29 BAB IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Hasil Optimasi Inhibitor dan Reseptor Seluruh inhibitor dan reseptor yang telah didapatkan dari bank data tidak dapat digunakan seluruhnya pada penelitian, karena adanya proses yang tidak bisa dilakukan pada tahap preprocessing, optimasi, ataupun setelah hasil optimasi keluar yang kemudian konformasi dari strukturnya mengalami perubahan atau kesalahan sehingga tidak bisa dilakukan docking molekuler. Misalnya, perubahan signifikan pada orientasi atom atau gangguan dalam stabilitas molekul dapat mengganggu interaksi potensial antara inhibitor dan reseptor. Oleh karena itu, hanya inhibitor dan gen yang memenuhi kriteria optimasi serta validitas ikatan yang dapat digunakan pada penelitian ini. Berikut adalah daftar inhibitor dan gen yang dapat dipakai pada penelitian, yang telah melalui proses penyaringan dan validasi. Inhibitor yang memakai angka dan kode huruf adalah turunan imidazo, sedangkan yang lainnya adalah turunan catechin. Inhibitor: 1. 8a 2. 8b 3. 8d 4. 8e 5. 8f 6. 8g 7. 8k 8. 8l 9. 8m 10. 8n 11. 8o 12. Catehin 13. Epicatechin 14. Gallate 15. Epigallocate chin Gallate (EGCG) Gen: 1. ACAN 2. ACE 3. APOC1 4. APOE 5. BACE2 6. BCR 7. DYRKA1 8. EBF3 9. GAPDHS 10. IDE 11. LMNA 12. SORL1 13. TF 14. TFAM 15. TNK1 30 Gambar 4. 1 Visualisasi inhibitor dalam format PDB Inhibitor yang diberi kode angka dan huruf seperti 8a, 8b, 8d, dan seterusnya, adalah turunan dari senyawa imidazo[1,2-a]piridin yang dikenal memiliki aktivitas biologis potensial dalam berbagai aplikasi farmakologis, termasuk sebagai penghambat enzim dan penghambat jalur sinyal molekuler. Senyawa-senyawa ini telah banyak digunakan dalam penelitian yang berfokus pada pengembangan obat-obatan baru karena struktur cincin imidazo yang bersifat serbaguna dan dapat 8a 8b 8d 8e 8f 8g 8m 8l 8k 8o 8n catechin epicatechin gallate EGCG 31 dimodifikasi secara kimia untuk meningkatkan afinitas terhadap target molekuler (Mahernia dkk., 2022). Inhibitor lain yang dipilih merupakan turunan catechin golongan flavonoid yang memiliki sifat antioksidan seperti catechin, epicatechin, gallate, dan epigallocatechin gallate (EGCG). Senyawa ini banyak ditemukan pada teh hijau dan telah dikenal memiliki sifat antioksidan yang kuat, serta kemampuan untuk mengikat berbagai target biologis, seperti protein dan enzim. EGCG, khususnya, adalah salah satu turunan catechin yang paling aktif dan sering dikaji dalam penelitian farmasi karena potensinya sebagai inhibitor alami dengan berbagai manfaat kesehatan, termasuk aktivitas antiinflamasi, antikanker, dan perlindungan terhadap penyakit degeneratif (Nakano dkk., 2018). Gen yang terpilih belum terbukti secara langsung menjadi penyebab nondisjunction ataupun sindrom Down, namun gen-gen yang tercantum seperti ACAN, ACE, APOE, BACE2, dan lainnya, berperan penting dalam berbagai fungsi biologis terutama terkait dengan perkembangan saraf, metabolisme, dan penyakit degeneratif yang juga berhubungan dengan penderita sindrom Down. Secara umum, setiap gen terletak pada kromosom yang berbeda (misalnya, ACAN di kromosom 15, ACE di kromosom 17, APOE di kromosom 19). Gen-gen tersebut mengkode protein atau enzim yang berperan dalam proses-proses penting seperti pengaturan tekanan darah, metabolisme lipid, serta degradasi protein tertentu. Secara struktural, gen-gen ini bisa berinteraksi secara tidak langsung melalui jaringan metabolisme atau sinyal seluler. Misalnya, gen APOE yang mengatur metabolisme lipid berkaitan dengan SORL1 dan BACE2 yang berhubungan dengan demensia pada penderita sindrom Down (Patel dkk., 2011). Beberapa gen yang berada di kromosom 21 (seperti DYRK1A dan BACE2) memiliki peran penting lain yang berhubungan dengan plak amiloid, karena mereka mengalami overekspresi akibat trisomi 21, yang mengarah pada peningkatan risiko Alzheimer dini (Chaves dkk., 2020; Gomez dkk., 2020). Selain itu, beberapa gen seperti TNK1 dan BCR berperan dalam regulasi pertumbuhan sel dan apoptosis, yang dapat mempengaruhi risiko leukemia, penyakit yang sering terjadi pada individu dengan sindrom Down. Meskipun belum terbukti menjadi penyebab langsung terjadinya nondisjunction, gen-gen tersebut dipakai pada penelitian karena kontribusinya pada risiko penyakit neurodegeneratif, metabolik, dan kanker, baik secara langsung maupun melalui hubungan kompleks dengan jalur biologis lainnya yang terjadi pada penderita sindrom Down. Hal ini menjadi indikasi atau langkah awal dari mekanisme terjadinya sindrom Down yang bisa saja terpengaruh melalui mekanisme genetik dan molekuler (Mowery dkk., 2018; Patel dkk., 2011).