereksitasi, sedangkan silikon tipe-p memiliki banyak lubang ketika radiasi foton dari matahari masuk ke dalam sel surya. Untuk mengalir ke beban, muatan negatif akan bergerak ke atas dan terkumpul di kontak depan perak (Ag). Setelah melalui beban, elektron akan kembali berekombinasi di kontak belakang aluminum (Al), yang memiliki muatan positif. Gambar II.4 berikut menunjukkan prinsip kerja p-n junction pada sel surya. Gambar II.4 Prinsip kerja sel surya (Al-Ezzi and Ansari, 2022) II.2.2 Perkembangan Sel Surya National Renewable Energy Laboratory (NREL) adalah sebuah lembaga yang melakukan transformasi energi melalui penelitian, pengembangan, komersialisasi, dan penyebaran energi terbarukan dan juga teknologi untuk efisiensi energi. Salah satu penelitian yang dilakukan adalah terkait efisiensi dari sel surya yang sudah dilakukan sejak tahun 1976. Dengan meningkatknya efisiensi sel surya, berbagai jenis kerugian yang mempengaruhi efisiensi sel dapat dikurangi. Berikut perkembangan penelitian terkait efisiensi sel surya dari tahun 1976 sampai dengan 12 tahun 2024 yang dapat dilihat pada Gambar II.5 serta perkembangan sel surya berdasarkan material dan teknologinya dapat dilihat pada Gambar II.6 Gambar II.5 Perkembangan efisiensi sel surya 1976-2024 https://www.nrel.gov/PV/cell-efficiency.html Gambar II.6 Perkembangan sel surya berdasarkan material dan teknologi 13 Sel surya generasi pertama merupakan sel surya yang berbasis wafer silikon. Sel ini digunakan untuk pengembangan sel surya generasi pertama karena efisiensi daya yang tinggi. Teknologi ini merupakan teknologi tertua namun paling popular (Rathore et al., 2021). Pada sel surya generasi pertama mempunyai efisiensi yang tinggi namun memiliki biaya yang tinggi. Hal ini mendasari untuk menghilangkan bahan yang tidak perlu terutama di lapisan aktif yang menghasilkan konsep thin film sel surya generasi kedua. Generasi ini menggunakan lebih sedikit bahan dengan tetap mempertahankan efisiensi sel yang sesuai (Chawla et al., 2020). Selain sel surya generasi kedua lebih ekonomis jika dibandingkan dengan sel surya wafer silikon generasi pertama, sel surya generasi kedua ini juga memiliki sifat mekanik yang lebih baik dan lebih ideal sehingga cocok untuk penggunaan yang fleksibel. Akan tetapi hal ini memiliki risiko berkurangnya efisiensi dari sel surya jika dibandingkan dengan yang pertama 2021). Evolusi sel surya generasi ketiga merupakan perkembangan besar dalam bidang ini karena mereka menghasilkan efisiensi yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan generasi kedua sel surya. Dalam generasi ini mencakup teknologi fotovoltaik yang didasarkan pada komposisi kimia yang lebih baru seperti nanocrystalline films, quantum dots, dye sensitized solar cells, solar cells based on organic polymers, dan sel dengan multi-junction (Chawla et al., 2020; Pastuszak . Generasi keempat mencakup fleksibilitas rendah atau biaya rendah dari thin film polimer bersama dengan daya tahan struktur nano anorganik yang inovatif seperti oksida logam dan nanopartikel logam atau bahan nano berbasis organik seperti graphene, carbon nanotubes, and graphene derivatives . Penggunaan sistem panel surya untuk menghasilkan listrik di beberapa negara yang memiliki keterbatasan lahan cukup menghambat. Perusahaan lokal terus bersaing untuk mendapatkan lahan baik untuk industri, pertanian, atau pertumbuhan populasi. Perusahaan baru-baru ini menemukan solusi baru yaitu dengan memasang panel terapung di danau, bendungan, waduk, dan lautan. Negara-negara yang memiliki keterbatasan pembangkit listrik di darat akan sangat menguntungkan 14 dengan penggunaan panel surya terapung ini. Ada beberapa macam cara pemasangan panel surya seperti pada Gambar II.7 (Yousuf et al., 2020). Gambar II.7 Instalasi solar PV (Yousuf et al., 2020) II.2.3 PLTS Darat (Ground Mounted Solar PV) Sistem PV yang dipasang di tanah atau ground mounted umumnya merupakan pembangkit listrik tenaga surya skala utilitas yang besar. Modul surya mereka dipegang oleh rak atau bingkai yang melekat pada penyangga dudukan di tanah (Dang and Thi, 2017). Gambar II.8 PLTS darat (ground mounted solar PV) (Yousuf et al., 2020) II.2.4 PLTS Atap (Roof Top Solar PV) PLTS atap adalah sistem yang memiliki panel surya penghasil listrik yang dipasang di atap bangunan atau struktur perumahan atau bangunan komersial. Sistem yang dipasang di atap berukuran kecil dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya yang dipasang di tanah. PLTS atap pada perumahan biasanya memiliki kapasitas sekitar 5-20 kW, sedangkan yang dipasang pada bangunan komersial sering mencapai 100 kW atau lebih (Dang and Thi, 2017). Gambar II.9 PLTS atap (roof top solar PV) (Yousuf et al., 2020) 15 II.2.5 Canal Top Solar PV Pembangkit Listrik Tenaga Surya secara konvensional didirikan di atas tanah yang membutuhkan lahan yang sangat luas. Untuk menghindari pembebasan lahan yang luas, konsep baru untuk mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di atas kanal telah dikembangkan. Dengan menghilangkan penggunaan lahan, tidak hanya deforestasi yang dihindari tetapi juga mendorong penghijauan melalui landscaping (Dang and Thi, 2017). Gambar II.10 Canal top solar PV (Yousuf et al., 2020) II.2.6 Offshore Solar PV Lautan menutupi lebih dari 70% permukaan bumi.