Hasil Ringkasan
BAB 6 S. Hidayatullah Santius

Jumlah halaman: 5 · Jumlah kalimat ringkasan: 25

88 Bab VI Kesimpulan dan Saran VI.1. Kesimpulan Hak atas tempat tinggal yang layak merupakan hak dasar seluruh Bangsa Indonesia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Usaha pemerintah untuk memenuhi hak dasar tersebut telah dilakukan melalui berbagai kebijakan perumahan rakyat, salah satunya program Kredit Pemilikan Rumah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Namun, program tersebut sampai saat ini belum mampu mengurangi jumlah keluarga MBR yang tidak memiliki rumah layak huni, bahkan cenderung bertambah dari tahun ke tahun. Kesimpulan di atas diperoleh berdasarkan hasil simulasi model pada skenario dasar. Hasil simulasi menunjukkan jumlah keluarga MBR di Kota Bandung yang tidak memiliki rumah layak huni akan terus bertambah dalam jangka waktu 50 tahun ke depan, meskipun telah dilaksanakan program KPR FLPP. Berdasarkan hasil simulasi model dari berberapa skenario, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. Sangat kecil peluang bagi keluarga MBR di Kota Bandung saat ini maupun dalam kurun waktu 50 tahun ke depan untuk dapat memiliki rumah melalui program KPR FLPP terutama bagi keluarga yang saat ini berpenghasilan di bawah 3,9 juta rupiah per bulan. 2. Struktur kas keluarga MBR merupakan faktor paling penting yg berpengaruh pada tingkat kemampuan keluarga MBR mencicil dan membayar uang muka KPR. Variabel yang berpengaruh signifikan adalah upah minimum atau jumlah anggota keluarga yg bekerja. 3. Ada penurunan jumlah cicilan pada skema KPR FLPP dibandingkan jumlah cicilan pada skema KPR biasa. Jika suku bunga KPR pasar 13 persen per tahun diturunkan menjadi 7,25 persen per tahun sesuai dengan 89 suku bunga KPR FLPP dan tenor diperpanjang dari 10 tahun menjadi 15 tahun, akan terjadi penurunan jumlah cicilan per tahun sebesar 65 persen. Apabila jangka waktu KPR selama 15 tahun diperpanjang menjadi 25 tahun, maka akan terjadi penurunan jumlah cicilan KPR lagi sebesar 27 persen. Penurunan jumlah cicilan KPR yang signifikan tersebut akan meningkatkan kemampuan MBR dalam memiliki rumah secara signifikan pula dengan syarat jika penghasilan keluarga MBR 3,9 juta rupiah per bulan atau lebih. VI.2. Saran Berdasarkan hasil simulasi model dengan beberapa skenario sebelumnya, ada beberapa kebijakan yang mampu meningkatkan kemampuan keluarga MBR untuk memiliki rumah melalui program KPR FLPP, antara lain sebagai berikut. 1) Kebijakan penambahan lapangan kerja baru. Kebijakan ini terdengar “klise”, namun pada kenyataannya melalui penambahan lapangan kerja baru akan mampu m eningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan perekonomian negara. Harus ada kondisi yang mendukung terlebih dahulu agar penambahan lapangan kerja baru melalui pembukaan lapangan usaha baru ini bisa terwujud. Kondisi yang mendukung tersebut berupa ketersediaan infrastruktur yang memadai, kualitas tenaga kerja yang baik, kepastian hukum dan stabilitas politik. Jika kondisi ini terpenuhi, maka akan mengundang investor untuk berinvestasi di sektor riil yang akhirnya akan menyerap tenaga kerja baru. 2) Harus ada kebijakan menabung dalam keluarga MBR agar tersedia uang yang cukup untuk membayar uang muka KPR yang jumlahnya 10 persen dari harga rumah. Kebijakan menabung ini harus berjalan paralel dengan peningkatan penghasilan keluarga atau penambahan jumlah anggota keluarga yang bekerja. 3) Kebijakan suku bunga KPR 7,25 persen per tahun dan perpanjangan jangka waktu KPR (tenor) dari 15 tahun menjadi 25 tahun mampu meningkatkan kemampuan keluarga MBR dalam mencicil KPR. Hal ini 90 disebabkan terjadi penurunan cicilan sebesar 27 persen jika tenor diperpanjang dari 15 tahun menjadi 25 tahun. 4) Keterbatasan lahan untuk dijadikan lahan perumahan menyebabkan tingkat kenaikan harga lahan yang sangat tinggi dari tahun ke tahun. Implikasinya tentu pada peningkatan harga jual rumah, termasuk harga jual rumah murah bersubsidi. Kebijakan yang realistis adalah dengan memberikan subsidi pada harga lahan sehingga kenaikan harga lahan tidak mengikuti kenaikan harga pasar. Pemerintah dapat menjalankan mekanisme subsidi lahan ini salah satunya melalui hibah tanah-tanah “terlantar” yang dimiliki pemerintah baik pusat maupun daerah termasuk juga BUMN dan BUMD. 5) Kebijakan pengendalian pertambahan penduduk dapat mengurangi jumlah keluarga MBR yang tidak memiliki rumah. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan mengurangi angka kelahiran dan urbanisasi. 6) Dari 7 skenario hasil simulasi, kebijakan yang paling mendesak untuk dilakukan dalam meningkatkan kemampuan MBR memiliki rumah adalah melalui program penambahan atau pembukaan lapangan kerja baru. Dengan demikian, kemungkinan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam satu keluarga akan bertambah sehingga terjadi peningkatan penghasilan keluarga. 7) Berdasarkan skenario 7, penerapan penggabungan kebijakan penambahan lapangan kerja baru, kebijakan menabung, kebijakan subsidi lahan dan kebijakan pengendalian populasi merupakan kebijakan terbaik dalam meningkatkan kemampuan MBR mencicil dan membayar uang muka KPR sehingga pada akhirnya akan menurunkan jumlah keluarga MBR yang tidak memiliki rumah dalam waktu yang tidak terlalu lama. Beberapa alternatif kebijakan lain yang mampu meningkatkan kemampuan (affordability) keluarga MBR untuk memiliki rumah layak huni selain melalui program KPR FLPP antara lain sebagai berikut. 1) Pemerintah, baik pusat maupun daerah harus mengembangkan teknologi perumahan yang mampu menghasilkan produk rumah sederhana dengan 91 harga yang lebih murah dibanding harga yang ditetapkan saat ini, yaitu 88 juta rupiah per unit. 2) Pengembangan teknologi perumahan tersebut dapat berupa pengembangan teknologi bahan bangunan murah dan teknologi konstruksi cepat. Bahan bangunan dapat menggunakan bahan-bahan lokal seperti halnya yang banyak dijumpai pada rumah-rumah tradisional, seperti bambu dan kayu. Teknologi konstruksi cepat dapat dilakukan melalui sistem fabrikasi komponen-komponen rumah. Selanjutnya komponen-komponen tersebut dirakit kembali di lokasi rumah yang akan dibangun (sistem knock down). 3) Pembangunan rumah murah hanya dapat dilakukan di luar kota (sub urban) yang harga lahannya masih murah. Oleh karena itu, harus ada dukungan oleh infrastruktur yang memadai di daerah tersebut. Salah satunya harus ada sistem transportasi masal yang terintegrasi dengan harga murah yang menghubungkan daerah-daerah sub urban dengan daerah urban. Dengan demikian, masyarakat tidak terlalu terbebani dengan biaya dan tenaga yang harus dikeluarkan untuk mencapai tempat kerja atau fasilitas lainnya di daerah urban. 4) Harus ada perubahan paradigma, khususnya pemerintah dalam memandang kebutuhan rumah bagi MBR. Kebutuhan rumah tidak harus diterjemahkan melalui kepemilikan rumah (barang privat), namun dapat juga melalui pendekatan rumah sebagai barang sosial. Artinya keluarga MBR tidak harus membeli rumah untuk dapat bertempat tinggal yang layak, namun dapat juga dengan cara menyewa. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menyediakan fasilitas tempat tinggal yang dapat disewa oleh keluarga MBR dengan harga murah atau disesuaikan dengan kemampuan setiap strata MBR. Beberapa saran yang dapat diberikan untuk memperkaya penelitan ini selanjutnya adalah sebagai berikut. 1. Melihat dan mengikutsertakan faktor-faktor lain yang mempengaruhi model, seperti faktor preferensi keluarga MBR dalam memilih lokasi rumah, faktor pilihan MBR untuk memiliki rumah atau menyewa rumah 92 (tanure choice), faktor spekulasi atau investasi rumah, faktor pembangunan rumah menengah dan mewah, faktor ketersediaan dana subsidi perumahan dalam APBN/APBD , faktor pembangunan hunian vertikal (rusunawa/rusunami), dan faktor keinginan developer dalam membangun rumah murah bersubsidi. Dengan mengikutsertakan variabel variabel tersebut diharapkan menjadikan model ini makin mendekati kondisi nyata. 2. Dalam penelitian ini ada beberapa jenis data yang sulit didapat seperti jumlah masyarakat berpenghasilan rendah dan jumlah rumah yang dihuni MBR, sehingga digunakan beberapa asumsi. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya data-data tersebut dapat menggunakan data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah..