1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan ciri hiperglikemia akibat dari gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (Perkeni, 2021). Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 penderita DM di dunia mencapai 463 juta orang dengan usia 20- 79 tahun, penderita DM diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk mencapai 111,2 juta orang dengan usia 65-79 tahun. Prevalensi penderita DM tipe 2 di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 mencapai 8,4 juta orang dan pada tahun 2030 diperkirakan dapat meningkat sampai 21,3 juta orang. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) melaporkan data prevalensi DM meningkat mencapai 8,5% pada tahun 2018, dari hasil data tersebut Indonesia menempati pada posisi ke-3 di bagian wilayah Asia Tenggara (Perkeni, 2021 dan Kemenkes, 2020). DM tipe 2 yang tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi yang serius sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia dan menjadi masalah kesehatan global yang serius (Cui dkk., 2021). Beberapa komplikasi DM seperti penyakit arteri koroner, infark miokard (IM), hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer, retinopati, penyakit ginjal stadium akhir dan neuropati. Selain itu, DM dapat menyebabkan kerusakan jantung seperti kardiomiopati diabetik.Terdapat hubungan erat antara DM dengan Cardiovascular Disease (CVD), sehingga hal ini menyebabkan kematian utama dari populasi pasien DM. Tingkat kematian CVD di Amerika Serikat mencapai 1,7 kali lebih tinggi diantara orang dewasa dengan usia lebih dari 18 tahun dengan DM dibandingkan tanpa DM, sebagian besar karena peningkatan stroke dan infark miokard (Leon dan Maddox, 2015). 2 Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian untuk pasien DM. Berdasarkan data dari WHO penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor 1 di dunia, dimana pada tahun 2012 terdapat 17,5 juta orang meninggal karena kardiovaskular. Diantara penyakit jantung iskemik, khususnya IM yang merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan DM tipe 2 dan risiko kejadian Coronary Artery Disease (CAD), hal ini sejalan dengan angka kematian pasien DM tanpa riwayat IM mencapai 15,4% dan 42,0% dengan riwayat IM (Kurniati dkk., 2018). 1.2 Masalah Penelitian Pasien DM dengan komorbid penyakit kardiovaskular direkomendasikan penggunaan Sodium Glucose Co-transporter-2 Inhibitor (SGLT2i) dan Glucagon Like Peptide 1 Receptor Agonist (GLP1RA) yang terbukti mengurangi risiko komplikasi seperti infark miokard, stroke, dan mortalitas kardiovaskular (Ikonomidis dkk., 2020). Hal ini sejalan dengan yang direkomendasikan oleh American Diabetes Association (ADA), pada pasien DM tipe 2 yang telah direkomendasikan obat antihiperglikemia atau baru didiagnosis dengan risiko PKVA (Penyakit Kardiovaskular Aterosklerosis), yang direkomendasikan menggunakan obat golongan SGLT2i dan GLP-1RA (Ikonomidis dkk., 2020 dan ADA, 2020). Metformin juga merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan untuk mengobati DM dan sebagai “first line” dalam mengobati DM tipe 2, pemilihan ini berdasarkan pertimbangan seperti; efektivitasnya relatif baik, efek samping hipoglikemiknya rendah, netral terhadap peningkatan berat badan, harga murah dan yang terbukti memiliki efek perlindungan kardiovaskular. Studi klinis menunjukan bahwa metformin dapat mengurangi kejadian kardiovaskular (Perkeni, 2021). 3 United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), dalam percobaan pertamanya yang menunjukan bahwa metformin dapat secara signifikan mengurangi risiko IM akut pada pasien dengan DM tipe 2 dan kelebihan berat badan (Wang dkk., 2017). Data studi klinis penggunaan tunggal pemberian empagliflozin, liraglutide dan metformin pada pasien DM memberikan hasil yang positif sebagai kardioprotektif (Bromage dkk., 2019 dan Ehlers dkk., 2021). Studi in vivo pada hewan uji tikus penggunaan tunggal empagliflozin, liraglutide dan metformin pada hewan uji dengan model kardiomiopati diabetik menunjukan hasil yang positif memiliki efek kardioprotektif (Kanamori dkk., 2019 dan Trang dkk., 2021). Penggunaan kombinasi empagliflozin dan liraglutide terbukti memiliki efek kardioprotektif dengan hasil lebih baik dibandingkan penggunaan tunggalnya, baik pada kerusakan jantung yang disebabkan oleh DM maupun kerusakan akibat IM akut (Kurniati dan Fathadina, 2023). Mekanisme GLP-1RA yang berfokus pada anti-inflamasi yang kemungkinan memberi efek langsung pada jantung, vaskular dan ginjal sedangkan untuk obat SGLT2i berfokus pada bagian vaskular, energi miokard, hemodinamik dan ginjal (M.