Hasil Ringkasan
199 BAB VII Kesimpulan dan Saran Penelitian mengenai tata kelola energi regional yang berkelanjutan di Indonesia dengan mengambil studi kasus implementasi RUED Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Kep. Bangka Belitung ini menhasilkan 3 (tiga) kesimpulan yang merupakan menjawab pertanyaan penelitian secara komprehensif sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan pada awal penelitian. Bab ini juga merupakan ringkasan dari 3 bab sebelumnya yang masing-masing bab membahas tentang hasil penelitian sasaran (1), (2) dan sasaran (3). Pada bagian akhir dari bab ini, sebagai penutup laporan penelitian, disampaikan kontribusi rekomendasi baik pada ranah praktis, maupun ranah teoretis yang dihasilkan oleh penelitian ini sebagai pijakan untuk pengembangan selanjutnya dari topik penelitian ini. VII.1 Kesimpulan Pada penelitian ini, terdapat tiga kesimpulan yang merupakan sintesa dari hasil yang dicapai pada setiap fase penelitian, sekaligus menjawab tiga pertanyaan penelitian. VII.1.1. Kerangka Konseptual Rencana Energi guna mencapai Pembangunan Regional yang Berkelanjutan Khasanah literasi teoretis dan studi-studi empirik membuktikan bahwa perencanaan energi konvensional (eksisting) yang bersifat rasional-komprehensif cenderung memisahkan perencanaan energi dari “keruangan”nya menjadikan perencanaan energi spaceless. Hal ini berakibat terjadinya banyak ketidak-adilan distribusional energi serta disparitas pemberdayaan masyarakat yang ditimbulkan oleh ketersediaan energi. Perencanan energi eksisting yang juga sangat menedepankan least cost options, tanpa memasukan biaya eksternalitas kerugian lingkungan, serta urgensi perubahan iklim mendorong hadirnya kerangka baru sistem energi, yaitu sistem energi yang berkelanjutan. 200 Oleh karenanya, dalam perencanaan energi yang berkelanjutan, gagasan tentang keberlanjutan ditunjukkan dalam integrasi kepentingan lingkungan dan social, disamping upaya untuk memastikan elastisitas energi-ekonomi tetap terjaga. Selanjutnya, guna memastikan kompatibilitas sistem energi yang direncanakan sesuai dengan regional yang akan dibangun, maka karakteristik sisi pembangkitan dan penggunaan energi yang tentunya berbeda disetiap daerah haruslah diakomodasi secara akurat. Penelusuran ini kemudian menghasilkan suatu kerangka konseptual terkait Rencana Umum Energi Regional yang Berkelanjutan. Secara umum akan terdiri dari tiga bagian yang dapat di konstruksi baik secara serial maupun parallel yaitu: analisis demand-supply dengan model dan asumsi matematis yang telah baku secara global, bagian kedua yang berupa akomodasi indicator-indikator lingkungan dan sosial yang merupakan arahan/instruksi dari pemerintah pusat berkenaan dengan capaian dan target nasional, serta bagian terakhir yang merupakan modifikasi/intervensi pemerintah daerah dari sisi pembangkitan maupun penggunaan energi, sebagaimana digambarkan sebagai berikut: Gambar VII. 1 Kerangka Konseptual : Characterizing Sustainable Regional Energy Plans 201 Terlihat, dalam perencanaan energi memiliki kompleksitas rencana aksi yang cukup tinggi. Stakeholder yang terlibat juga terdiri dari berbagai level baik pada tingkat komunitas/lokal, sub-nasional/regional, nasional serta multinasional/global. Karakteristik ini merupakan landasan pemilihan pendekatan tata kelola multilevel sebagai lensa teoretis yang dipakai dalam menganalisas implementasi rencana energi regional dalam studi kasus RUED-P di Indonesia. VII.1.2. Tata Kelola dalam Implementasi Rencana Energi Regional untuk mendukung Pembangunan yang Berkelanjutan di Indonesia Pelaksanaan tata kelola Energi di Indonesia bersifat parsial dan divergen meskipun sudah terdapat rencana umum energi nasional. Ada banyak faktor yang menyebabkan pelakasanaan tata kelola energi nasional berjalan tidak inheren dengan tujuan RUEN yang bersifat integralistik. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini pada studi kasus RUED Provinsi Jawa Barat dan Bangka Belitung diantaranya belum terdapat kesamaan visi (sharing vision) yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, tidak meratanya potensi sumber daya energi diberbagai daerah, terdapat disparitas pengetahuan dan teknologi diberbagai daerah serta prihal regulasi yang tumpang tindih pada level birokarasi menyebabkan pelaknasaan upaya peningkatan penyediaan energi berkelanjutan seringkali mengalami stagnasi.