27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Gambaran Umum Karakterisitik Responden Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Ibrahim adjie dan Puskesmas Pasirkaliki yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2023, diperoleh sebanyak 57 subjek penelitian yang telah memenuhi kriteria inklusi. Tabel IV. 1 Distribusi Sosiodemografi Sosiodemografi n (=57) Persentase (%) Usia Remaja Akhir 1 1,8 Dewasa Awal 1 1,8 Dewasa Akhir 3 5,3 Lansia Awal 13 22,8 Lansia Akhir 21 36,8 Manula 18 31,6 Jenis Kelamin Laki-laki 8 14 Perempuan 49 86 Jenjang Pendidikan SD 15 26,3 SMP 13 22,8 SLTA 21 36,8 Diploma 2 3,5 Sarjana 6 10,5 Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 39 68,4 Pegawai Swasta 10 17,5 PNS 2 3,5 Lain-lain 6 10,5 Durasi Penyakit (Tahun) < 1 31 54,4 1 – 5 21 36,8 > 5 5 8,8 Riwayat Keluarga Ya 24 42,1 Tidak 33 57,9 Komplikasi Ya 22 38,6 Tidak 35 61,4 28 IV.1.1 Usia Pada tabel IV.1 menunjukkan data distribusi data demografi pasien. Menurut Departemen Kesehatan RI (2009) kelompok usia pasien dibagi menjadi 9 yaitu, masa balita (0-5 tahun), masa kanak-kanak (5-11 tahun), masa remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa awal (25-35 tahun), masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun), masa lansia akhir (56-65 tahun), dan masa manula (65 sampai ke atas). Pada tabel menunjukkan hasil tertinggi usia pasien yang menderita reumatoid artritis yaitu lansia akhir sebanyak 21 (36,8%) responden, dan tidak berbeda jauh dengan usia manula yaitu sebanyak 18 (31,6%) responden, dan pada lansia awal yaitu sebanyak 13 (22,8%) responden. Hal ini selaras dengan hasil penelitian dari Sugiharta (2021), yang menyatakan bahwa penyakit reumatoid artritis dipengaruhi oleh faktor usia. Semakin bertambahnya usia maka risiko terjadinya reumatoid artritis semakin besar. Pasien reumatoid artritis lebih banyak pada usia lansia. WHO melaporkan bahwa 20% penduduk dunia terserang reumatoid artritis 5-10% adalah berusia 60 tahun. Reumatoid artritis dapat terjadi pada segala usia mulai dari kanak-kanak sampai usia lanjut, dan gangguan akan meningkat dengan meningkatnya usia (Situmorang, 2017). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fukuda dkk (2022) menunjukkan bahwa usia rata-rata pasien reumatoid artritis yaitu pada usia 70 keatas, yaitu terjadi peningkatan pasien reumatoid artritis pada usia 70 dari 27,3% menjadi 36,1%, dan pasien berusia 80 tahun ke atas meningkat dari 8,1% menjadi 17,2%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2018), menyatakan bahwa mayoritas pasien reumatoid artritis berusia 60-74 tahun (42,1%). Semakin bertambahnya usia seseorang maka tingkat resiko mengalami reumatoid artritis akan semakin tinggi usia sangat mempengaruhi proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Reumatoid artritis sering terjadi pada lansia, hal ini disebabkan oleh adanya penurunan fungsi organ karena pertambahan usia yang berdampak pada penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia. Selain itu, dapat menimbulkan nyeri persendian dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda tergantung lokasi nyeri, waktu dan 29 penyebabnya. Nyeri yang dirasakan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pada pasien (Andari FN & Wijaya AK, 2022). IV.1.2 Jenis Kelamin Berdasarkan data pada Tabel IV.1 perbandingan jumlah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, dari 57 pasien terdapat 49 responden perempuan dan terdapat 8 responden laki-laki. Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko yang berperan dalam terjadinya reumatoid artritis. Mayoritas pasien reumatoid artritis perempuan yaitu sebanyak 51 (65,4%) responden, sedangkan laki-laki sebanyak 27 (34,6%) responden dengan rasio perbandingan 3:1 pada perempuan dibandingkan laki-laki (Timori H dkk, 2019). Menurut Riskesdas, pada tahun 2018 jumlah pasien reumatoid artritis di Indonesia prevalensi lebih tinggi pada perempuan yaitu 8,5% dibandingkan dengan laki-laki yaitu sebesar 6,1%. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanza dkk (2022), yaitu menunjukkan mayoritas pasien reumatoid artritis di Desa Pakisaji adalah perempuan. Penelitian yang dilakukan Rahmadani dan Pamudji (2016), menunjukkan bahwa responden perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 26 (86,7%) responden, sedangkan responden laki-laki berjumlah 4 (13,3%) responden. Reumatoid artritis sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena perempuan memiliki hormon estrogen yang dapat mempengaruhi sistem imun. Estrogen secara langsung mempengaruhi respon imun dengan berinteraksi dengan reseptor hormon pada sel-sel imun. Respon imun tipe Th2 terhadap infeksi atau trauma pada perempuan menekankan pada patologi dengan mediator antibodi baik akut maupun kronis. Estrogen merangsang produksi antibodi (dan autoantibodi) oleh sel β. IV.1.3 Pendidikan Jenjang pendidikan dapat berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Tingkat pendidikan yang tinggi akan berdampak positif pada kesehatan seseorang. Seseorang dengan pendidikan yang lebih tinggi memiliki kesadaran yang lebih tinggi dalam menjaga kesehatan dan memiliki pengetahuan mengenai pencegahan penyakit serta 30 dalam pengobatan. Pada Tabel IV.1 menunjukkan bahwa jenjang pendidikan yang paling banyak dari responden yaitu pendidikan SLTA yaitu sebanyak 21 (36,8) responden, pendidikan SD yaitu sebanyak 15 (26,3%) responden, dan pendidikan SMP sebanyak 13 (22,8%) responden. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahid dan Victoria (2021), menyatakan bahwa mayoritas responden adalah berpendidikan rendah berjumlah 25 (62,5 %) responden. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rahmadani dan Pamudji (2016), yaitu menyatakan bahwa tingkat pendidikan terbanyak yaitu pendidikan SMP sebanyak 12 (40%) responden. Diikuti pendidikan SMA sebanyak 7 (23,3%) responden, pendidikan SD sebanyak 6 (20%) responden, dan paling sedikit adalah perguruan tinggi sebanyak 5 (16,7%) responden. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam suatu pengobatan. Pengetahuan seseorang pada penyakit dan pengobatan akan membuat seseorang lebih hati-hati dan mematuhi pengobatan yang sedang dijalankannya untuk perbaikan kualitas hidupnya. Namun, pendidikan bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pengetahuan, pengalaman seseorang dan informasi yang didapat dari orang sekitar juga dapat mempengaruhi pengetahuan. IV.1.4 Pekerjaan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 39 (68,4%) responden, diikuti pegawai swasta yaitu sebanyak 10 (17,5%) responden, dan paling rendah yaitu PNS sebanyak 2 (3,5%) responden. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Gustina dan Arum (2018), yang menyatakan bahwa berdasarkan status pekerjaan mayoritas pasien berstatus sebagai ibu rumah tangga. Selain itu juga pada penelitian yang lain menyatakan bahwa sebagian besar pasien reumatoid artritis adalah perempuan, perempuan tidak hanya bekerja di luar rumah melainkan juga menjadi ibu rumah tangga, yang melakukan aktivitas fisik seperti mencuci, menyetrika, memasak, dan mengurus urusan keluarga, sehingga menyebabkan tidak menentunya waktu istirahat dan meningkatnya kerja sendi yang berlebih sehingga dapat memicu terjadinya reumatoid artritis. 31 Terlalu banyak aktivitas fisik yang berlebih atau gerakan yang tidak benar akan berpengaruh terhadap penyakit reumatoid artritis, karena aktivitas fisik membutuhkan penggunaan sendi-sendi kecil seperti sendi jari tangan ataupun pergelangan tangan, sendi-sendi besar juga sering terlibat. Sebagian besar pasien reumatoid artritis mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas yang melibatkan sendi-sendi kecil. Aktivitas fisik yang tidak tepat akan memperparah penyakit. IV.1.5 Durasi Penyakit Durasi penyakit reumatoid artritis bervariasi dari satu individu ke individu lain. Semakin cepat pengobatan dimulai, maka akan semakin baik peluang untuk mengendalikan gejala dan mencegah kerusakan pada sendi. Pengobatan juga harus dilakukan secara berkelanjutan dan teratur sehingga dapat membantu mengendalikan peradangan dan gejala seperti rasa nyeri, kemerahan, bengkak, dan kekakuan sendi. Penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 (54,4%) responden telah menderita reumatoid artritis selama 5 tahun. Durasi penyakit pada pasien berdampak pada risiko terjadinya komplikasi, semakin lama durasi penyakit maka terjadinya komplikasi akan semakin meningkat, komplikasi yang dapat terjadi seperti pada masalah kardiovaskular. Dengan pengelolaan yang tepat yaitu seperti pengobatan dan perawatan yang tepat disertai perubahan gaya hidup dapat mengurangi risiko komplikasi pada pasien. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi dkk (2018), menunjukkan bahwa di Puskesmas Kartasura pasien reumatoid artritis dengan durasi penyakit yang paling tinggi yaitu selama 5-10 tahun sebanyak 18 responden, diikuti selama >10 tahun sebanyak 10 responden, dan paling rendah