Hasil Ringkasan
BAB 4 - Duduk Sumargono

Jumlah halaman: 46 · Jumlah kalimat ringkasan: 50

23 Bab IV Pemaparan Data Pemaparan data penelitian terdiri dari identifikasi kelurusan, pola aliran sungai, hasil observasi lapangan, petrografi, profil laterit dan data geokimia nikel laterit di daerah Pomalaa Utara. Metoda yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pemetaan geologi lapangan, pengeboran inti dan pemercontohan inti bor, sedangkan metoda analisis geokimia menggunakan alat X-Ray Diffraction (XRD) Bruker D8 – Advance dan X-Ray Fluoresence (XRF) Panalytical Axios Fast WDXRF. Perangkat lunak yang dipergunakan dalam membuat peta adalah ArcGIS 10.4, pembuatan tabel dan profil laterit menggunakan Microsoft Excel, sedangkan pembuatan box-plot, histogram dan probability plot serta analisis korelasi menggunakan perangkat lunak Minitab statistical. IV.1 Identifikasi Kelurusan, Pola Aliran Sungai dan Kontur Identifikasi kelurusan, pola aliran sungai dan kontur di daerah penelitian diperoleh dari citra Digital Elevation Model (DEM) Nasional yang bersumber dari https://tanahair.indonesia.go.id/demnas, selanjutnya data DEM dibuat hillside untuk analisis kelurusan, pola aliran sungai dan topografi. Berdasarkan Ahmad (2008), kondisi morfologi dan topografi merupakan faktor penting dalam terbentuknya cebakan nikel laterit, hal ini berkaitan dengan posisi water table, struktur, dan drainase. Menurut Ahmad (2008), zona pengayaan nikel laterit berada di morfologi dan topografi bagian atas. Kondisi water table pada zona ini relatif dalam ditambah dengan adanya zona sesar dan shear joint yang akan mempercepat proses pelarutan kimia (leaching process) yang pada akhirnya akan terbentuk lapisan saprolit mengandung nikel (Ni) yang cukup tebal. Peran dan kontrol sirkulasi air beserta reagen-reagen lain sangat mempengaruhi keterdapatan serta sebaran laterit, pada daerah yang landai air akan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui rekahan atau pori- pori batuan sehingga pelapukan mempunyai intensitas tinggi dan membentuk laterit yang tebal, pada daerah yang curam, jumlah air yang meluncur (run off) lebih 24 banyak daripada air yang meresap, sehingga pelapukan menjadi kurang intensif dan membentuk laterit yang tipis. • Kelurusan Identifikasi kelurusan yang berkembang di daerah penelitian diperoleh dengan melakukan analisis citra DEMNAS (Gambar IV.1). Analisis kelurusan menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10.6. Kelurusan diidentifikasi melalui pola kelurusan pada sungai dan bukit yang terdapat pada citra dengan arah penyinaran 0°, 45°, 90° dan 135°, selanjutnya kelurusan di plot pada rose diagram, hasil analisis kelurusan menunjukkan arah umum kelurusan pada daerah penelitian N167°E (Gambar IV.2). Gambar IV.1 Identifikasi kelurusan sungai dan bukit pada empat arah yang berbeda-beda ditunjukkan pada arah 0° (A), 45° (B), 90° (C) dan 135° (D). 25 G ambar IV.2 Diagram rose yang menunjukkan kelurusan dengan arah umum N167°E di daerah Pomalaa Utara, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. • P ola aliran sungai Pola aliran sungai dendritik pada daerah penelitian terbentuk melalui proses erosi dan pengendapan yang berlangsung lama, aliran air menyebabkan pengikisan pada tanah dan batuan, membentuk saluran-saluran sungai utama dan anak-anak sungai yang bercabang secara acak (Gambar IV.3). Pola aliran sungai dendritik terutama ditentukan oleh sifat dan komposisi batuan yang terdapat di suatu daerah. Pola ini terbentuk ketika jenis batuan di suatu daerah relatif homogen atau seragam. Pola aliran sungai dendritik terbentuk pada daerah yang memiliki topografi datar hingga miring dengan litologi batuan ultramafik dengan komposisi mineral olivin dan piroksen yang mudah larut oleh air. Berdasarkan analisis citra DEMNAS, secara umum kelurusan di daerah penelitian mempunyai arah NW – SE, sedangkan dan pola aliran sungai menunjukkan pola aliran sungai dendritik (Gambar IV.3). 2 6 G ambar IV.3 Peta kelurusan dan pola aliran sungai Pomalaa Utara, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. 27 I V.2 Data Observasi Geologi Lapangan Observasi lapangan dilakukan dengan mengikuti grid rencana pengeboran untuk mengetahui litologi pada daerah penelitian. Alat yang dipergunakan pada observasi lapangan terdiri dari GPS, Kompas geologi, kamera, palu geologi, scratcher dan lup. Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi jenis batuan yang tersingkap di daerah penelitian. Identifikasi jenis batuan dasar di lokasi penelitian diperoleh dari kegiatan observasi geologi dan singkapan batuan yang tersingkap di permukaan karena aktivitas penambangan nikel di daerah Pomalaa Utara. Pada observasi geologi di daerah penelitian terdapat delapan lokasi pengamatan (Gambar IV.4). Lokasi pengamatan pada area penelitian menggunakan sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 S. Umumnya laterit berkembang baik di daerah penelitian, pada area penambangan dapat dijumpai profil laterit yang tersusun oleh lapisan paling atas berupa tanah penutup dengan tebal kurang lebih satu meter, berwarna coklat kemerahan, umumnya mengandung humus. Lapisan limonit terdapat dibawah zona tanah penutup dengan tebal yang bervariasi, umumnya terdapat mineral gutit dan hematit serta kromit, dibawah lapisan limonit terdapat zona saprolit berwarna kuning kecoklatan hingga kehijauan, pada zona saprolit dijumpai mineral serpentin dan garnierit. Lapisan terbawah pada profil laterit di daerah penelitian berupa batuan dasar ultramafik jenis dunit dan harsburgit, hadirnya mineral serpentin pada batuan menunjukkan batuan dasar di daerah penelitian sudah mengalami serpentinisasi lemah hingga sedang. Hasil observasi lapangan berupa koordinat lokasi pengamatan, pengambilan foto singkapan dan profil laterit di daerah penelitian. 2 8 G ambar IV.4 Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel Pomalaa Utara, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. 29 I V.2.1 Lokasi Pengamatan I (LP 1) Lokasi pengamatan I berada pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 346429 mT dan 9537045 mU terletak pada area Bukit I Pomalaa Utara, hasil pengamatan di lapangan tersingkap batuan dunit terserpentinisasi lemah, sebagian sudah mengalami pelapukan sedang hingga tinggi berwarna abu-abu hijau kekuningan, ukuran butir boulder, mengandung mineral olivin ±90%, piroksen ±5% dan serpentin ±5% (Gambar IV.5). Gambar IV.5 Singkapan batuan dunit terserpentinisasi lemah pada area lokasi pengamatan I. IV.2.2 Lokasi Pengamatan II (LP 2) Lokasi pengamatan II terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 347428 mT dan 9537627 mU area Pit Everest Pomalaa Utara yang telah terbuka oleh kegiatan penambangan. Bagian dinding tambang lokasi pengamatan II tersingkap batuan harsburgit terserpentinisasi lemah berwarna abu-abu, ukuran butir boulder-bongkah, mengandung olivin ±70%, piroksen ±25% dan serpentin ±5%. Terdapat urat silika dan garnierit yang mengisi rekahan pada batuan (Gambar IV.6). 30 G ambar IV.6 Singkapan batuan harsburgit terserpentinisasi lemah pada area lokasi pengamatan II. IV.2.3 Lokasi Pengamatan III (LP 3) Lokasi pengamatan III terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 348486 mT dan 9537326 mU di area pit Wrangler Pomalaa Utara tersingkap batuan harsburgit terserpentinisasi sedang, berwarna abu- abu hijau kekuningan, ukuran butir boulder-bongkah, mengandung olivin ±40%, piroksen ±20% dan serpentin ±40%. Terdapat urat garnierit yang mengisi rekahan pada batuan (Gambar IV.7). Gambar IV.7 Singkapan harsburgit terserpentinisasi sedang pada area lokasi pengamatan III. 31 I V.2.4 Lokasi Pengamatan IV (LP 4) Lokasi pengamatan IV terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 348079 mT dan 9536370 mU Pomalaa Utara dijumpai batuan harsburgit terserpentinisasi lemah, dengan ciri-ciri fisik di lapangan berwarna abu-abu, ukuran butir boulder-bongkah, terdapat olivin ±65%, piroksen ±30% dan serpentin ±5% terdapat juga urat silika mengisi rekahan pada batuan. (Gambar IV.8). Gambar IV.8 Singkapan batuan harsburgit terserpentinisasi lemah pada area lokasi pengamatan IV. IV.2.5 Lokasi Pengamatan V (LP 5) Lokasi pengamatan V terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 348794 mT dan 9536284 mU berada pada area yang telah terbuka oleh kegiatan penambangan, profil cebakan nikel laterit dapat teramati pada dinding bukaan tambang. Profil laterit dari atas ke bawah terdiri dari zona 32 tanah penutup, limonit, saprolit dan batuan dasar harsburgit terserpentinisasi lemah (Gambar IV.9). Profil cebakan nikel laterit pada lokasi pengamatan V menunjukkan tanah penutup berwarna coklat kemerahan umumnya mengandung humus dan material organik, ukuran butir lempung-pasir halus, mengandung mineral hematit dan akar tumbuhan dengan tebal lapisan berkisar antara setengah hingga satu meter. Zona limonit terletak di bawah zona tanah penutup, ciri-ciri dilapangan berwarna coklat merah- coklat kuning, ukuran butir lempung-pasir halus, terdapat mineral hematit, gutit, mangan, magnetit dan tebal lapisan berkisar antara lima hingga 10 meter (Gambar IV.9). Lapisan saprolit terletak dibagian bawah zona limonit, saprolit berwarna kuning kehijauan, ukuran butir pasir sedang-kerakal, terdapat mineral serpentin, gutit, hematit dan di beberapa tempat ditemukan mineral garnierit. Tebal lapisan saprolit pada lokasi pengamatan V berkisar antara empat hingga Sembilan meter (Gambar IV.9). Gambar IV.9 Profil laterit di lokasi pengamatan V. 33 B atuan dasar yang teramati pada lokasi pengamatan V berupa batuan ultramafik jenis harsburgit terserpentinisasi lemah berwarna abu-abu, ukuran butir boulder- bongkah, terdapat mineral olivin ±65%, piroksen ±30% dan serpentin ±5% (Gambar IV.10). Gambar IV.10 Singkapan batuan harsburgit terserpentinisasi lemah di lokasi pengamatan V. IV.2.6 Lokasi Pengamatan VI (LP 6) Lokasi pengamatan VI terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 349052 mT dan 9535080 mU area Bukit VI Pomalaa Utara tersingkap batuan dasar harsburgit terserpentinisasi lemah (Gambar IV.11). Singkapan batuan harsburgit terserpentinisasi lemah berwarna abu-abu hitam, ukuran butir boulder - bongkah, mengandung mineral olivin ±70%, piroksen ±25% dan serpentin ±5% (Gambar IV.11). 34 G ambar IV.11 Singkapan batuan harsburgit terserpentinisasi lemah di lokasi pengamatan VI. IV.2.7 Lokasi Pengamatan VII (LP 7) Lokasi pengamatan VII terletak pada koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 347438 mT dan 9535253 mU area Bukit IVN Pomalaa Utara yang telah terbuka oleh kegiatan penambangan dan tersingkap batuan dunit terserpentinisasi lemah, dengan ciri-ciri fisik di lapangan berwarna abu-abu, ukuran butir bongkah-boulder, mengandung olivin ±90%, piroksen ±5% dan serpentin ±5% (Gambar IV.12). Gambar IV.12 Singkapan batuan dunit terserpentinisasi lemah pada area lokasi pengamatan VII. 35 I V.2.8 Lokasi Pengamatan VIII (LP 8) Lokasi pengamatan VIII terletak pada sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) WGS 84 zona 51 M 346387 mT dan 9535619 mU pada area Bukit XIV tersingkap batuan dunit terserpentinisasi lemah dengan ciri-ciri fisik di lapangan berwarna kuning abu-abu, ukuran butir bongkah-boulder, mengandung mineral olivin ±90%, piroksen ±5% dan serpentin ±5%. Pelapukan batuan cukup tinggi yang ditunjukkan oleh warna batuan yang sudah teroksidasi dan Sebagian batuan sudah hancur (Gambar IV.13). Gambar IV.13 Singkapan batuan dunit terserpentinisasi lemah pada area lokasi pengamatan VIII. Hasil observasi geologi daerah Pomalaa Utara disusun oleh empat satuan litologi yang berbeda yaitu dunit terserpentinisasi lemah, harsburgit terserpentinisasi lemah, harsburgit terserpentinisasi sedang dan aluvial. Peta geologi pada penelitian ini merupakan modifikasi dari peta geologi prospek Tambang Utara (Semedie dkk., 2023). Penambahan data pada peta geologi daerah Pomalaa Utara berupa kelurusan dan tingkat serpentinisasi pada batuan dasar yang ditunjukkan pada Gambar IV.14. 3 6 G ambar IV.14 Peta geologi Pomalaa Utara, Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara. (Modifikasi dari peta geologi prospek Tambang Utara, Semedie dkk., 2023). 37 A nalisis karakteristik kobalt (Co) pada daerah Pomalaa Utara melalui beberapa metode analisis diantaranya adalah analisis petrografi sejumlah total enam sampel yang terdiri dari tiga sampel batuan dasar yang diambil pada inti bor dan tiga sampel yang diambil dari zona limonit yang bertujuan untuk mengidentifikasi mineral pada sampel (Gambar IV.15). Sejumlah 11 sampel yang berasal dari empat titik bor dianalisis dengan metode X- Ray Diffraction (XRD) untuk mengidentifikasi mineral yang berasosiasi pada pengayaan unsur kobalt (Co) di daerah penelitian. Distribusi jenis data petrografi dan analisis X-Ray Diffraction (XRD) pada daerah penelitian seperti pada Gambar IV.15. IV.3 Data Petrografi Sejumlah tiga sampel zona batuan dasar dan tiga sampel zona limonit dianalisis petrografi untuk mengidentifikasi kandungan mineral didalam sampel untuk menentukan nama batuan dan asosiasi mineral terhadap pengayaan kobalt (Co) pada zona limonit di daerah penelitian. Petrografi dilakukan pada zona batuan dasar lokasi pengeboran PML 9033 dengan jenis batuan harsburgit terserpentinisasi sedang, PML 3324 dengan jenis batuan harsburgit terserpentinisasi lemah dan PML 9071 dengan jenis batuan dunit terserpentinisasi lemah. Sampel diambil pada inti bor yang mewakili area penelitian (Gambar IV.15). Hasil analisis petrografi pada sampel batuan dasar di daerah penelitian menunjukkan batuan telah mengalami serpentinisasi, tingkat serpentinisasi dapat dibagi berdasarkan persen kehadiran mineral serpentin pada batuan. Tingkat serpentinisasi lemah jika persen kehadiran mineral serpentin berkisar antara 5% – 39%, serpentinisasi sedang jika persen kehadiran mineral serpentin berkisar antara 40% – 59%, serpentinisasi tinggi jika persen kehadiran mineral serpentin berkisar antara 60% – 100% menurut Babineau (2003) dalam Kadarusman (2020). Berdasarkan hal tersebut tingkat serpentinisasi pada batuan dasar pada daerah penelitian termasuk serpentinisasi lemah hingga sedang. 3 8 G ambar IV.15 Peta jenis data penelitian Pomalaa Utara, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. 39 I V.3.1 Dunit Terserpentinisasi Lemah Batuan dunit terserpentinisasi lemah secara mikroskopis memiliki ciri mineral holokristalin, equigranular, berukuran sangat kasar, terdiri dari olivin sebagai mineral utama pembentuk batuan, dan minor piroksen. Batuan sebagian terubahkan menjadi serpentin dan talk, intensitas serpentinisasi meningkat di sekitar rekahan- rekahan (Gambar IV.16). Hasil pengamatan petrografi pada sampel PML 8465, mineral olivin hadir ±70% kenampakan mikroskopis berukuran sedang-halus, terekahkan, pada bidang rekahan terubahkan menjadi serpentin (Gambar IV.16c). Mineral ortopiroksen teramati ±5% dengan ciri-ciri berukuran kasar, subhedral, sebagian besar sudah terubahkan menjadi serpentin (Gambar IV.16d). Mineral serpentin hadir ±15% dengan ciri-ciri berukuran halus-sedang, hadir menggantikan mineral olivin dan ortopiroksen dengan intensitas ±15%, serpentin hadir sebagai urat-urat halus yang memotong batuan (Gambar IV.16c dan Gambar IV.16d). Mineral talk ±8% berukuran halus-sedang, anhedral hadir menggantikan mineral primer (Gambar IV.16c) sedangkan mineral oksida hadir ±2% abu-abu kecoklatan, berukuran halus-kasar, hadir spotted (Gambar IV.16e). 40 G ambar IV.16 Sayatan tipis dunit terserpentinisasi lemah, (a) foto bedrock core sample, (b) foto binokuler, (c dan d) foto transmitted light (XPL), (e dan f) foto reflected light (PPL). IV.3.2 Harsburgit Terserpentinisasi Lemah Batuan harsburgit terserpentinisasi lemah secara mikroskopis memiliki ciri mineral holokristalin, berukuran sedang-kasar, terdiri dari olivin, ortopiroksen dan kromit. Oksidasi pada batuan cukup tinggi dengan kehadiran mineral oksida dan hematit yang menggantikan sebagian mineral olivin dan serpentin. Mineralisasi terlihat spotted magnetit dan hematit (Gambar 17). Hasil pengamatan petrografi pada sampel PML 3324, mineral olivin hadir dominan ±73% dengan ciri-ciri berukuran sedang-halus, terekahkan, pada bidang rekahan terubahkan menjadi serpentin dengan intensitas tinggi (Gambar IV.17c dan Gambar IV.17d). 41 G ambar IV.17 Sayatan tipis harsburgit terserpentinisasi lemah, (a) foto bedrock core sample, (b) foto binokuler, (c dan d) foto transmitted light (XPL), (e dan f) foto reflected light (PPL). Mineral ortopiroksen hadir ±13% dengan ciri-ciri berukuran kasar, terdapat belahan satu arah, sebagian terubahkan menjadi serpentin pada bidang lemahnya (Gambar IV.17c). Mineral serpentin hadir ±12% dengan ciri-ciri berukuran sedang, berserabut, hadir merubah sebagian dari mineral olivin, terlihat beberapa titik kehadiran mineral oksida yang merubah batas-batas dari serpentin (Gambar IV.17c dan Gambar IV.17d). Mineral oksida hadir ±2% berwarna kemerahan, berukuran halus, menggantikan sebagian dari mineral serpentin pada bagian batas permukaan (Gambar IV.17d). 42 I V.3.3 Harsburgit Terserpentinisasi Sedang Batuan harsburgit terserpentinisasi sedang secara mikroskopis memiliki ciri mineral holokristalin, equigranular, struktur mesh, masif, berukuran sedang-kasar, terdiri dari olivin dan ortopiroksen (Gambar 18). Batuan harsburgit terserpentinisasi sedang terekahkan dan terubahkan pada bidang lemah membentuk struktur mesh dengan kehadiran mineral ubahan serpentin. Oksidasi pada batuan cukup tinggi dengan kehadiran mineral oksida dan hematit yang menggantikan sebagian mineral primer dan serpentin. Mineralisasi terlihat spotted magnetit dan hematit (Gambar 18). Hasil pengamatan petrografi pada sampel PML 9071, mineral olivin hadir ±47% dengan ciri-ciri berukuran sedang-halus, terekahkan, pada bidang rekahan terubahkan menjadi serpentin dengan intensitas tinggi (Gambar IV.18c dan Gambar IV.18d). Mineral ortopiroksen hadir ±10% dengan ciri-ciri berukuran kasar, sebagian terubahkan menjadi serpentin pada bidang lemahnya (Gambar IV.18c). Mineral serpentin hadir ±40% dengan ciri-ciri berukuran sedang, berserabut, hadir merubah sebagian dari mineral olivin, terlihat beberapa titik kehadiran mineral oksida yang merubah batas-batas dari serpentin (Gambar IV.18c dan Gambar IV.18d). Mineral oksida hadir ±3% dengan ciri-ciri berwarna kemerahan, berukuran halus, menggantikan sebagian dari mineral serpentin pada bagian batas permukaan (Gambar IV.18d). 43 G ambar IV.18 Sayatan tipis harsburgit terserpentinisasi sedang, (a) foto bedrock core sample, (b) foto binokuler, (c dan d) foto transmitted light (XPL), (d) foto transmitted light (PPL), (e dan f) foto reflected light (PPL). IV.3.4 Sayatan Tipis Zona Limonit Mineralisasi terdiri dari kehadiran mineral magnetit subhedral-euhedral berukuran kasar yang hadir terdiseminasi pada batuan, pada rim dari mineral magnetit ini terlihat kehadiran oksidasi hematit, dan gutit hadir mengubah hampir seluruh permukaan batuan (Gambar 19). Hasil pengamatan petrografi pada sampel limonit G113068, mineral gutit hadir cukup dominan ±65% berwarna abu-abu terang, anhedral, berukuran sangat halus, anisotropik kemerahan, menggantikan sebagian dari magnetit pada bagian rim.