1 BAB I Pendahuluan I.1 Latar belakang Menurut Undang – Undang (UU) No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan (Aini, 2020). Permasalahan pengelolaan sampah menjadi sangat serius di perkotaan akibat kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga pengelolaan sampah sering diprioritaskan penanganannya di daerah perkotaan (Moersid, 2004). Permasalahan terkait pengelolaan sampah merupakan suatu masalah yang kompleks bagi setiap provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertambahan jumlah penduduk, perubahan gaya hidup yang semakin konsumtif, urbanisasi, dan ekonomi booming telah menjadi penyebab timbulan sampah di Indonesia terus mengalami kenaikan (Faisal, 2014). Berdasarkan permasalahan tersebut maka pengelolaan sampah perlu dilakukan agar proses pembuangan, pengangkutan, dan pengolahan sampah bisa terkontrol dengan baik sehingga meminimalisirkan dampak lingkungan yang terjadi. Akibat dari meningkatnya jumlah permasalahan pengelolaan sampah maka dibutuhkan Konsep pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan peningkatan ekonomi dimaksudkan untuk mencapai keberlanjutan dalam pengelolaan sampah dengan menggunakan pendekatan ekonomi sirkular. Melalui pendekatan ekonomi sirkular, partisipasi masyarakat dan industri dalam kegiatan pengurangan, penggunaan kembali, perbaikan, remanufaktur dan daur ulang produk, bahan, dan komponen diharapkan dapat mewujudkan keberlanjutan lingkungan (Gravagnuolo 2 dkk, 2021). Sadar akan pentingnya pengelolaan sampah dengan pendekatan ekonomi sirkular maka negara-negara di seluruh dunia berupaya untuk meningkatkan praktik pengelolaan sampah (Bruno dkk, 2020). Suatu kota yang menerapkan konsep ekonomi sirkular dinamakan konsep Circular City. Konsep Circular city yang terkait dengan pengelolaan sampah berkelanjutan mendorong perubahan pola produksi dari jalur linier yang biasa digunakan yaitu konsep ambil – buang – gunakan – buang. Hal tersebut diubah ke jalur melingkar, dimana limbah didaur ulang dan/ atau menjadi input untuk proses lain, dan memprioritaskan pengurangan bahan baku (Bocken dkk, 2016). Circular city mempunyai visi dengan menggunakan bahan yang terbarukan dan rendah karbon dalam beberapa aspek kehidupan seperti mobilitas, transportasi, energi, air, industri, dan lainnya (Carrièrea dkk, n.d.) serta berfokus untuk mengurangi sumber daya yang dikonsumsi dan dampak yang dihasilkan oleh lingkungannya (Vanhuyse, 2021). Sistem aliran melingkar akan menghasilkan lingkungan perkotaan yang tangguh, berkelanjutan, dan sehat (Langergraber dkk, 2020). Konsep Circular City dapat diwujudkan apabila suatu daerah dapat memenuhi indikator Circular Economy yang telah disusun pada tahun 2020 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam The OECD Inventory Of Circular Economy Indicators. Indikator – indikator tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk mempersiapkan suatu daerah menjadi Circular City. Oleh karena itu Indikator Circular Economy juga dapat disebut indikator Circular City. Disamping indikator Circular City yang telah dibentuk, terdapat indikator penilaian kinerja pengelolaan yaitu Indikator Zero Waste Index (ZWI) dan Wasteaware. Indikator ZWI merupakan salah satu pendekatan dari konsep Zero Waste Management yang memiliki fokus kepada efisiensi penggantian “Virgin Material” dari jenis sampah yang dapat dihindari, dikurangi, ataupun digunakan kembali.