6 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Nanocage Boron Nitrida Nanocage boron nitrida merupakan nanomaterial berbasis atom Boron dan Nitrogen yang memiliki sifat unik, seperti kekuatan mekanis tinggi, stabilitas termal, serta sifat optoelektronik yang menarik. Boron nitrida dalam bentuk nanocage tersusun dari atom boron dan nitrogen yang terikat secara kovalen, membentuk struktur seperti kluster atau kerangka tiga dimensi yang menyerupai sangkar. Struktur nanocage boron nitrida telah digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk penyimpanan energi, katalisis, dan perangkat elektronik nano. Selain itu, nanocage boron nitrida juga menunjukkan sifat elektronik yang dapat disesuaikan melalui doping atau modifikasi struktural, sehingga menjadi kandidat ideal untuk material canggih di bidang teknologi nano (Zhang dkk., 2020). Penelitian Ammar dkk., (2020) menunjukkan bahwa konfigurasi atom dan ukuran struktur nanocage boron nitrida memengaruhi stabilitas dan nilai HOMO-LUMO gap secara signifikan melalui simulasi berbasis DFT. Selain itu, penelitian oleh Ayub dkk., (2021) menggunakan metode ab initio untuk mengeksplorasi potensi nanocage boron nitrida dalam pengembangan perangkat optoelektronik, menemukan bahwa sifat elektronik nanocage ini bergantung pada ukuran dan orientasi atomnya. Namun, belum banyak yang melakukan penelitian dengan menggantian atom boron (B) dan nitrogen (N) dengan atom lain, yaitu atom Li hingga At (nomor atom 3-85), untuk mempelajari bagaimana variasi struktur ini dapat memengaruhi stabilitas dan sifat elektronik nanocage boron nitrida. Penelitian ini menjadi dasar untuk memahami hubungan antara struktur nanocage boron nitrida dan sifat elektroniknya, termasuk relevansi dalam pengembangan material berbasis nanoteknologi. II.2 Deskriptor Kuantum Deskriptor kuantum adalah parameter fisik yang digunakan untuk menggambarkan sifat fundamental suatu material, termasuk struktur elektronik, konduktivitas, dan reaktivitas kimia. Salah satu deskriptor kuantum yang paling penting adalah 7 HOMO-LUMO gap (Highest Occupied Molecular Orbital-Lowest Unoccupied Molecular Orbital) yang menggambarkan perbedaan energi antara orbital molekul terisi tertinggi (HOMO) dan orbital molekul kosong terendah (LUMO). Parameter ini memainkan peran kunci dalam menentukan sifat elektronik material, seperti konduktivitas listrik, sifat optik, dan reaktivitas kimia (Parr, 1989). Dalam konteks material berbasis boron nitrida, HOMO-LUMO gap digunakan sebagai indikator penting untuk memahami kestabilan elektronik, sifat reaktivitas, dan potensinya dalam berbagai aplikasi elektronik dan fotonik (Baei dkk., 2013). HOMO-LUMO gap tidak hanya berfungsi sebagai indikator langsung sifat elektronik suatu material, tetapi juga menjadi dasar untuk menentukan sejumlah parameter penting dalam kimia kuantum. Parameter ini mencakup potensi ionisasi (I), afinitas elektron (A), indeks kekerasan (η), indeks kelembutan (S), elektronegativitas (χ), dan elektrofilisitas (ω), yang semuanya memiliki relevansi dalam memahami kestabilan, reaktivitas, dan sifat kimia material (Ser dkk., 2020). II.2.1 Potensial Ionisasi (I) Potensi ionisasi mencerminkan energi yang diperlukan untuk melepaskan satu elektron dari orbital terluar suatu molekul atau atom. Rumusnya yaitu : + L F' ÁÈÆÈ dimana, ' ÁÈÆÈ adalah energi orbital molekul terisi tertinggi (Highest Occupied Molecular Orbital). Nilai + yang lebih besar menunjukkan molekul lebih stabil terhadap pelepasan elektron, relevan dalam aplikasi seperti desain material isolator atau semikonduktor. II.2.2 Afinitas elektron (A) Afinitas elektron menunjukkan energi yang dilepaskan ketika sebuah elektron ditambahkan ke molekul netral. Rumusnya yaitu : # L F' ÅÎÆÈ Dengan ' ÅÎÆÈ sebagai energi orbital molekul tak terisi terendah (Lowest Unoccupied Molecular Orbital). Nilai A memberikan gambaran kemampuan 8 material untuk menangkap elektron, penting dalam desain katalis atau material penyimpanan energi. II.2.3 Indeks kekerasan (η) Kekerasan kuantum (η) mengukur resistensi material terhadap perubahan distribusi elektron. Rumusnya yaitu : �L sF# t Material dengan nilai η yang tinggi lebih sulit bereaksi dengan spesies eksternal, menunjukkan kestabilan yang tinggi. II.2.4 Indeks kelembutan (S) Kelembutan (S) adalah kebalikan dari kekerasan dan mengindikasikan reaktivitas molekul: 5L s � Nilai S yang besar mengindikasikan molekul lebih sensitif terhadap serangan elektrofilik atau nukleofilik, relevan untuk memprediksi mekanisme reaksi kimia. II.2.5 Elektronegativitas (χ) Elektronegativitas (χ) mengukur kemampuan molekul atau atom untuk menarik elektron: �L s E # t Elektronegativitas yang tinggi menunjukkan kecenderungan molekul untuk menarik elektron, penting dalam menentukan polaritas ikatan kimia atau sifat interaksi antarspesies. II.2.6 Elektrofilisitas (ω) Elektrofilisitas (ω) mencerminkan kecenderungan molekul untuk bertindak sebagai elektrofil: �L � 6 t� 9 Dalam aplikasi material berbasis nanocage boron nitrida, deskriptor kuantum ini tidak hanya tentang stabilitas dan sifat elektronik material, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk memprediksi dan merancang material dengan sifat yang diinginkan. Penyesuaian HOMO-LUMO gap melalui modifikasi struktural dapat meningkatkan efisiensi material dalam aplikasi seperti katalis, sensor, atau perangkat fotonik. Kombinasi analisis HOMO-LUMO gap dengan turunan fungsional lainnya memperkuat pemahaman tentang hubungan antara struktur dan fungsi material, sehingga memungkinkan pengembangan material canggih untuk berbagai kebutuhan teknologi modern (Thanikaivelan dkk., 2000). II.3 Machine Learning Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan berbasis machine learning semakin populer di berbagai disiplin ilmu, termasuk dalam material science. Salah satu penerapan signifikan dari machine learning adalah kemampuannya dalam memprediksi sifat-sifat material berdasarkan data yang tersedia. Di antara berbagai model ML, jaringan saraf (Neural Networks, NN) menonjol sebagai salah satu pendekatan yang paling populer. NN adalah model komputasi yang terinspirasi oleh struktur jaringan saraf dalam otak manusia. Model ini direpresentasikan sebagai graf berarah yang terdiri dari simpul (node) dan garis (edge), menyerupai neuron dan koneksi antar neuron pada otak manusia (Shalev-Shwartz dan Ben-David, 2014). Pendekatan ini tidak hanya menjadikan NN alat yang kuat dalam material science tetapi juga pelopor dalam pengembangan deep learning, yang kini menjadi dasar berbagai inovasi di bidang teknologi. Beberapa teknik machine learning, seperti ANN, CNN, dan RNN telah digunakan untuk memprediksi sifat-sifat material berdasarkan data eksperimen atau komputasi. II.3.1 Artificial Neural Network (ANN) ANN adalah salah satu metode dalam pembelajaran mesin yang terinspirasi dari cara kerja jaringan saraf biologis. ANN digunakan untuk memodelkan hubungan yang kompleks antara input dan output, serta untuk mengenali pola dan melakukan prediksi. Jaringan saraf ini terdiri dari lapisan-lapisan neuron yang terhubung satu 10 sama lain, termasuk lapisan input, lapisan tersembunyi (hidden layers), dan lapisan output (Strawn, 2024) ANN dilatih menggunakan algoritma berbasis optimasi seperti backpropagation untuk memperbarui bobot sambungan berdasarkan gradien dari fungsi kerugian. Proses pelatihan melibatkan tiga tahapan utama, yaitu feedforward di mana data masukan diteruskan melalui jaringan untuk menghasilkan output, backpropagation untuk menghitung gradien berdasarkan kesalahan output dibandingkan target, dan pembaruan bobot menggunakan algoritma optimasi Adaptive Moment Estimation (Adam). ANN telah digunakan untuk aplikasi sensor berbasis borophene dan berperan penting dalam menganalisis data kompleks yang dihasilkan. Teknologi ini membantu mengenali pola interaksi molekuler antara material sensor dan molekul target, seperti gas beracun atau biomolekul, dengan akurasi tinggi. ANN juga mempermudah pengolahan data secara real-time, memungkinkan prediksi respons sensor dalam berbagai kondisi. Selain itu, penggunaan ANN mendukung optimasi desain sensor, meningkatkan sensitivitas dan efisiensi material. Hal ini menjadikan ANN alat yang esensial dalam pengembangan sensor pintar untuk aplikasi kesehatan, lingkungan, dan industri (Renukaradhya & Hareesh, 2024). Penelitian oleh Mousavi & Montazeri, (2023) menggunakan jaringan saraf tiruan (ANN) untuk memprediksi sifat mekanis dari nanosheet boron nitrida heksagonal (h-BN) yang mengalami cacat struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara semua model yang dikembangkan, desain ANN dengan empat lapisan tersembunyi memberikan kinerja terbaik dengan nilai prediksi tertinggi. Penelitian ini menyoroti potensi ANN dalam memodelkan sifat mekanis material berbasis nanosheet, khususnya dalam menangkap pola kompleks yang dihasilkan oleh variasi cacat struktural. Penelitian lainnya oleh Zheng dkk., (2023) menggunakan berbagai machine learning salah satunya ANN untuk memprediksi gap HOMO-LUMO dari 11 benzenoid polycyclic hydrocarbons (BPHs). Hasilnya menunjukkan bahwa ANN memiliki performa yang baik dalam memprediksi gap HOMO-LUMO, meskipun tidak sebaik beberapa model lain yang diterapkan, seperti Random Forest dan Support Vector Machine (SVM). Penurunan performa ANN dikaitkan dengan keterbatasan data dan jumlah fitur yang terbatas, yang menyulitkan model untuk menangkap hubungan non-linear yang kompleks dalam dataset yang lebih kecil. Namun, ANN masih memberikan prediksi yang cukup akurat dengan R 2 yang relatif tinggi, terutama ketika jumlah data dan fitur ditingkatkan.