Hasil Ringkasan
95 Bab IV Manfaat Ekosistem Mangrove untuk Climate Compatible Development di Kota Semarang Bab ini menggali manfaat ekosistem mangrove untuk mencapai Climate Compatible Development di kawasan pesisir Kota Semarang. Beberapa laporan sudah membuktikan bahwa mangrove bermanfaat untuk peningkatan ekonomi masyarakat (Hakim et al., 2018; Ruslan et al., 2022), adaptasi (Nanlohy et al., 2015; Trégarot et al., 2021) dan mitigasi perubahan iklim (Huang et al., 2023), namun penelitian-penelitian tersebut masih membahas secara terpisah terkait ketiga manfaat tersebut. Bab ini menggali secara menyeluruh manfaat triple wins yaitu adaptasi, mitigasi dan pembangunan pada satu kasus di ekosistem mangrove pesisir Kota Semarang. Temuan pada bab ini akan menjadi dasar pembahasan terkait tata kelola dengan pendekatan CCD di bab berikut, dimana pemangku kepentingan dan kebijakan pada adaptasi, mitigasi dan pembangunan ekonomi dapat ditentukan. IV.1 Kawasan Ekosistem Mangrove di Pesisir Kota Semarang Ekosistem mangrove tersebar di empat kecamatan di pesisir Kota Semarang yaitu di Kecamatan Tugu, Semarang Utara, Semarang Barat dan Genuk dengan luas dan kondisi yang berbeda-beda (Gambar IV.1). Gambar IV. 1 Sebaran Mangrove di Wilayah Pesisir Kota Semarang Tahun 2018, Mangrove ditandai dengan Warna Hijau (Martuti et al, 2018) 96 Ekosistem mangrove paling luas berada di Kecamatan Tugu seluas 141 Ha pada tahun dan paling sedikit di Semarang Utara seluas 2,48 Ha pada tahun 2022 (Tabel IV.1). Tabel IV.1 Luas Lahan dan Kondisi Mangrove di Kota Semarang Tahun 2018 Kecamatan Desa Luas Lahan (Ha) Kondisi Titik Koordinat Lokasi Lahan (DMS) Baik Sedang Rusak Semarang Barat Tawang sari, Tambak Harjo 10,02 V 6o57’25,4”S – 110o21’36,6”E Tugu Jerakah, Karang Anyar, Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randu Garut, Tugurejo 141 V 6o58’01.7”S – 110o20’45,3”E Semarang Utara Tanjung mas, Bandarharjo, Panggung Lor 2,48 V 6o56’53,9”S – 110o24’37,0”E Genuk Terboyo kulon, Terboyo wetan, Trimulyo 9,75 V 6o55’52,7”S – 110o27’46,2”E 163,25 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, 2022 Kondisi ekosistem Mangrove di Kota Semarang terdiri dari baik, sedang dang rusak (Tabel IV.1). Pengelompokan kondisi mangrove yang dilakukan Kota Semarang ini berbeda dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove, dimana kriteria kondisi mangrove hanya baik dan rusak. Dalam Keputusan Menteri tersebut juga dijelaskan bahwa “ Kriteria Baku Kerusakan Mangrove ditetapkan berdasarkan prosentase luas tutupan dan kerapatan mangrove yang hidup”. Kriteria baku kerusakan mangrove dijelaskan pada Tabel IV.2 97 Tabel IV.2. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha) Baik Sangat Padat ≥ 75% ≥ 1.500 Sedang ≥ 50% - < 75 ≥ 1.000 - < 1.500 Rusak Jarang < 50 < 1.000 Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004 Gambar IV. 2 Mangrove Kelurahan Tugurejo, Desa Tapak (Dokumentasi Penulis, 2022) Kondisi ekosistem mangrove yang masih baik hanya ada di Kecamatan Tugu, sedangkan kecamatan lain sudah kondisi sedang dan rusak di Kota Semarang. Berdasarkan wawancara dan laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang (2022) menunjukkan bahwa rata-rata kerapatan ekosistem mangrove kategori pohon di Dukuh Tapak Kelurahan Tugurejo 2.500 pohon/ha. Kerapatan ini termasuk sangat padat dan kondisi baik menurut kriteria yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004. 98 IV.2. Manfaat Ekosistem Mangrove untuk Adaptasi Perubahan Iklim Sebagian besar informan yang diwawancara menyatakan bahwa dampak perubahan iklim di pesisir Kota Semarang adalah naiknya permukaan laut dan gelombang tinggi yang menyebabkan banjir rob, abrasi dan erosi pantai. Abrasi, banjir rob, erosi dan gelombang tinggi merupakan dampak perubahan iklim yang paling sering terjadi dan paling merugikan menurut informan yang diwawancara. “..sejak tahun 1997 lalu, tingkat abrasi di wilayah Kelurahan Mangunharjo sangat tinggi. Kerusakan wilayah pesisir yang disebabkan oleh abrasi mencapai 150 hektar, bahkan merambah sepanjang 3,5 kilometer ke arah pemukiman warga..” (Informan 28, Juli 2022) Penelitian Akbar et al., (2019) juga melaporkan bahwa dari tahun 1991 sampai dengan tahun 2019, wilayah pesisir Kota Semarang mengalami perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan pada kategori tambak dan mangrove.