Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Limbah Pewarna Sintetik: Tantangan dan Karakteristiknya Limbah pewarna sintetik menjadi salah satu masalah besar yang semakin mencemari sumber daya air di dunia (Evode et al. 2021; Al-Tohamy et al. 2022). Setiap tahunnya, industri menggunakan lebih dari 10.000 jenis pewarna dan pigmen, dengan total produksi mencapai sekitar 0,7 juta ton (Ogugbue et al. 2011). Di sektor tekstil, sekitar 17-20% dari limbah air industri global berasal dari proses pewarnaan, dan sebanyak 200.000 miliar liter pewarna dilepaskan ke perairan setiap tahunnya (Ogugbue et al. 2011; Khan et al. 2022; Tkaczyk et al. 2020). Hal ini terjadi karena proses pewarnaan yang sering tidak efisien, sehingga banyak pewarna yang terbuang dan mencemari air (Al-Tohamy et al. 2022; Slama et al. 2021). Pewarna ini sangat sulit terurai karena sifatnya yang tahan terhadap cahaya, suhu, bahan kimia, dan mikroba (Al-Tohamy et al. 2022). Beberapa jenis pewarna yang sering ditemukan di limbah industri seperti methylene blue (MB) (Oladoye et al. 2022), congo red (CR) (Elgarahy et al. 2021), rhodamine blue (RB) (Mohod et al. 2023), dan malachite green (MG) (Song et al. 2020) tidak hanya bertahan lama di lingkungan, tetapi juga bisa bersifat toksik, bahkan mutagenik. Adapun gambar II.1 menunjukkan struktur kimia pewarna sintetik yang sering digunakan. Gambar II. 1 Struktur kimia beberapa material pewarna sintetik, meliputi: a congo red (CR), b malachite green (MG), c rhodamine blue (RB), d rhodamine 6G (R6G), dan e methylene blue (MB). Masalah utama dari limbah pewarna ini adalah kemampuannya untuk menghambat penetrasi cahaya ke dalam air, yang sangat penting bagi kehidupan organisme seperti fitoplankton yang bergantung pada fotosintesis (Rathi et al. 2021). Akibatnya, kadar oksigen dalam air berkurang, mengancam kehidupan akuatik. Selain itu, beberapa pewarna sintetik memiliki sifat mutagenik dan karsinogenik, yang dapat mencemari rantai makanan dan membahayakan kesehatan manusia. Meskipun ada peraturan yang mewajibkan industri untuk mengolah limbah pewarna sebelum dibuang ke lingkungan, banyak dari metode yang ada masih belum cukup efektif untuk menghilangkan zat warna sepenuhnya, sehingga pencemaran tetap menjadi masalah yang serius. II.1.1. Rhodamine 6G (R6G) Salah satu pewarna yang sering ditemukan dalam limbah industri adalah Rhodamine 6G (R6G). Adapun Gambar II.2 menunjukkan struktur kimia R6G. Pewarna ini banyak digunakan dalam berbagai industri seperti tekstil, percetakan, dan bioimaging karena sifatnya yang sangat fluoresen (Zehentbauer et al. 2014). R6G memiliki struktur kimia yang mencakup gugus xanten, yang memberi sifat warna yang mencolok, serta gugus amino dan gugus etil, yang memengaruhi kelarutannya dalam pelarut organik (Tkaczyk et al. 2020). Di dalam air, R6G cenderung sulit terurai secara alami dan dapat berinteraksi dengan partikel lain dalam lingkungan. Sifat hidrofobiknya memungkinkan pewarna ini untuk masuk ke dalam membran sel organisme akuatik, yang bisa berakibat pada kerusakan seluler dan potensi keracunan. Oleh karena itu, pengolahan limbah yang lebih efektif dan ramah lingkungan sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak dari pewarna sintetik ini. Gambar II. 2 Struktur kimia R6G yang terdiri dari gugus xanthene (kotak biru), gugus amino (lingkaran merah), dan gugus etil (lingkaran hijau). II.2 Fotokatalis untuk Mengatasi Polutan R6G Berbagai metode telah dikembangkan untuk menangani limbah pewarna sintetik, seperti adsorpsi (Rathi et al. 2021; Ahmed et al. 2021), koagulasi (Zhao et al. 2021; Sun et al. 2020), filtrasi membrane (Qasem et al. 2021; Wibowo et al. 2021), presipitasi (Son et al. 2020), dan metode biologis (Huang et al. 2021; Li et al. 2021; Ahmed et al. 2021).