37 Bab V Hasil Percobaan dan Pembahasan V.1 Determinasi Tumbuhan Determinasi tumbuhan telah dilakukan di Herbarium Bandungense SITH ITB agar dapat memastikan kebenaran identitas bahan yang digunakan. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan termasuk ke dalam suku Lamiaceae, spesies Ocimum americanum L. (kemangi). V.2 Ekstraksi Daun Kemangi Pada penelitian ini, metode ekstraksi dikembangkan dari penelitian kami sebelumnya dengan sedikit modifikasi. Penelitian kali ini meningkatkan persentase etanol yang digunakan dalam ekstraksi dari 70% menjadi 75% untuk meningkatkan komponen hidrofobik yang terekstraksi. Peningkatan komponen hidrofobik juga diharapkan dapat meningkatkan afinitas terhadap lipid dan stratum korneum, sehingga membuatnya lebih efektif dalam menembus penghalang kulit (Pham dkk., 2016). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa penggunaan pelarut etanol 75% dalam ekstraksi propolis dapat meningkatkan senyawa golongan fenol yang terekstraksi hingga 28 senyawa jika dibandingkan dengan penggunaan pelarut air yang hanya mengekstraksi 15 senyawa. Ekstrak air propolis mengandung senyawa utama berupa asam fenolat polar, seperti asam kafeat, asam p-kumarat, asam isoferulat, dan asam benzoat. Sebaliknya, ekstrak etanol propolis tidak hanya mengandung asam fenolat polar tetapi juga golongan fenol kurang polar, seperti beberapa flavonoid dan empat ester asam fenolat (Sun dkk., 2015). Ekstraksi dalam penelitian ini menerapkan kombinasi maserasi dan ekstraksi ultrasonik untuk meningkatkan efisiensi dan kecepatan ekstraksi senyawa dari bahan tumbuhan. Ekstraksi dengan maserasi di awal tahap memastikan kontak menyeluruh antara pelarut dan bahan tumbuhan, kemudian ekstraksi ultrasonik berikutnya mempercepat pelepasan senyawa dengan menciptakan kavitasi pada sel. Hal ini akan menghasilkan peningkatan efisiensi ekstraksi, pengurangan waktu ekstraksi, peningkatan hasil, dibandingkan dengan metode ekstraksi tradisional (Carreira-Casais dkk., 2021; Medlej dkk., 2020). Rendemen ekstrak ditemukan 38 sebesar 4,68% lebih besar dibandingkan penelitian sebelumnya (Rosdianto dkk., 2022). V.3 Karakterisasi Ekstrak Daun Kemangi Hasil uji kualitatif ekstrak daun kemangi (Tabel V.1) sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil positif pada kandungan senyawa golongan fenol, flavonoid, saponin, dan tanin (Nadeem dkk., 2022; Rosdianto dkk., 2022). Kehadiran saponin juga berpotensi mendukung stabilisasi dalam emulsi pickering dengan teradsorpsi pada celah di antara partikel pada permukaan tetesan minyak, sehingga mengurangi tegangan antarmuka antara minyak dan air dan membentuk tetesan droplet yang lebih kecil (Wei dkk., 2020). Tabel V.1 Hasil uji kualitatif ekstrak etanol 75% daun kemangi Parameter Hasil Fenol + Flavonoid + Tanin + Saponin + Kuinon - Keterangan: + (terdeteksi), - (tidak terdeteksi) Tabel V.2 Hasil uji kuantitatif ekstrak etanol daun kemangi Parameter Uji Hasil Kesetaraan asam askorbat (mg AEAC /g) 124,31 ± 0,90 Fenol total (mg GAE/g) 116,35 ± 0,03 Flavonoid total (mg QE/g) 43,42 ± 0,01 Keterangan: AEAC = ascorbic acid equivalent antioxidant capacity, GAE = gallic acid equivalent, QE = quercetin equivalent Hasil uji kuantitatif ekstrak etanol daun kemangi ditunjukkan pada Tabel V.2. Kandungan fenol total dalam ekstrak jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya meningkat dari 89,40 ± 0,29 mg GAE/g menjadi 116,35 ± 0,03 mg 39 GAE/g sementara kandungan flavonoid total meningkat dari awalnya 7,0 ± 0,20 mg QE/g menjadi 43,43 ± 0,01 mg QE/g (Rosdianto dkk., 2022). Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan persentase etanol berhasil meningkatkan kandungan yang diduga lebih bersifat hidrofobik dalam ekstrak. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa penggunaan pelarut etanol 75% pada ekstraksi propolis dapat meningkatkan senyawa golongan fenol yang terkestraksi tidak hanya yang bersifat polar namun juga yang bersifat nonpolar (Sun dkk., 2015). Uji aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas antioksidan yang setara dengan aktivitas antioksidan 124,31 ± 0,903 mg asam askorbat per g ekstrak. Hasil ini ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun kemangi pada penelitian lain yaitu 49,8 ± 14,7 mg AEAC/g (Muftah dkk., 2023). Aktivitas antioksidan senyawa golongan fenol pada uji DPPH terutama terkait dengan keberadaan gugus hidroksil (OH) pada struktur molekul. Gugus hidroksil inilah yang memberikan kemampuan senyawa golongan fenol untuk memberikan elektron atau atom hidrogen kepada radikal bebas DPPH, sehingga menghentikan reaksi oksidasi berantai. Lebih spesifik, senyawa golongan fenol dengan gugus hidroksil pada posisi orto (2-) dan/atau para (4-) dalam cincin fenol cenderung memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada uji DPPH. Hal ini karena posisi-posisi tersebut memfasilitasi kemampuan senyawa untuk memberikan elektron atau atom hidrogen secara efisien kepada radikal bebas. Senyawa dengan struktur yang kompleks atau memiliki gugus lain seperti gugus metoksi (OCH3), gugus keton (C=O), atau gugus asam karboksilat (COOH) juga dapat memberikan kontribusi terhadap aktivitas antioksidan (J. Chen dkk., 2020; Spiegel dkk., 2020). Berdasarkan hasil LC-MS komponen daun kemangi pada penelitian sebelumnya, kandungan senyawa fenol utama pada ekstrak daun kemangi yang diidentifikasi secara tentatif yaitu salvigenin, eupatorin, asam rosmarinat, dan larisiresinol (Rosdianto dkk., 2022). Komponen-komponen ini yang diduga berperan penting dalam aktivitas antioksidan yang tinggi dalam ekstrak daun kemangi. Asam rosmarinat merupakan salah satu polifenol paling melimpah dan senyawa biologis paling aktif yang ditemukan pada daun kemangi (Güez dkk., 2017; Romano dkk., 2022). Asam rosmarinat memiliki dua cincin fenol 40 yang memiliki gugus hidroksil posisi orto. Selain itu terdapat gugus karbonil, ikatan rangkap tak jenuh, dan asam karboksilat antara dua cincin fenol yang menjadikan asam rosmarinat ini merupakan salah satu komponen yang paling berperan dalam antioksidan ekstrak daun kemangi (Aldoghachi dkk., 2021). V.4 Preparasi Emulsi Pickering Preparasi emulsi pickering pada penelitian ini menggunakan metode dari penelitian sebelumnya dengan sedikit modifikasi (Rosdianto dkk., 2022). Proses pembentukan partikel koloid dari ekstrak daun kemangi dilakukan dengan metode in situ solidification dengan pendekatan bottom-up yang merujuk pada strategi di mana partikel-partikel padat yang berperan sebagai agen penstabil emulsi dibuat terlebih dahulu dari molekul individu menjadi partikel yang diinginkan (Golubina dan Kizim, 2021; Rosdianto dkk., 2022). Humektan dapat mempengaruhi interaksi antara partikel koloid, fase tetesan, dan fase dispersi dalam proses ini. Penambahan ekstrak kemangi ke dalam fase minyak yang terdapat heksilenglikol, bertujuan agar heksilenglikol dan senyawa golongan fenol dari ekstrak kemangi membentuk ikatan hidrogen, sehingga heksilenglikol akan menarik partikel koloid ke antarmuka minyak-air karena sifat heksilenglikol yang cenderung hidrofobik. Penambahan gliserin berperan sebagai humektan yang bersifat lebih hidrofilik dilakukan untuk menyeimbangkan kondisi hidrofilisitas dalam sistem. Penambahan urea pada akhir pembuatan emulsi pickering berperan dalam menstabilkan kelebihan partikel padat dalam konsentrasi tinggi yang membentuk struktur jaringan penstabil di sekitar globul minyak agar tidak terjadi agregasi antar partikel (Rosdianto dkk., 2022). Gambar V.1 Pengamatan mikroskopik formula emulsi pickering yang dibuat tanpa proses ultrasonikasi dengan CLSM (skala 10 µm) 41 Pada penelitian kali ini dilakukan modifikasi berupa tambahan tahapan setelah homogenisasi dengan ultra-turrax, yaitu homogenisasi dengan menggunakan sonicator bath dan sonicator probe. Proses homogenisasi dengan ultra-turrax mencampur cairan melalui celah sempit antara disk berputar (rotor) dan disk statis (stator) yang menghasilkan sirkulasi aliran yang cepat sehingga seringkali menghasilkan ukuran globul lebih besar dan distribusi yang kurang merata (Silva dan Sato, 2019). Hal itu dapat dilihat pada Gambar V.1 dimana pengamatan mikroskopik dilakukan dengan confocal laser scanning microscope pada emulsi pickering yang tidak disonikasi. Sistem colloidal network emulsi pickering memang terbentuk, namun ada sebagian globul yang tidak tertutupi partikel koloid sepenuhnya yang menyebabkan globul tersebut berukuran lebih besar. Kemungkinan pembentukan emulsi pickering masih membutuhkan penerapan energi mekanik yang lebih tinggi melalui agitasi. Oleh karena itu, dilakukan tambahan proses sonikasi untuk menghasilkan ukuran globul emulsi yang lebih kecil dan dengan distribusi yang lebih seragam. Sonikasi akan memecah tetesan melalui mekanisme kavitasi akustik dimana kavitasi dihasilkan melalui ultrasound yang menembus jauh ke dalam bagian emulsi dan menyebabkan fragmentasi droplet. Proses ini akan meningkatkan stabilitas emulsi (Song dkk., 2022). Terdapat 2 jenis metode ultrasonik untuk media cair yang dapat dilakukan, yaitu ultrasonic bath dan ultrasonic probe. Pada metode ultrasonic probe, energi ditransmisikan dari probe ke sampel secara langsung sementara pada ultrasonnic bath, energi ditransmisikan secara tidak langsung melalui air (Silva dan Sato, 2019). Penelitian ini mengabungkan kedua metode ini untuk meningkatkan efisiensi homogenisasi dimana ultrasonic bath dapat membantu membubarkan agregat awal dan memfasilitasi pencampuran sedangkan ultrasonic probe dapat digunakan untuk menyempurnakan dan menghancurkan tetesan atau aglomerat yang tersisa. V.5 Penapisan Parameter Emulsi Pickering dengan Metode OVAT Percobaan pendahuluan dilakukan menggunakan metode One Variable at Time (OVAT) untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut dalam formula serta sebagai dasar dalam penentuan faktor yang akan digunakan pada analisis respon permukaan desain Box-Behnken.